Pameran Senjata Pusaka dari Berbagai Suku di PBTL, Ada yang Sudah Berusia Ratusan Tahun, Dibersihkan Pakai Air Jeruk

  • Bagikan

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID–Pekan Budaya Tana Luwu (PBTL) selain menampilkan panggung kesenian, juga membuka pameran senjata-senjata pusaka kerajaan dari pelbagai suku di Sulawesi.

Idris Prasetiawan, Palopo

Pameran senjata perang dari pelbagai suku di Sulawesi menjadi daya tarik tersendiri di ajang PBTL kali ini. Pasalnya, senjata pusaka ini ada dari pelbagai daerah di Sulsel bahkan dari Sulteng.
Senjata pusaka ini tetap terpelihara lantaran dijaga dan dirawat oleh komunitas pusaka dan ada juga yang memiliki secara pribadi.

Erwin, salah satu pengurus benda pusaka asal Sidrap bernama “Polo’ Bessi” yang sejumlah koleksinya dipamerkan di PBTL ini mengungkapkan, beberapa senjata perang tradisional tempo dulu dipamerkan. “Ada senjata dari Mandar, Makassar, Gowa, Sidrap, Pinrang, Wajo, Palu, Parigi, Bone, dan Pangkep. Dan rata-rata usia senjata pusaka ini ada yang bahkan ratusan tahun,” kata Erwin.
Khusus senjata dari Kedatuan Luwu ada Kawali (keris), badik Luwu, Guma (parang), Sapukala, dan tombak.

Dari Mandar ada senjata berupa bentuk keris bernama Tapoi. Dimana keris ini memiliki ukuran panjang sekira 30 cm dan bilah besi yang tebal.
Ada juga Badik Luwu yang sedikit ramping dibandingkan Badik Makassar yang tebal di bagian tengah.

Sedangkan dari Sidrap ada senjata bernama Gecong yang juga mirip dengan badik tetapi lebih panjang dan ramping. Juga keris Sapukala.
Untuk pemeliharaan senjata pusaka ini, kata Erwin rutin dibersihkan setiap setahun menggunakan air perasan jeruk.
Sedangkan bila besi sudah banyak yang berkarat, akan direndam di air kelapa untuk beberapa jam dan dibersihkan dengan air jeruk nipis. Istilahnya “Matompang”.

Senjata tradisional ini juga ada dari koleksi pribadi yang dipamerkan. Salah satunya milik Opu Pabbicara Kedatuan Luwu, Luthfi A Mutty.
Opu LAM, sapaan akrabnya, mengikutkan beberapa senjata tradisional seperti Parang Kalewang dan Sapukala (keris panjang).

Selain menampilkan senjata pusaka, di pameran ini juga menampilkan sejumlah foto-foto bersejarah raja-raja dan aktivitas masyarakat di masa kedatuan/kerajaan antara akhir tahun 1800-an sampai awal tahun 1900-an.

Saat melihat foto-foto tersebut, kita seakan-akan kita kembali ke masa lampau, merasakan bagaimana masa kedatuan/kerajaan, belum ada negara terbentuk. Dimana kearifan lokal masih sangat terpelihara.

Lewat foto tersebut, kita juga jadi lebih tahu cara berpakaian, bentuk pakaian hingga postur tubuh nenek moyang kita dahulu. (*)

  • Bagikan