* Oleh: Asri Tadda
(Korwil Mileanies Sulsel)
Siapa yang tak kenal beliau. Gubernur yang menorehkan banyak sekali prestasi. Kepala daerah yang menyelesaikan banyak masalah rakyatnya tanpa perlu pencitraan. Ya, dialah Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta.
Bagi sebagian rakyat di luar Jakarta, Anies Baswedan malah menjelma sebagai Gubernur Indonesia, meski kita tahu, ini adalah sebuah sarkasme publik atas kondisi kekinian di tanah air.
Pilpres 2024 masih jauh. Tetapi antusiasme rakyat, terutama mereka yang sadar dengan kondisi bangsa akhir-akhir ini, semakin tidak terbendung untuk mengusungnya sebagai presiden.
Deklarasi digelar di mana-mana. Berdentum di semua level rakyat, dari yang benar-benar milenial hingga yang ‘kolonial’, atau merasa milenial. Harapan yang lahir dari keinginan luhur untuk menyelamatkan masa depan Indonesia melalui tangan dingin dan kerja cerdas seorang Anies Baswedan.
Semua memang sadar, beliau bukan tokoh partai. Pun tak punya partai. Beliau hanya seorang Gubernur di ibu kota (yang sebentar lagi dipindahkan), yang bekerja lebih baik dibandingkan yang lain. Beliau kerap dipandang mampu menyelamatkan, sekaligus mengharumkan nama bangsa di kancah internasional, dengan hanya membawa Jakarta sebagai ibu kota negara.
Beliau juga belum pernah sekalipun menyatakan diri akan maju sebagai Capres. Tapi satu yang pasti, dalam darah beliau, terang-benderang mengalir spirit perjuangan bangsa dari dua generasi, ayah dan kakek beliau. Warisan historis sekaligus genetis yang tak banyak dimiliki oleh orang lain sebayanya.
Karenanya, perjuangan membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik, adalah juga tanggung jawab yang tak bisa dielakkannya sebagaimana ayah dan kakeknya, melakukannya pada masa lalu. Ia mengakui itu dengan jelas.
Baginya, mustahil mewujudkan masyarakat adil dan makmur jika masih ada segregasi sosial ekonomi dalam masyarakat. Pembangunan harus menyetarakan, memanusiakan manusia. Ibarat masjid, dimana setiap orang bisa masuk beribadah tanpa dipandang status sosial ekonominya, demikianlah yang digambarkannya tentang sebuah kehidupan berbangsa.
Karena itu, untuk memastikan pemerintah benar-benar hadir untuk rakyat dan menjadi solusi atas setiap permasalahan yang ada, ia fokus membuka ruang kolaborasi seluas-luasnya dengan semua pihak. Bak orkestra, semua harus terlibat sesuai tugasnya masing-masing. Hanya dengan begitu, pembangunan bisa berjalan dengan baik dan berkelanjutan.
Perlahan namun pasti, hanya kurang dari satu periode, beliau membuktikannya di DKI Jakarta; maju kotanya – bahagia warganya. Jika di Jakarta yang menjadi miniatur Indonesia saja beliau bisa bekerja dengan baik tanpa banyak drama, mengapa tidak sekalian memimpin Indonesia?
“Jangan adzan sebelum masuk waktu shalat,” kata Anies Baswedan di Makassar (21/02/2022), menanggapi desakan agar beliau menyatakan diri maju sebagai Capres 2024 nanti. (*)