* Royal Meeting Raja, Sultan, dan Penglisir Nusantara
PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, PALOPO — Rangkaian Pekan Budaya Tana Luwu, Royal Meeting membicarakan terkait bagaimana menjaga eksistensi keraton serta memaksimalkan peran keraton dalam membangun tatanan yang berbudaya bagi bangsa.
Peran keraton ini telah memiliki payung hukum yakni undang undang nomor 5 tahun 2017. Menurut, Dr Suaedi yang hadir sebagai salah satu pembicara dalam kegiatan ini mengatakan dengan adanya UU ini diharap bisa menjadi semangat bagi keraton untuk memaksimalkan perannya. “Kebudayaan adalah DNA bangsa, dan yang membuat kita tangguh itu adalah budaya,”ungkapnya dihadapan para raja dan Sultan yang hadir.
Namun kata mantan Rektor UNCP ini, tantangan selalu ada di depan. Untuk mempertahakan tatanan budaya keraton bisa membuat Keraton Award untuk para pemerhati budaya yang ada di Indonesia. “Kalo misalnya di Tana Luwu, bisa Datu Award,” tuturnya.
Terkait upaya untuk menjaga eksistensi keraton ini, dimana jumlah keraton semakin berkurang lantaran ada yang vakum, berdasarkan data yang diungkap dalam pertemuan itu, dari 250 keraton yang ada di nusantara ini sisa 54, itupun, kata Suaedi terseok seok, karena itu sangat dibutuhkan dukungan bersama oleh Pemerintah.
Namun kata Andi Rijal, Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya (BNPB) Provinsi Sulsel mengungkapkan, pemerintah mendukung peran keraton dalam melestarikan nilai budaya. Melalui sejumlah program yang dilakukan di balai untuk melestarikan nilai nilai keraton untuk mewujudkan kemajuan buidaya sebagai aset yang bernilai. “Dinas akan mendorong dan melindungi budaya nusantara khususnya keraton ini untuk berkembang dan memperkaya budaya lokal nusantara,” ungkapnya.
Ketua Umum Forum Silaturahmi Keraton Nusantara (FSKN), Brigjen Pol Dr AA Mapparessa, MM, MSI, yang mulia Karaeng Turikale VIII Maros mengatakan tentang keraton selalu ada, dan dibutuhkan kerjasama, utamanya adalah hal penganggaran kegiatan. “Nomenklatur keraton itu belum ada dalam aturan perundang-undangan, nah ini yang harus kita perjuangkan bersama,” ungkapnya. Dalam hal pendanaan itu Keraton Nusantara ini masih harus kerja ekstra untuk mendapatkannya.
Sementara itu, YM Datu Luwu, Andi Maradang Macculau di kesempatan itu menyampaikan pesan bijak dimana Kedatuan Luwu (Keraton) masih eksis hingga saat ini. “Sudah lebih dari 1000 tahun, mulai dari Batara Guru hingga saat ini, (Tatanan budaya Kedatuan Luwu) tidak berubahn sekalipun,”katanya.
Diketahui, wilayah Kedatuan Luwu meliputi hampir seluruh pulau Sulawesi, mulai dari Gorontalo, Morowali, Kolaka, Kolaka Utara, Toraja, sebahagian Enrekang dan hampir seluruh wilayah Luwu. “Lalu apa penyebab Kedatuan Luwu bertahan dengan seluruh tatanan yang ada? jika kalian melihat simbol kedatuan luwu, maka disitulah letaknya,”ungkap Andi Maradang Macculau.
Ia menjelaskan, Di Simbol Kedatuan itu ada lingkaran Singkerru Simulajaji, atau lingkaran yang tak terputus. “Kami di Luwu tidak boleh boleh melanggar ini, jika melanggar, itu ada Hukum adat,”ungkapnya di hadapan para raja. Singkerru simulajaji ini adalah perjanjian antara manusia dengan penciptanya. Selain itu ada namanya Tanra Sula’ atau jalan lurus. “Tidak diperkenankan Wija to Luwu melanggar ini, Wija to Luwu harus Lempu’,”nasehatnya.
Kemudian Sulapa Appa, atau empat penjuru mata angin atau empat kehidupan. Disini, kata Datu Luwu, filosofi Sulapa Appa ini adalah responsibility, tanggung jawab menjalankan Singkerru Simulajaji selain itu mewujudkan keadilan, lempu’ dan semua kebaikan untuk masyarakat luas. dan yang terakhir ungkap Datu Luwu, Pajung ri Luwu. Pajung ini adalah simbol kepemimpinan. Ditambah satu simbol utama yakni Pekkae atau Kepemimpinan Utama.
Diungkapkan Yang Mulia Datu, Pajung Ri Luwu, ini sejak Indonesia Merdeka kepemimpinan telah diserahkan kepada Pemerintah untuk melindungi rakyat, bukan lagi kedatuan yang jalankan. Namun, kedatuan menjalankannya secara moral. “Dan bagaimana memahami budaya ini, jika Pemerintah adalah Jasmani, maka kami (Budaya) adalah jiwanya, untuk kepentingan jasmani (Raganya) biarlah Pemerintah yang melaksanakan, seperti ekonomi, politik dan sebagainya,”jelasnya.
Dan ungkap Datu, antara jasmani dan Rohani ini harus seimbang, jika tidak maka akan rusak.
Hadir pada kegiatan ini diantaranya, PYM Brigjen Pol (P) Dr. A.A. Mapparessa, Karaeng Turikale VIII Maros Sulsel bersama Permaisuri YM. Ratu Evi Oktavia, YM. Rd. Rasich Hanif Radinal, N dari Kerajaan Galuh, YM. Raden Ahmad Jazuli, mewakili Sultan Sepuh XV Keraton kasepuhan, YM. Lucky Ariyunandar, Kepala Sekertariat DPP FSKN, YM Firman Mudarfarsyah, Koordinator Dewan Keraton wilayah 5 (maluku papua) Kesultanan Ternate.
YM Tengku Rizqan dari Kesultanan Serdang, YM Ridha Endarani Ridal dari Kerajaan Galuh, YM Laode, Faisal Wikra dari kerajaan Muna sultra, YM Hasanudin Dari kesultanan Sumbawa, YM Bunda Chuduriah Ketua departemen pendidikan DPP FSKN, YM Datu Edi Fachriadi dari Kerajaan Sambiliung Kalimantan Timur, YM Syaiful Islam dari kesultanan Dompu NTB, YM Petta Tenri Arung Otting tandro Tedong sidrap, YM Bunda Bau Nona Hj.Andi Tenri Seno Pieter dari Kerajaan Nepo/Kerajaan Mallusetasi, YM Andi Roidah, Adatuang Sidenreng, YM Drs. Bau Sawerigading (Addattuang Sawitto), YM Andi Abdul Waris, Karaeng Marusu, YM A.Abdullah Bau Massepe dari FSKN Sulsel, YM.Andi Sirajuddin Oddang, Patimatarang Kerjaan Tallo, YM Sandrobone Bersama permaisuri.
YM mustofa mansyurdari kerajaan Loloda Maluku, YM A Amustamu Karaeng moncong dari Kerajaan Bangkala Jeneponto, YM Andi muhamad Idrus. Dan YM Andi Yusri dari Dewan adat Kekaraengan Turikale dan sekertaris Dewan Adat kekareangan Turikale, YM H A Datu galib kedatuan sopeng serta, YM Conny Irwiany, Wakil bendum DPP FSKN.(ald/idr)