‘Boka’ Mati Suri di Tengah Kelangkaan Migor

  • Bagikan

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, TOMPOTIKKA--Kelangkaan minyak goreng saat ini menjadi momentum hadirnya produk lokal serta sejumlah program pemberdayaan bagi UMKM khususnya ibu-ibu di Kota Palopo.

Salah satu brand minyak goreng kemasan yang pernah didengungkan yakni ‘Boka’ yang merupakan milik Pemkot Palopo di produksi oleh Dinas Koperindag sebelumnya. Sayangnya, produk tersebut mati suri, di tengah kelangkaan kebutuhan dapur masyarakat tersebut.

Pengamat Ekonomi dan Bisnis Unanda Palopo, Rafiqa Asaf, menilai Pemkot Palopo tidak serius dalam produksi merek ‘Boka’ yang pernah didengungkan tersebut. “Nah ini, Pemkot sudah investasi di mesin produksi tapi tidak dimanfaatkan, kan mubazir. Sementara harganya mungkin mahal,”ungkap Rafiqa Asaf yang juga Wakil Rektor Unanda Palopo, saat dikonfirmasi, Minggu, kemarin.

Terlebih, misalnya di Kota Palopo, alat produksinya ada, bahan bakunya dekat. “Jadi kelangkaan migor bisa jadi peluang pasar sebetulnya bagi Pemkot Palopo untuk produksi migor lokal di tengah situasi saat ini,”ungkapnya. Disamping hal itu, kemasannya tentu sudah berstandarisasi.

Di tengah produksi itu juga bisa hadir pemberdayaan bagi kelompok – kelompok usaha binaan untuk produksi minyak goreng dengan bahan sederhana seperti kelapa, hanya soal itu, kata Rafika untuk memproduksi minyak goreng tentu dengan standarisasi kandungan yang ada jangan sampai membahayakan bagi kesehatan. “Karena intinya harus dikemas dengan baik dengan label produksi,”ucapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan, Burhan Nurdin, sebelumnya kepada Palopo Pos, mengatakan alat produksi Minyak Goreng yang dimiliki ini tidak tepat untuk skala produksi massal, boka belum bisa memenuhi hal itu.

“Memang momentumnya bagus untuk melakukan produksi, tapi untuk dilakukamn secara massiv belum bisa karena kemampuan produksinya sangat kecil, bisanya hanya sekitar 150 kilogram per hari, belum lagi bahan baku utama yakni sawit,”ucapnya.

Ia mengungkapkan kemampuan mesin pembuat minyak goreng ini lebih dominan pada fungsi pelatihan saja mulai dari membuat hingga kemasan.

Selain hal tersebut, Burhan Nurdin mengungkapkan bahwa mesin tersebut juga dalam keadaan rusak.

“Mesin itu juga saat ini tidak berfungsi karna rusak, sementara belum ada anggaran untuk dilakukan perbaikan lantara dialihkan untuk Covid-19, yang berfungsi untuk berproduksi ini adalah sagu dan coklat yang bisa difungsikan,”katanya.

Diketahui kebutuhan masyarakat saat ini akan minyak terbilang tinggi, lantaran adanya kelangkaan sejak disubsidi oleh Pemerintah.(ald)

  • Bagikan

Exit mobile version