* Pemerintah Cabut Aturannya, Diserahkan ke Mekanisme Pasar
PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, PALOPO — Pemerintah menetapkan kebijakan harga minyak goreng kemasan baru. Dalam kebijakan ini, minyak goreng kemasan akan disesuaikan dengan harga keekonomian.
Dengan kebijakan ini, penetapan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan senilai Rp14 ribu akan dicabut dan diserahkan pada mekanisme pasar.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kebijakan ini diambil dari hasil rapat terbatas dengan melihat perkembangan ketidakpastian global.
Pasalnya, belakangan ini perkembangan ketidakpastian global telah menyebabkan harga pasokan energi dan pangan naik dan langka, termasuk ketersediaan CPO untuk minyak goreng.
“Terkait harga kemasan lain akan menyesuaikan nilai keekonomian sehingga diharapkan minyak sawit akan tersedia di pasar modern dan tradisional,” kata Airlangga, Selasa (15/3).
Ia menambahkan selain kebijakan itu, pemerintah juga akan memberikan subsidi untuk minyak goreng curah. Namun, dengan subsidi ini, harga eceran tertinggi minyak goreng curah dinaikkan dari Rp11.500 menjadi Rp14 ribu per liter.
Ia mengatakan untuk melaksanakan kebijakan ini pemerintah telah bertemu dengan para produsen minyak goreng.
Dalam pertemuan dicapai beberapa hasil. Pertama, pemerintah meminta para produsen minyak goreng untuk segera mendistribusikan minyak goreng kepada masyarakat.
Kedua, menteri perdagangan akan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan mengenai Harga Eceran Tertinggi (HET) yang akan berlaku pada 16 Maret 2022.
Ketiga, Kapolri akan melakukan pengawalan terhadap distribusi dan ketersediaan minyak goreng curah di pasar.
Sementara itu menurut Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andi Djemma, Nurjannah SE M.Si, penetapan harga minyak goreng kemasan baru disesuaikan dengan harga keekonomian pada dasarnya mekanisme pasar solusi yang paling baik.
Kenapa? Karena harga terbentuk berdasarkan supply-demand secara alamiah.
“Produsen akan berusaha meminimalkan biaya agar bisa tetap berproduksi, apalagi jika menyangkut kebutuhan pokok seperti migor, sekalipun itu dengan profit yang kecil, setidaknya tidak membuat ia terdepak dari pasar,” kata Nurjannah.
Adapun dampak bagi konsumen adalah jika mekanisme pasar berhasil, maka sebagian besar konsumen akan diuntungkan ketika harganya sesuai harapan (murah).
Lalu, mekanisme pasar tidak selamanya menguntungkan semua konsumen, karena masih ada konsumen berpendapatan rendah.
“Disinilah peran pemerintah dengan memberi subsidi migor dalam hal ini penetapan minyak curah Rp14 ribu per liter.
Namun, dalam prakteknya butuh pengawasan ketat dari semua pihak agar distribusinya bisa tepat sasaran,” sebutnya.
Di tingkat pengecer adalah bagian dari konsumen. “Tanpa bermaksud mematikan usaha pengecer, kita cuma bisa berharap tidak mengambil keuntungan yang terlalu tinggi atau itu menjadi bomerang bagi usahanya (konsumen lari/barang tidak laku),” pungkasnya.(idr)