Pagi itu sedang menunggu seorang manager marketing sebuah bank. Biasa, sedang shopping arround alias keliling toko mencari bank yang pas untuk dukungan pembiayaan sebuah rencana proyek.
Cukup lama menunggu dari jam yang disepakati untuk bertemu jam 09.00. Rupanya sang manager belum selesai meeting. Sambil menunggu, saya yang datang bersama tim menikmati pemandangan suasana pagi hari di dalam bank ini. Suasana atmosfir khas bank yang prima. Atmosfir yang oleh Bitner, ahli service management disebut sebagai suasana Service Space yang dibangun melalui daya tarik disain, sign, layout, dan ambient yang nyaman. Begitulah bank, berani berinvestasi untuk service space dalam memberikan kenyamanan pada nasabah melalui tata ruang yang nyaman dan kekuatan persepsi pada aspek tangible da intangible.
“Selamat pagi, maaf lama menunggu” begitulah manager ini menyambut kami setelah selesai meeting. Seorang wanita paruh baya dengan tampilan office look yang oke. Kelihatannya sudah cukup berpengalaman di industri perbankan.
Singkat cerita, setelah selesai berkenalan dan menyampaikan rencana bisnis kami, Ibu manager ini memulai jurus “investigasi” nya. Sudah berapa lama di bisnis ini ? Bagaimana bisnis prosesnya, manajemennya, bagaimana downstream ke customer-nya, bagaimana tren penjualannya saat ini di tengah pandemi covid-19, dan seterusnya. Santai bertanya tapi “menguliti pelan-pelan”
Suasana ini lazim bagi yang sering berurusan dengan kredit. Bagi bank, sebelum menyetujui kredit Anda bank pasti akan mengevaluasi, reputasi Anda, aset, hutang, modal, dan ini yang penting, cashflow. Jangan berani berharap dapat dukungan bank jika Anda punya credit history yang buruk, atau tidak memiliki kemampuan cashflow yang “aman”.
Bank akan “kupas tuntas” semuanya dari Anda. Ini penting, karena begitu bank memberikan kreditmya maka seperti ia menyerahkan pistolnya pada Anda. Mengkonversi dana likuidnya dengan bisnis Anda, dengan fix aset Anda sebagai jaminan pelunasan hutang.
Puncak cerita, ibu manager ini meminta rekening koran perusahaan yang memang telah kami siapkan. Saat ia membaca rekening koran, saya deg-degan melihat raut mukanya. Dahinya mulai berkerut ketika ia pelototin berlembar-lembar salinan rekening koran yang kami sodorkan. Bak seorang detektif ia bertanya detil. Meski singkat, tapi sepertinya item-item penting dalam rekening koran itu telah ia potret. “Lumayan juga ya mutasi transaksi-nya”. Plong rasanya mendengar komentar manager ini.
Saya teringat cerita teman seorang pengusaha ketika awal-awal menikmati kesuksesan bisnisnya.
Saat itu ia baru membeli sebuah mobil mewah. Hasil dari keuntungan bisnisnya. Setiap kali ke bank ia selalu menggunakan mobil itu. Ingin ditunjukan tongkrongan barunya kepada pimpinan bank itu.
Sampai beberapa kali ia ke bank selalu mengendarai tongkrongan baru itu. Belum ada satu komentar pun ia terima. Hingga suatu ketika ia mengajak pimpinan bank itu pergi makan siang dengan mobil barunya. Sial lagi, tidak ada satu pun keluar komentar dari bos bank itu. Sekadar memuji atau bertanya tentang mobil barunya, sama sekali tidak. Dalam hatinya, “sombong amat ini pimpinan bank. Mbok nanya atau apalah komentar dikit.”
Lama-lama si pengusaha tidak tahan lagi dan mulai mengambil inisiatif memancing percakapan tentang mobil barunya itu. Si pengusaha dengan sedikit basa-basi mulai memancing, “Pak saya lama sekali memutuskan untuk membeli mobil ini. Saya suka karena cocok buat mobilitas saya yang tinggi. Banyak fitur-fiturnya saya suka. Cocok buat saya yang mobilitasnya tinggi, dan bla bla ….”
Sambil senyum-senyum pimpinan bank itu menjawab dengan halus “bagus sih mobilnya, tangguh dan nyaman. Tapi bagi saya, melihat reputasi bisnis bukan dari mobil yang dipakai nasabah”. “Bagi saya isi rekening koran Bapak yang lebih penting”
Bak disambar petir, si pengusaha bukan main kaget. Tidak menyangka menerima jawaban seperti ini. Sejenak terdiam dan merenung saat pulang. Benar juga ya. Buat apa tampil wah kalau rekening koran nihil. Bisa jadi tampil wah bukan karena fungsi tapi gengsi.
Mulai saat itu ia berjanji. “Ini adalah mobil mewah saya yang terakhir”. Ternyata tidak terlalu penting penampilan wah. Bukan tongkrongan yang dilihat, tapi isi rekening koran yang penting.(*)