Benaya Patana, SH
Pembimbing Kemasyarakatan Muda
pada BAPAS KELAS II PALOPO
Pada penghujung tahun 2020, beberapa laporan kasus menyebutkan bahwa virus Corona telah bermutasi menjadi beberapa jenis atau varian baru, misalnya varian delta. Disebutkan jika jenis ini telah menunjukkan peningkatan penularan di masyarakat, karena mudah menular, varian delta ini telah ditetapkan menjadi “variant of concern” sehingga mendapatkan perhatian terkait risiko terhadap kesehatan masyarakat yang lebih tinggi.
Pemerintah dengan gencar menyerukan agar segera melakukan vaksinasi kepada seluruh masyarakat, vaksinasi merupakan salah satu cara melindungi tubuh kita dari COVID-19. Bersama dengan protokol kesehatan, vaksinasi adalah cara ampuh untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19.
Oleh karena itu, vaksin menjadi hal yang paling diprioritaskan pengembangannya saat terjadi wabah terutama yang disebabkan oleh virus baru seperti corona. Dirangkum dari laman resmi Covid19.go.id, vaksin adalah zat yang sengaja dibuat untuk merangsang pembentukan kekebalan tubuh dari penyakit tertentu, sehingga bisa mencegah terjangkit dari penyakit tertentu tersebut. Saat vaksin dimasukkan ke dalam tubuh, sistem kekebalan tubuh akan melihatnya sebagai antigen atau musuh, maka tubuh akan memproduksi antibodi untuk melawan antigen tersebut.
Manfaat vaksin COVID-19 tidak hanya untuk sektor kesehatan, tetapi juga sektor ekonomi dan sosial. Jika sebagian besar masyarakat sudah memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik untuk melawan penyakit COVID-19, maka kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat bisa kembali seperti sediakala. Lalu muncul pertanyaan bagaimana dengan masyarakat Indonesia yang telah melanggar hukum dan sedang menjadi Narapidana di dalam Lapas maupun Rumah Tanahan Negara, bagaimana mereka dapat dilindungi dan dicegah dari terpapar penyakit Covid-19 ini?
Menjawab pertanyaan itu, sejak awal Covid-19 merebak di Indonesia pada permulaan tahun 2020 Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna Laoly menerbitkan Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak, Dalam Rangka Pencegahan dan penaggulangan penyebaran Covid-19.
Kebijakan asimilasi yang dilaksanakan di rumah tersebut merupakan langkah pemerintah khususnya Kementerian Hukum dan HAM dalam mencegah penyebaran covid-19 di Lembaga Pemasyarakatan dan Rutan. Lebih lanjut, Yasonna menyampaikan bahwa tidak hanya pemerintah Indonesia, tetapi sejumlah negara di dunia bahkan Amerika Serikat juga telah melakukan langkah serupa.
Dalam Pasal 23 Ayat (1) Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 menyebutkan:
“Peraturan Menteri ini berlaku bagi narapidana yang tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidananya dan anak yang tanggal ½ (satu per dua) masa pidananya sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.”
Namun, Pandemi Covid-19 masih berlangsung dan perlu penanganan lanjutan untuk pencegahan dan penanggulangannya untuk melakukan upaya penyelamatan terhadap narapidana dan anak yang berada di Lembaga Pemasyarakatan dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak. Sehingga pada tanggal 18 Desember 2020 diterbitkanlah Permenkumham Nomor 32 Tahun 2020 sebagai pengganti Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi. Bagi narapidana dan anak dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Reynhard Silitonga mengungkapkan:
“hal ini merupakan upaya lanjutan dalam rangka mencegah dan menanggulangi penyebaran COVID-19 di Lembaga Pemasyarakatan (lapas), Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), dan Rumah Tahanan Negara (Rutan), melalui pemberian Asimilasi dan Integrasi.”
Terdapat beberapa poin penyempurnaan dalam Permenkumham Nomor 32 Tahun 2020 ini di antaranya terkait syarat dan tata cara pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi, pembatasan bagi tindak pidana tertentu, mengakomodir pemberian hak terhadap Warga Negara Asing, serta penerbitan Surat Keputusan secara online yang akan terakomodir dalam Sistem Database Pemasyarakatan. Dan lagi-lagi, hingga program Permenkumham Nomor 32 Tahun 2020 berakhir yaitu pada tanggal 30 Juni 2021, pandemi Covid-19 semakin menjadi dengan ditemukannya Varian Delta, hal ini membuat lonjakan kasus meningkat drastis hingga puncak teritingginya sehingga diterbitkannya lah PPKM Darurat.
Untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19 yang masih belum mereda hingga saat ini, Kementerian Hukum dan HAM kembali memperpanjang yang kedua kali pemberlakuan program Asimilasi Di Rumah bagi narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan (Andikpas) yang tertuang dalam Permenkumham Nomor 24 Tahun 2021 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 32 Tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat bagi Narapidana dan Anak dalam rangka pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
Selain memperpanjang masa berlaku program asimilasi dirumah, Permenkumham Nomor 24 Tahun 2021 tanggal 31 desember 2021 berlaku untuk Januari s/d Juni 2022 ini terdapat perubahan pada 2 (dua) Pasal yaitu pada Pasal 11 dan Pasal 45 yang salah satunya adalah pengecualian bagi pengulangan tindak pidana dalam pasal 11 ayat (4) yang berbunyi:
“Selain pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Asimilasi tidak diberikan kepada Narapidana/Anak yang melakukan pengulangan suatu tindak pidana, yang mana tindak pidana yang dilakukan sebelumnya telah dijatuhi pidana dan berkekuatan hukum tetap.”
Dengan diterbitkannya 3 Peraturan Menkumham mengenai pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19, diharapkan sisi kemanusiaan bagi Narapidana yang juga harus mendapatkan perlindungan dari penyakit mematikan ini dapat terwujud tanpa mengesampingkan aspek keadilan dibawah peraturan yang berlaku.(*)