Penulis :
Muhammad Suharsono, S.K.M., M.kes
Wakil Ketua Persakmi (Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia)
DALAM teori H.L Blum bahwa derajat kesehatan ditentukan oleh lingkungan, perilaku (gaya hidup), pelayanan kesehatan dan genetik/ keturunan.
Gaya hidup yang tidak baik, tidak rutin berolahraga, pola makan yang berlebihan menyebabkan obesitas, diabetes dan penyakit lain juga makan yang terlalu kekurangan gizi pun juga menyebabkan gizi buruk, merokok dan lainnya. Kebiasaan tindakan yang tidak sehat tentu akan merujuk pada suatu penyakit.
Di bulan Ramadhan, gaya hidup atau perilaku kita diubah selama 30 hari. Tubuh kita dituntut untuk tidak makan, tidak minum, bagi perokok untuk tidak merokok, untuk emosi kita harus ditahan, di tuntut untuk sabar, ikhlas dan hal lainnya. Dari sahur atau subuh hari hingga berbuka atau petang hari (kurang lebih 14 jam).
Gaya hidup yang berbeda dari bulan-bulan lainnya tentunya memberikan dampak bagi tubuh kita, salah satunya yaitu kesehatan.
Hadist Rasulullah Muhammad Shallalahu Alaihi Wasallam yang menyatakan : “Puasalah niscaya kamu akan sehat” (HR. al-Thabrani). Dalam hadis yang lain, Nabi SAW bersabda :”Perut adalah rumah penyakit dan pengaturan makanan adalah obat utamanya.” (Sahih-Muslim).,” hadist ini telah dibuktikan kebenarannya oleh pemenang Hadiah Nobel yang meneliti tentang manfaat puasa untuk kesehatan, yakni Yoshinori Ohsumi (Jepang) pada tahun 2016.
Yoshinori Ohsumi menemukan di dalam sel yang dipuasakan akan membuat Autophagy menjadi aktif untuk memakan (Fagosis) virus dan benda-benda berbahaya lainya di dalam sel, serta mengeluarkan sisa-sisa metabolisme (reaksi kimia) yang tidak diperlukan oleh sel. Kata Autophagy berasal dari bahasa Yunani yaitu “Auto” berarti sendiri dan “phagein” berarti memakan atau Autophagy berarti memakan diri sendiri.
Kita mungkin tidak mengetahui zat beracun apa saja yang ada di dalam tubuh kita ini yang telah kita konsumsi selama 11 bulan.
Para ilmuwan mengatakan bahwa zat-zat racun yang menempel dalam sel akan menghambat kinerja sel dan memperlambat aktivitasnya. Zat-zat racun yang bersarang dalam tubuh, penumpukannya membutuhkan waktu yang cukup lama dan manusia tidak mungkin menghindarinya. Inilah yang menjadi faktor penuaan dini pada manusia. Sedangkan, tubuh manusia berpotensi besar menyerap zat-zat racun. Sesungguhnya zat-zat racun yang menumpuk dalam tubuh senantiasa bekerja merusak sel-sel tubuh secara kontinuitas.
Pada saat puasa, absorbsi makanan di lambung terjadi sekitar empat jam dan di usus halus sekitar empat jam atau ada sekitar delapan jam absorbsi makanan di pencernaan kita. Dalam arti kata lain ada sekitar delapan jam pengiriman makanan ke sel-sel kita di seluruh tubuh. Kita berpuasa rerata sekitar 14 jam atau ada sekitar 14 jam dikurangi 8 jam yaitu 6 jam. Artinya selama sekitar 6 jam tidak ada pengiriman makanan ke sel-sel kita di seluruh tubuh. Pada saat tidak ada pengiriman makanan ke sel-sel, maka untuk melangsungkan hidupnya sel-sel akan mengambil cadangan makanan yang ada dalam sel.
Pada saat puasa Ramadhan kejadian ini akan berulang setiap hari selama satu bulan. Cadangan makanan di dalam sel-sel ada berupa senyawa yang baik dan yang tidak baik. Senyawa yang baik adalah senyawa yang tidak membahayakan untuk tubuh, sedangkan senyawa yang tidak baik adalah senyawa yang membahayakan untuk tubuh, seperti virus dan senyawa-senyawa kimia toksis lainnya.
Setelah 8 jam berpuasa maka Autophagosom akan aktif akan aktif mencerna (Fagosit) benda-benda dalam sel atau senyawa yang membahayakan seperti virus, zat beracun lainnya untuk di metabolisme menjadi energi.
Pada saat berpuasa jugalah, memberikan pelatihan untuk perokok agar berhenti merokok. Perokok tidak dibolehkan untuk merokok selama 14 jam. Hal ini tentunya memberikan dampak yang sangat besar untuk tubuh khususnya paru paru, agar tetap sehat.
Berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan sangat mempengaruhi meningkatnya derajat kesehatan masyarakat. Sehingga mari kita melengkapi sudut pandang kita dalam melaksanakan puasa untuk terapi hidup sehat sehingga kita kuat menjalaninya dan menjadi kebiasaan baru dalam menjalani hidup. Masyarakat yang sehat berawal dari diri pribadi masing-masing.(*)