Ilham Arief Sirajuddin. –ist-1
PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, MAKASSAR– Paskaputusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat terkait hasil Musda DPD Demokrat Sulsel, politisi senior Sulsel, Ilham Arief Sirajuddin mendapat tawaran untuk bergabung di partai lain.
Hanya saja, mantan wali kota Makassar dua periode itu akhirnya menegaskan untuk tetap menjadi kader biasa di partai berlambang mercy itu.
“Alhamdulillah, setelah melakukan perenungan dan diskusi dengan orang-orang terdekat, sekaligus mengamati perkembangan terkini, saya memutuskan untuk tetap menjadi kader biasa di Demokrat,” terang IAS saat bertemu wartawan di kediamannya, Jalan Monginsidi Baru, Makassar, Senin, 4 April 2022.
IAS menjelaskan bahwa keputusan tetap di Demokrat untuk sementara waktu masih akan dia barengi dengan perenungan lanjutan.
“Yang pasti, niat untuk bisa bertarung di pilgub Sulsel 2024 mendatang tidak akan surut. Caranya bagaimana? Waktu ini masih panjang” sambungnya.
IAS juga menyampaikan apresiasi yang sangat mendalam atas sejumlah tawaran yang dilayangkan sejumlah partai untuk bergabung. “Saya benar-benar mengapresiasi tawaran dari sahabat-sahabat saya di partai lain. Waktu masih panjang, dan saya berharap komunikasi yang sementara berjalan ini (dengan partai lain-red) akan tetap saya jaga. Saya tidak mungkin menutup berbagai kemungkinan lain di masa mendatang,” sambungnya.
Setelah DPP mengumumkan hasil musda Demokrat, sedikitnya ada tujuh partai yang sudah mengajak IAS untuk bergabung. Senin sore, 4 April, partai terakhir yang mengajak bergabung adalah PKPI. Sekjen PKPI, Irjen Pol Purn Syahrul Mamma meminta langsung IAS untuk bisa memimpin PKPI di Sulsel.
Apakah opsi calon independen juga salah satu opsi yang dipertimbangkan IAS untuk maju Pilgub 2024? “Itu juga suatu kemungkinan. Tapi saya pasti lebih mengedepankan opsi lewat partai. Terkait independen ini, saya akan bertanya ke 1,7 juta suara yang sudah memilih saya di pilgub 2013 lalu. Kita lihat bagaimana perkembangan ke depan,” tegas IAS.
Putusan IAS tetap di Demokrat mengabaikan penzaliman yang dialaminya. Maklum, keputusan DPP menunjuk Ni’matullah sebagai ketua Demokrat dipertanyakan sejumlah pihak. Baik kader Demokrat ataupun masyarakat Sulsel lebih luas.
Pada Musda lalu, IAS mengumpulkan suara lebih banyak dibandingkan Ulla. 16 berbanding 8 suara dari 24 DPC se-Sulsel. Pada momen yang sama, Laporan Pertanggungjawaban (LPj) Ulla juga ditolak oleh forum Musda lalu.
Jika saja status IAS sebagai mantan narapidana KPK yang menjadi persoalan, sesungguhnya DPP sudah menggunakan standar ganda dengan penetapan Ketua Demokrat Sulut yang juga sempat berstatus sama.
Apalagi rapor Ulla saat memimpin Demokrat selama 6 tahun juga sangat jeblok. Suara partai turun, angka legislatif merosot di semua tingkatan. (*/uce)