PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Kasus Ustaz Abdul Somad yang ditolak di Singapura, langsung memantik reaksi Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra. Ia mengomentari kebijakan Pemerintah Singapura menolak UAS masuk ke negara tersebut.
Yusril menilai penjelasan yang dikemukakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Singapura patut dihargai.
Kemendagri Singapura sebelumnya menyebut UAS tidak diizinkan masuk karena berbagai ucapan UAS dalam ceramah-ceramah yang diberikannya sulit diterima oleh Pemerintah Singapura.
“Apa pun juga alasan yang dikemukakan Pemerintah Singapura patut dihormati. Negara itu berdaulat untuk mengizinkan atau tidak mengizinkan warga negara lain masuk ke negaranya.”
“Bahwa sebagian masyarakat Indonesia tidak dapat menerima alasan tersebut, itu juga harus dipahami karena sudut pandang yang berbeda. Tidak ada alasan hukum apa pun yang dapat digunakan untuk melarang orang berbeda pendapat,” ujar Yusril dalam keterangannya, Rabu, 18 Mei 2022, seperti dikutip dari fajar.co.id.
Yusril menilai Indonesia dapat menarik hikmah dari kasus UAS ditolak masuk ke Singapura.
Di antaranya, menjadi mengerti kekhawatiran Pemerintah Singapura terhadap ucapan-ucapan seorang publik figur seperti UAS.
“Sebuah negara, di zaman kemajuan teknologi informasi sekarang, dengan mudah memantau ucapan-ucapan seorang figur publik di negara lain dan menilai apakah ucapan-ucapan itu membawa manfaat atau mudarat bagi kepentingan nasional negara itu,” ucapnya.
Menurut Yusril, Indonesia juga dapat melakukan hal yang sama. Ucapan-ucapan seorang publik figur di luar negeri yang selalu mengompori agar wilayah tertentu memisahkan diri dari NKRI seharusnya dipantau dengan seksama.
“Bila perlu orang seperti itu, walau alasannya akademis atau pseudo akademis, juga ditangkal untuk masuk ke Indonesia,” katanya.
Yusril juga menyebut Pemerintah Indonesia wajib memberikan perlindungan penuh terhadap semua warga negara Indonesia dan melakukan pembelaan ketika diperlakukan secara tidak wajar di negara lain.
“Bahwa warga negara itu mungkin berseberangan dengan pemerintah atau ucapan-ucapannya sering mengkritik pemerintah, hal itu bukan masalah.”
“Karena itu dalam kasus UAS saya sebelumnya menyarankan agar Kemenlu memanggil Dubes Singapura dan meminta penjelasan apa alasan mencekal UAS.”
“Sekiranya itu dilakukan Kemenlu, maka warga negara dan masyarakat Indonesia akan merasa aman dan merasa mendapat perlindungan dari pemerintah,” katanya.
Yusril lebih lanjut menyatakan hal yang terjadi justru KBRI Singapura yang mengirim nota diplomatik kepada Kemenlu Singapura.
Padahal, UAS baru berada di area imigrasi Singupura dan belum benar-benar masuk ke wilayah negara itu. “Ini kan seperti tidak pandai menarik simpati rakyat sendiri. Menggapai dan mengambil hati rakyat adalah kunci dukungan rakyat kepada pemerintah.”
“Akan lebih buruk lagi keadaannya jika di pihak UAS dan pendukungnya merasa pecegahan UAS masuk ke Singapura adalah permintaan dari pihak Indonesia sendiri.”
“Pemerintah tentu tidak akan bertindak naif, lagi pula apa keuntungannya yang didapat pemerintah dengan ditangkalnya UAS oleh Pemerintah Singapura?”
Meski demikian, Yusril menyadari yang namanya politik, yang namanya publik opini, segala sesuatu dapat diatur dan dipermainkan, apalagi di zaman kemajuan IT sekarang.
Peran media meanstream telah bergeser ke media sosial. Menyaring informasi menurut Yusril bukan lagi masalah sederhana.(jpnn/pp)