Makassar – Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan beri pembekalan pada jajaran Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Kabupaten/Kota terkait pengendalian gratifikasi dan penanganan benturan kepentingan di aula Kanwil, Senin (20/06).
Pembekalan dikemas dalam bentuk sosialisasi dan dihadiri langsung seluruh kepala UPT Kanwil Sulsel, semantara jajaran pelaksana mengikuti secara daring. Narasumber kegiatan Hasnadirah, Koordinator Bidang Pidana Umum pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.
Kakanwil Kemenkumham Sulsel, Liberti Sitinjak saat membuka kegiatan mengatakan, Kanwil Sulsel memiliki tekad yang kuat untuk terus melakukan pengendalian gratifikasi dan benturan kepentingan melalui upaya–upaya sistematis dengan membersihkan diri dari praktik–praktik KKN guna menjaga dan melindungi kredibilitas Kanwil Sulsel.
“Sebagai ASN Kementerian Hukum dan HAM, kita berkewajiban menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas, demikian pula kita wajib melaporkan penerimaan gratifikasi kepada KPK atau UPG (Unit Pengendalian Gratifikasi) di lingkungan kerja kita,” jelas Liberti Sitinjak.
“Hal ini menjadi bukti nyata dari komitmen jajaran Kanwil Kemenkumham Sulsel untuk mewujudkan pemerintah yang anti KKN, sejalan dengan capaian Kanwil Sulsel yang telah meraih predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) sejak 2020 serta menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani tahun ini,” ungkap Kakanwil menutup sambutannya.
Narasumber, Hasnadirah menjelaskan, yang dikenai kewajiban untuk melaporkan penerimaan gratifikasi yaitu pegawai negeri dan penyelenggara negara sebagaimana ketentuan yang telah ditetapkan.
"Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya," jelas narasumber menekankan.
Sementara itu benturan kepentingan dikatakan, situasi dimana terdapat konflik kepentingan seseorang yang memanfaatkan kedudukan dan wewenang yang dimilikinya (baik dengan sengaja maupun tidak sengaja) untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau golongannya sehingga tugas yang diamanatkan tidak dapat dilaksanakan dengan objektif dan berpotensi menimbulkan kerugian kepada pihak tertentu.(rls)