Wow! Ternyata Suami Juga Bisa Cuti 40 Hari Dampingi Istri Saat Melahirkan, Puan Maharani: Istri 6 Bulan Cutinya

  • Bagikan

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- DPR RI sekarang sedang menggodok Rancangan Undang-undang soal Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA).

Disebutkan, ibu hamil melahirkan bisa cuti sampai enam bulan. Sementara, suami yang mendampingi bisa mengambil cuti maksimal 40 hari.

Hal ini dituangkan di Pasal 6 ayat 2 huruf a draf RUU KIA. Bunyinya, 'Suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berhak mendapatkan hak cuti pendampingan: a. melahirkan paling lama 40 hari'.

Disebutkan juga, RUU KIA memberikan hak kepada suami untuk mendampingi istri yang mengalami keguguran kehamilan maksimal selama tujuh hari seperti dilansir cnnindonesia.com, Selasa, 21 Juni 2022.

Seperti diketahui, RUU KIA memberikan hak cuti melahirkan kepada istri minimal enam bulan. Kemudian, RUU KIA juga memberikan istri hak untuk mendapatkan waktu istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan jika mengalami keguguran.

Sepertu diketahui, Ketua DPR RI Puan Maharani begitu getol mendorong bagi wanita melahirkan cutinya sampai 6 bulan

Kini, Puan Maharani meminta dukungan masyarakat Indonesia dalam merealisasikan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA).

Menurutnya, saat ini, mereka tengah memperjuangkannya bersama jajaran DPR RI dan pemerintah.

"Kami di DPR sedang memperjuangkan UU yang mengatur tentang cuti bagi ibu yang melahirkan. Teknisnya sedang dibahas di DPR dengan pemerintah," ujar Puan dalam acara Gebyar Inovasi Pelayanan Kesehatan Rakyat di Sekolah PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu, 18 Juni 2022.

Menurutnya, kedekatan ibu dan anak menjadi hal terpenting dalam menjaga pertumbuhan anak. Karena itu, cuti enam bulan kerap dibutuhkan.

Dibeberkan, cuti tiga bulan, kata Puan, dinilai cukup untuk membangun kedekatan dengan anak. Namun ibu yang sudah melahirkan butuh waktu lebih lama untuk berperan sekaligus menjaga keseimbangan anak.

"Kalau cuti tiga bulan memang cukup, tapi kalau bisa enam bulan, kenapa tidak? Tiga bulan selanjutnya nanti apakah ibu itu WFH jadi bisa terus-terusnya sama anak, bisa memberi ASI dan keluarga juga bisa ikut berperan. Jadi ibu-ibu bekerja tetap mengurus anaknya. Jadi kita dukung ya itu, terima kasih," tambahnya.

Dalam kesepakatan yang sama, Puan juga memanggil salah satu ibu hamil untuk naik ke atas panggung. Dia menanyai seputar kehamilan dan stunting.

Stunting menjadi fokus utama Puan dalam permasalahan saat ini. Itulah sebabnya dia menaruh perhatian lebih pada ibu hamil.

Seperti diketahui juga,
Penetapan masa cuti melahirkan sebelumnya diatur pada Undangan-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja dengan durasi waktu sebatas 3 bulan saja.

DPR RI menyepakati rancangan undang-undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) untuk dibahas lebih lanjut menjadi undang-undang.

Puan menyebut RUU ini dirancang untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang unggul.

Puan mengatakan ibu wajib mendapat waktu yang cukup untuk memberikan ASI bagi anak-anaknya, termasuk bagi ibu yang bekerja. Ia menegaskan, ibu bekerja wajib mendapat waktu yang cukup untuk memerah ASI selama waktu kerja.

"RUU KIA juga mengatur cuti melahirkan paling sedikit enam bulan, serta tidak boleh diberhentikan dari pekerjaan. Selain itu, ibu yang cuti hamil harus tetap memperoleh gaji dari jaminan sosial perusahaan maupun dana tanggung jawab sosial perusahaan," kata Puan dalam keterangan tertulisnya, Senin, 13 Juni 2022.

Puan juga mengungkapkan alasan mengapa lebih mengusulkan perpanjang masa cuti ibu melahirkan saja, tapi tidak cuti ayah.

Menurut Puan, cuti ibu hamil lebih prioritas, karena ibu yang melahirkan anak. Terlebih, kata dia jika keduanya kerja, maka tidak bisa cuti bersamaan.

"Bisa saja itu (usul cuti ayah) dibahas. Tapi kan kalau dari perspektif kami, yang melahirkan itu ibunya. Sehingga enggak mungkin dua-duanya cuti," kata Puan. (net/pp)

  • Bagikan