PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Kejanggalan demi kejanggalan muncul pada kasus baku tembak polisi di rumah Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo.
Ketua Pusat Studi Hukum Kepolisian (PSHK) Universitas Islam Sultan Agung Semarang Muhammad Taufiq ikut menyoroti insiden baku tembak polisi di rumah kadiv Propam PolriIrjen Ferdy Sambo,Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat, 8 Juli 2022.
Dalam peristiwa tersebut Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J tewas terkena tembakan Bharada E. Brigadir J yang merupakan ajudan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.
Brigadir J merupakan personel Brimob yang bertugas di Divisi Propam Polri. Dia juga sopir pribadi Putri Ferdy Sambo, istri Ferdy Sambo.
Bharada E merupakan anggota Brimob yang diperbantukan untuk menjadi ajudan Kadiv Propam Polri. Taufiq menyatakan Polri perlu menjelaskan kepemilikan senjata api laras pendek yang digunakan Bharada E untuk menembak Brigadir J.
Dia juga menyebutkan pihak kepolisian perlu menjelaskan secara terrinci terkait baku tembak yang menggemparkan publik itu.
Taufiq menilai ada sejumlah kejanggalan di balik insiden tersebut. "Di balik tewasnya Brigadir Joshua, masih menyisakan kejanggalan besar," kata Muhammad Taufiq kepada wartawan, Rabu (13/7).
Salah satu tanda tanya besar, lanjutnya, ialah soal kepemilikan senjata api oleh Bharada E yang secara kepangkatan dia adalah tamtama.
Diketahui, bharada merupakan singkatan dari Bhayangkara Dua, pangkat terendah di golongan tamtama. Urutan pangkat polisi golongan tamtama, yakni Ajun Brigadir Polisi (Abrip), Ajun Brigadir Polisi Satu (Abriptu), Ajun Brigadir Polisi Dua (Abripda), Bhayangkara Kepala (Bharaka) Bhayangkara Satu (Bharatu), dan Bhayangkara Dua (Bharada).
Taufiq menjelaskan berdasar Perkap Nomor 1/2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian, Bharada E sebagai tamtama tidak diperkenankan memegang senjata kecuali dalam pengamanan tertentu.
”Itu pun (dalam pengamanan tertentu) senjatanya laras panjang, bukan senjata api pendek," jelasnya.
Dia menyebutkan kejanggalan tersebut memunculkan asumsi liar di masyarakat, salah satunya kemungkinan ada masalah pribadi di balik tewasnya Brigadir J.
"Ada rumor tidak sedap yang beredar mengaitkan tewasnya Jhosua dengan isu negatif yang sempat berkembang diduga memiliki hubungan istimewa," pungkasnya.
Sebelumnya, Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengungkap detik-detik penembakan yang dilakukan Bharada E terhadap Brigadir J atau Nopryansah Yosua Hutabarat di kediaman Irjen Ferdy Sambo pada Jumat (8/7).
Brigjen Ramadhan menyebut penembakan berawal dari tindakan tercela Brigadir J yang memasuki kamar pribadi Irjen Ferdy Sambo selaku Kadiv Propam Polri.
"Ketika itu, istri Irjen Ferdy Sambo sedang istirahat (di kamar)," kata Ramadhan kepada wartawan, Senin (11/7).
Brigadir J kemudian melakukan pelecehan terhadap istri seorang jenderal polisi bintang dua tersebut.
"Lalu, Brigadir J menodongkan pistol ke kepala istri kadiv propam," kata Ramadhan.
Atas insiden itu, istri Irjen Ferdy Sambo langsung berteriak untuk minta tolong.
"Sontak ketika itu istri kadiv propam berteriak dan meminta tolong. Akibat teriakan tersebut, Brigadir J panik dan keluar dari kamar," kata Ramadhan.
Kemudian, Bharada E yang ada di rumah tersebut langsung mendatangi ke kamar dan bertemu dengan Brigadir J. Saat itu, Bharada E menanyakan ke Brigadir J terkait apa yang sebenarnya terjadi. Bukannya menjawab, Brigadir J malah menembak Bharada E.
"Akibat tembakan itu, terjadilah saling tembak dan menyebabkan Brigadir J meninggal dunia," kata mantan Kapolres Palu tersebut. (jpnn/pp)