Tampak dari depan (simpang empat Jl. Ratulangi) --riawan--
PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, PALOPO-- Untuk kedua kalinya, warga di Kelurahan Salobulo, Kecamatan Wara Utara, Kota Palopo, Sulawesi Selatan, kembali menutup Jl. Poros Sungai Rongkong, Senin, 25 Juli 2022.
Penutupan ini dilakukan oleh sejumlah warga (ahli waris) atas jalan sepanjang kurang lebih 125 meter persegi dan lebar 10 meter tak mendapat kompensasi dari pemerintah.
Bukan tanpa mediasi, menurut pengakuan, Andi Muhammad Saleh, salah seorang dari 42 ahli waris yang dijumpai di lokasi, dikatakan bahwa dalam bulan ini, sempat dilakukan mediasi sebanyak dua kali dengan pemerintah Kota Palopo. Akan tetapi proses mediasi tersebut tidak memberi solusi kepada ahli waris.
Pengakuan Andi Saleh yang mendapat kepercayaan dari rumpun keluarganya untuk mengurus permasalahan yang sedang mereka hadapi, selama ini pemerintah hanya pemberi harapan palsu (PHP).
"Bagaimana tidak ditutup, kita sudah dua kali diundang untuk mediasi dengan pemerintah. Setahu kami, mediasi itu dilakukan untuk mencari solusi. Tapi ini, dua kali kami diundang hanya untuk mendengar pertanyaan dari mereka yang mempertanyakan asal muasal tanah jalan tersebut. Padahal tanah ini jelas merupakan warisan dari orangtua kami dan itu ada bukti dalam surat alas haknya yang kami pegang," kata Andi Saleh.
Di lokasi, terlihat dia ujung jalan ditutup menggunakan kayu dan atap. Kemudian, juga dipasangi spanduk yang bertuliskan tanah tersebut ditutup sementara oleh ahli waris dengan dasar alas hak No. Akta Tanah: 20.08.20.03/01230, ahli waris dari pemilik tanah Andi Suhrah Binti Haji Andi Mattangkilang.
Penutupan ini dilakukan pukul 13:00 Wita dan rencananya akan berlangsung sampai mendapat kejelasan dari pemerintah untuk membahas persoalan kompensasi.
Dikonfirmasi terpisah jauh hari sebelumnya, pemerintah mengklaim tanah tersebut melalui Bidang Aset yang diungkap oleh Edwar, selaku Kasubdid Penata Usaha dan Pengamanan Barang Milik Daerah saat dikonfirmasi langsung, Rabu, 20 Juli 2022.
Menurutnya, jalan tersebut telah menjadi milik Pemkot Palopo sejak lama, berdasarkan wakaf dari orangtua para ahli waris yang saat ini menuntut jalan tersebut.
"Tanah jalan tersebut merupakan aset Pemkot Palopo. Itu merupakan tanah wakaf dari orangtua mereka yang jauh sebelumnya diwakafkan ke pemerintah," kata Edwar.
Akan tetapi bukti wakaf jalan tersebut kata Edwar, itu belum ada bukti surat yang dipegang oleh pihaknya.
Dilansir dari berita sebelumnya, permasalah ini bermula saat Andi Saleh hendak mengurus penjualan sebidang tanah dan pengurusan tersebut sampai ke kantor Dispenda pada (03/01/2020) dua tahun lalu. Andi Saleh yang dipercayakan mengurus penjualan tanah dan pajak, sempat berdebat dengan pihak Bapenda karena diwajibkan membayar pajak BPHTB sebesar Rp7,5 juta. Sementara luas sebidang tanah yang hendak dijual ke seorang pria bernama Bakri, seluas 442 meter persegi dengan harga kurang lebih Rp100 juta.
Penasaran karena dibebankan pajak BPHTB yang dianggap terlampau tinggi, pihak ahli waris kemudian mempertanyakan permasalahan mereka ke beberapa dinas, termasuk pertanahan, dan hasilnya, pajak BPHTB tersebut dihitung berdasarkan hasil kalkulasi Dispenda berdasarkan luas tanah seluas 2 .168 meter persegi (termaksud badan jalan).
Dia mengaku sempat menego agar tanah jalan tidak dihitung dalam pajak tersebut, karena mengingat tanah mereka telah dijadikan jalan umum namun, karena permintaan ahli waris tak mendapat respon baik, setelah membayar pajak, pihak ahli waris pulang untuk menutup jalan.(riawan)