Ekonomi Sulsel Ekspansi, Konsumsi Pemerintah Kontraksi

  • Bagikan
Ikhwan Mahmud, Kepala KPPN Palopo
  • Oleh: Ikhwan Mahmud, SE, MSE

Menarik mencermati rilis pertumbuhan ekonomi nasional periode triwulan II tahun 2022. Ekonomi
nasional tumbuh ekspansif sebesar 5,44 persen secara year on year (yoy), dan 3,72 persen secara quarter to quarter (q-to-q).


Mengapa rilis kondisi ekonomi nasional maupun regional kali ini sangat ditunggu-tunggu? Dikutip dari media bisnis.com, konsensus pertumbuhan ekonomi nasional oleh para ekonom dari berbagai lbaga berada pada kisaran 5,18 persen. Namun konsensus tersebut tetap dibayang-bayangi kekhawatiran terjadinya pembalikan arah ekonomi bahkan resesi sebagaimana yang telah terjadi di beberapa negara besar termasuk Amerika Serikat. Kondisi ketidakstabilan geopolitik antar negara yang menyebabkan naiknya harga beberapa komoditas penting serta kelangkaan pangan akibat terganggunya rantai pasokan pangan menjadi sumber utama kelesuan ekonomi global.

Rilis BPS di Jumat 5 Agustus 2022 menunjukkan ekonomi nasional tumbuh jauh lebih tinggi dari
perkiraan para ekonom dari berbagai lembaga yang kredibel. Bauran kebijakan fiskal dan moneter yang ditempuh pemerintah bersama Bank Indonesia (BI), terbukti manjur dalam mengawal kondisi
fundamental ekonomi nasional. Berbagai kebijakan fiskal yang ditempuh pemerintah, a.l. peningkatan subsidi BBM, berbagai program bansos, diiringi dengan kebijakan BI menahan tingkat suku bunga rendah, efektif menjaga sektor riil untuk tetap tumbuh.

Kondisi Ekonomi Regional Sulsel Rilis BPS Sulsel di hari yang sama menunjukkan bahwa ekonomi Sulsel pun masih mampu tumbuh 5,18 persen secara yoy, dan 8,38 persen secara q-to-q. Walaupun meningkat, namun pertumbuhan ekonomi Sulsel berada di bawah angka pertumbuhan secara nasional. Nilai keseluruhan ekonomi Sulsel di periode triwulan II mencapai Rp90,35 triliun Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) dan Rp151,34 triliun Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB).

Masih menurut data BPS Sulsel, sumber pertumbuhan ekonomi Sulsel menurut lapangan usaha
adalah industri pengolahan yang menyumbang kontribusi 1,59 persen disusul aktivitas perdagangan dengan kontribusi 1,52 persen. Berdasarkan pengeluaran, ekonomi Sulsel masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga dengan share 54,05 persen, sedangkan kinerja ekspor menjadi menyumbang pertumbuhan tertinggi pada level 44,11 persen.


Kinerja APBN/APBD Yang patut menjadi perhatian, di tengah ekspansifnya seluruh sektor atau indikator pertumbuhan yang lain, justru konsumsi pemerintah mengalami perlambatan hingga minus 17,18 persen. Artinya aktivitas belanja pemerintah, baik melalui APBN maupun APBD di wilayah Sulsel mengalami perlambatan di banding capaian periode yang sama tahun sebelumnya.

Karena penulis tidak memiliki data realisasi APBN/APBD wilayah Sulsel hingga semester I 2022, maka data yang digunakan pada tulisan kali ini adalah data realisasi wilayah Luwu Raya yang terdiri atas 4 daerah kab/kota. Sampel data dianggap mewakili karakteristik umum belanja pemerintah melalui APBN/APBD yang cenderung lambat di periode awal tahun berkenaan. Belanja pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh instansi vertikal kementerian/lembaga di daerah serta penugasan kepada beberapa OPD pemda menunjukkan angka yang konsisten. Realisasi hingga semester I 2022 mencapai Rp359,04 miliar atau 47,11 persen dari total pagu tahun 2022.

Namun capaian tersebut menurun 7,12 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp386,57 miliar. Penurunan tersebut tidak semata-mata akibat keterlambatan satker, tapi sebagian disebabkan oleh menurunnya alokasi (pagu) anggaran yang dikelola, dari semula Rp809,69 miliar di tahun 2021 menjadi Rp762,15 miliar di tahun ini.

Dari sisi APBD, realisasi belanja masih jauh dari kata optimal. Kinerja belanja daerah hingga
berakhirnya semester I 2022 baru mencapai Rp1.557,7 miliar atau 28,73 persen dari total pagu belanja Rp5.422,8 miliar. Tidak sulit untuk memprediksi rendahnya serapan APBD karena dana transfer ke daerah yang menjadi penyumbang terbesar sektor pendapatan APBD, penyerapannya juga cenderung lambat.

Salah satu jenis dana transfer yang serapannya rendah adalah Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik yang di tahun 2022 alokasinya mencapai Rp525,3 miliar. Hingga semester I 2022, penyaluran baru mencapai Rp62,2 miliar atau 11,83 persen. Perlu menjadi catatan juga bahwa angka Rp62,2 miliar tersebut “transit” terlebih dahulu ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) masing-masing daerah, sehingga masih membutuhkan waktu agar dananya ditansmisikan ke sektor perekonomian dan menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi.

Menurut hemat penulis, sudah saatnya pengelolaan belanja pemerintah tidak lagi business as usual, yang menunggu direalisasikan di jelang deadline atau jelang akhir tahun. Konstruksi berpikir mengenai urgensi percepatan belanja negara/daerah perlu ditanamkan. APBN/APBD yang menjalankan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi, diharapkan menghasilkan multiplier effects yang optimal untuk pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.(*)

  • Bagikan