Rencana Medical Tourism di Palopo tidak Realistis

  • Bagikan

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, Wali Kota dan Ketua IDI beberapa waktu lalu menggaungkan rencana Medical Tourism untuk dikembangkan di Palopo dengan hanya bermodalkan jumlah dokter dan adanya pasien dari beberapa daerah sekitar yang dirujuk ke Palopo.


Dikatakan pengamat perkotaan, H. Bangun Tangke Padang, kalau Medical tourism adalah suatu konsep baru di bidang medis yaitu perjalanan seseorang ke luar negeri atau keluar daerah untuk tujuan mendapatkan perawatan kesehatan baik general check up, treatment, maupun rehabilitasi dan sekaligus melakukan wisata serta adanya biaya medis yang murah.

Pasien yang mencari layanan kesehatan hingga lintas negara atau lintas dengan tujuan seperti tersebut di atas dimana destinasi wisata medis tersebut memiliki keunggulan spesifik serta adanya infrastruktur pariwisata sebagai kombinasi atau ketertarikan lain yang mentrigger pengunjung.

Sebagai contoh, untuk tingkat negara, Healthy Travel Media merangkum 10 medical tourism terbaik di dunia di antaranya: India, Brazil, Malaysia, Thailand, Turki, Meksiko, Costa Rica, Taiwan, Korea Selatan, dan Singapura. Sementara Indonesia, belum sama sekali menggarap Medical Tourism.

Negara-negara tersebut menyediakan keunggulan spesifik penanganan medis, misal di Penang Malaysia dengan penanganan kanker yang lebih canggih dan moderen serta biaya murah atau Thailand dengan bedah estetika yang bagus dan biaya murah.

Di samping penangan medis, maka pasien atau pengunjung beserta keluarganya sekaligus berwisata yang disediakan oleh negara-negara tersebut dengan fasilitas berwisata yang mudah dan murah seperti hotel dan transportasi.

Di samping itu, untuk tingkat negara ini, negara-negara yang menggarap Medical Tourism ini memberikan kemudahan mendapatkan visa seperti Visa on Arrival dengan durasi tinggal 3 bulan.

Malaysia sudah lama menerapkan konsep medical tourism sejak tahun 1997 usai krisis ekonomi Asia. Bahkan pemerintah Malaysia serius membentuk konsep medical tourism dan mendirikan the National Committee for the Promotion of Medical and Health Tourism (NCPMHT) yang kini menjadi Malaysia Healthcare Travel Council (MHTC).

NCPMHT didirikan berselang satu tahun sejak menerapkan konsep medical tourism di negaranya, tepatnya pada bulan Januari 1998. Tujuannya untuk membentuk kebijakan agar industri dapat tumbuh dengan cara mengidentifikasi negara sasaran yang cocok untuk promosi wisata kesehatan, mengajukan insentif pajak yang sesuai, dan lain-lain. Bahkan salah satu rumah sakit seperti di Prince Court Medical Center terdapat fasilitas hotel bintang lima lengkap dengan kolam renang dalam ruangan untuk hidroterapi.

Sementara untuk dalam negari, sebenarnya Bali sudah menggagas konsep medical tourism namun belum maksimal perkembangannya jika dibandingkan negara tetangga yang sudah lama menggagas konsep medical tourism. Bali Mandara Hospital di Sanur menerima anggaran dana tahunan provinsi sebesar AU $ 19 juta untuk pembangunan dan diinvestasikan dalam bentuk fasilitas kesehatan agar mencapai standar internasional. Rumah sakit ini dapat dukungan penuh dari Royal Darwin Hospital Australia.

Menurut Medical Departures, salah satu pasar medis terbesar di dunia, mengungkapkan bahwa, investasi besar ke dalam industri perawatan kesehatan di Bali sudah berlangsung.

Sementara itu di Sabang Provinsi Aceh juga akan menggarap medical tourism dengan melihat begitu banyak warga wilayah Sumatra Bagian Utara berobat ke Malaysia dan mereka akan bekerjasama dengan India untuk membangun fasilitas medis serta mengupayakan mendatangkan tenaga dokter dari India.

Mereka juga mengandalkan pariwisata di Sabang yang juga sudah mendunia sebagai pendukung program tersebut.
Selain itu Banyuwangi daerah yang kini sedang berkembang pesat industri pariwisatanya juga tengah menjajaki konsep medical tourism.
Rumah sakit di Banyuwangi juga tampak kian berbenah untuk menangkap peluang secara global di bidang industri kesehatan. Yang sudah berjalan sekarang adalah layanan hemodialisis (cuci darah) dimana banyak pengunjung berwisata sambil cuci darah (2-4 jam) dan selebihnya untuk jalan-jalan.

Bagaimana dengan Kota Palopo yang rencananya mau menggagas Medical Tourism? Apa yang mendudukung rencana ini? Bandingkan dengan Makassar yang tidak menggarap Medical Tourism, memiliki beberapa rumah sakit bertaraf internasional serta fasilitas yang canggih dan moderen didukung oleh ribuan dokter spesialis yang sudah kualified dan sangat berpengalaman.

Pernyataan Ketua IDI Palopo yang menyebut ada 150 dokter yang sepertiganya ada dokter spesialis serta RSUD Sawerigading yang kerap menjadi rujukan daerah sekitar, adalah argumen yang tidak realisistis untuk dijadikan acuan rencana Medical Tourism.

Untuk kebutuhan penanganan berbagai penyakit yang parah, sampai saat ini masih dirujuk ke Makassar. Menurut kami, sampai suatu saat ada rumah sakit bertaraf Internasional di Palopo serta adanya dokter-dokter spesialis yang berkualitas dan berpengalaman, itu adalah kebutuhan masyarakat yang notabene tidak perlu dijadikan Medical Tourism maka masyarakat akan menggunakan jasa rumah sakit dan dokter spesialis tersebut.

Menurut kami, justru Tana Toraja yang memiliki industri pariwisata yang bagus memliki peluang untuk menggarap Medical Tourism. Namun butuh investor besar untuk membangan rumah sakit bertaraf international serta mendatangkan dokter-dokter spesialis yang bagus untuk mendukung.

Untuk itu, sebaiknya Pemerintah Kota Palopo, fokus menangani kebutuhan-kebutuhan mendesak masyarakat Kota Palopo saat ini seperti penanganan banjir, penanganan pengangguran, dan lain-lain, ketimbang menghabiskan anggaran untuk konsultan, studi banding, riset dan lain-lain untuk rencana Medical Tourism yang jelas-jelas tidak realistis untuk dilaksanakan.(rls)

  • Bagikan