Ketua Pengadilan Makale Ricard Edwin Basoeki didampingi tokoh adat ba'lele Natan Limbong saat menjelaskan tertundanya pembacaan putusan, Senin, 29 Agustus 2022. --albert tinus--
PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, RANTEPAO-- Ribuan Masyarakat Ba'lele yang tergabung dalam aliansi masyarakat Sangtorayan, menyambangi Kantor Pengadilan Makale Tana Toraja, Senin, 29 Agustus 2022.
Mereka ingin mendengarkan putusan hakim terkait kasus tanah Lapangan Gembira di Rantepao, Kabupaten Toraja Utara.
Tampak masyarakat silih berganti melakukan orasi seraya menunggu pembacaan putusan.
Terlihat, di mobil yang berisikan pengeras suara, para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan korlap silih berganti berorasi menyampaikan maksud dan tujuan mereka datang ke Pengadilan Negeri Makale.
Juga, menyampaikan sejarah lokasi tanah tersebut, yang diklaim oleh Keluarga Hatta Ali adalah miliknya.
Terkait penundaan pembacaan tersebut, sebelumnya telah disampaikan Humas pengadilan Negeri Makale.
Ia menyampaikan di hadapan massa di depan kantor pengadilan bahwa tertundanya sidang ini karena hakim lagi cuti usai ada pelatihan. Cuti karena urusan keluarga.
Ketua Pengadilan Negeri Makale Tana Toraja Richard Edwin Basoeki, SH, MH, di depan kantor pengadilan didampingi tokoh Adat Ba'lele Natan Limbong menyampaikan bahwa persidangan ini dilakukan secara icord. Artinya, segala pemberitahuan baik itu putusan, baik itu penundaan sekaligus itu masing-masing akan terkirim ke akun para pihak kuasa yang sudah terdaftar.
"Penundaannya kemarin secara icord kesimpulannya konslusinya tanggal 15 Agustus pada saat sebelum pulang kantor harus kami tunda untuk putusan. Nah, ini baru penundaan. Penundaannya hari ini karena hakim cuti. Alasan keluarga yang posisinya saat ini di Manado. Anggota saya yang satu baru pulang dari Makassar Diklat selama satu minggu. Personil kami ada enam termasuk Ketua, Wakil, dan Anggota,'' katanya.
Menurut Ketua Pengadilan Makale, pihaknya banyak perkara yang ditangani. ''Kami cuma bukan tulis nota lalu selesai putusan, tidak! Saya juga seperti Anda-anda. Saya pernah jadi mahasiswa menuntut seperti ini. Kok lama banget. Ya, namanya putusan Pak, bisa dibayangkan suratnya setebal 50 sentimeter. Itu bagaimana? Kami bukan robot,'' bebernya.
"Kami bisa tunda waktu penundaan berikutnya sistem kami itu akan tertutup pada jam sekian. Contoh kami menunda untuk penyerahan misalnya replik duplik closenya jam dua, jam dua baru sistem itu terkunci. Nah kapan ini ditunda? Nanti sebentar setelah jam dua lewat baru bisa kami tunda. Dan, itu penyampaian akan tersampaikan ke akun masing-masing pihak di situ.Jadi bukan berarti kami sampaikan ke bapak /ibu. Bapak /ibu tidak masuk dalam pihak yang terdaftar akunnya di dalam,'' jelas Ketua Pengadilan Negeri Makale.
Sementara itu, Tokoh Masyarakat Adat Ba'lele Natan Limbong menjelaskan di hadapan awak media, aksi demo saat ini tidak ada kejelasan keputusan. Jadi, kami akan tetap menuntut. Bahwa, putusan ini harus nyata. Kami tidak menghalalkan bahwa kami kalah. Pemerintah harus tahu bahwa semua tanah-tanah kami yang sudah diberikan kepada pihak pemerintah untuk kepentingan umum, kami akan ambil kembali.
"Apa yang yang kami berikan ini tidak dapat dipertanggungjawabkan, tidak bisa diperjuangkan. Padahal ini tempat anak-anak kita untuk sekolah. Bukan hanya anak kami dari Ba'lele tetapi semua yang membutuhkan untuk sekolah di situ," bebernya.
Seperti diketahui, tanah sengketa lapangan gembira eks pacuan kuda yang menggugat adalah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan karena aset di dalam adalah miliknya seperti SMA Negeri 2 Toraja Utara, Kantor Samsat, Kantor KPH Saddang ll, serta ada pula Kantor Telkom ,Gudang Pupuk, Puskesmas Rantepao, dan GOR Rantepao.
"Pembacaan keputusan yang direncanakan hari ini kami tunggu. Hasil keputusan itu nantinya kami ambil langkah. Mungkin kami larinya ke Adat. Dan setelah ini, kami akan adakan sidang adat. Berarti, kami akan ambil keseluruhan tanah itu yang telah kami berikan. Karena, pemerintah daerah tidak bertanggung jawab dalam persoalan ini. Padahal, tanah yang diserahkan oleh orang tua kami untuk kepentingan umum. Ada beberapa lokasi itu diantaranya SMAN 1 ,SMPN 1,Art Center, Lapangan Bakti termasuk lapangan gembira eks pacuan kuda. Kami akan ambil kembali untuk masyarakat Ba' lele,'' jelas Tokoh Adat Ba'lele Natan Limbong.
Ditambahkan Isarel Sedan Lobo', jika hukum ini tidak memihak kepadanya, maka pihaknya akan berjalan terus. Tidak akan pernah mundur. Apapun yang terjadi. Kami akan tetap tampil. Dan, jangan coba-coba menduduki lapangan gembira. Kenapa?
''Karena lapangan gembira tempat nenek kami bersenang-senang saat itu. Lalu, kalian mau rebut begitu saja. Kalau ada saudaraku yang jadi saksi saat sidang dulu muncul lalu bilang mungkin kami sudah salah ucap,'' katanya.
"Saya mengingatkan kepada saudaraku , apalagi lahir di Toraja. Dia tahu bahwa seperti ini sejarah tanah leluhur ini agar tampil di hadapan keluarga besar Sangtorayan mengakui kesalahannya. Tetap kami berjuang bersama seluruh rumpun keluarga adat Ba'lele Kakondongan dan bersama seluruh aliansi masyarakat Sangtorayan," tegas Pong Fatra sapaan akrabnya.
Aksi sempat ricuh pada saat massa yang hendak masuk ke halaman kantor pengadilan. Tiba-tiba disemprot air dari mobil Canon Polres Tana Toraja , sehingga massa melempar dengan air gelas mineral dan botol ke dalam kantor Pengadilan Makale Tana Toraja.
Namun, hal itu berhasil diredam oleh Korlap dan Tokoh Masyarakat Adat ba'lele Toraja Utara.
Salah satu penyebab terjadinya keributan, dipicu saat Humas Pengadilan Makale menginformasikan bahwa Sidang Pembacaan ditunda karena Hakimnya lagi Cuti.
Sontak, massa berteriak tak terima. Karena, merasa dipermainkan oleh hakim di Pengadilan Makale Tana Toraja.
Aksi damai ribuan masyarakat Aliansi Masyarakat Sangtorayan tersebut sempat menutup jalan di depan kantor PN Makale. Mereka membakar ban. Ini sebagai wujud atau bentuk perlawanan mereka kepada para oknum mafia tanah yang bermain dikasus Lapangan Gembira Rantepao.(albert tinus)