PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Kabinet Joko Widodo rupanya tidak kompak soal kenaikan harga telur yang kini kain membubung tinggi.
Mereka adalah Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan alias Zulhas dan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini.
Zulhas tetap kukuh dengan analisanya. Ia menyebut kenaikan harga telur ayam ras di pasaran disebabkan tingginya permintaan untuk memenuhi bantuan sosial (bansos). Pernyataan tersebut sebelumnya telah dibantah Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini.
“Memang Mensos tidak memberi telur. Tidak. Tapi memberikan bantuan kepada daerah, daerah jadikan bantuan dalam bentuk pangan. Itu rupanya kesepakatan Kementerian Perdagangan dan Kemensos dulu karena dulu telur itu nggak laku,” kata Zulhas saat Rapat Kerja Komisi VI DPR RI, Selasa, 30 Agustus 2022.
Ia mengatakan, kebijakan tersebut masih diteruskan sampai sekarang dan membuat pasokan telur di pasar berkurang lantaran diserap oleh bantuan pemerintah itu.
“Nah kebijakan ini diteruskan, walaupun zaman sudah berbeda. Di daerah-daerah bantuan PKH-nya dibelikan pangan, antara lain telur. Dan ini rapel 3 bulan, sehingga dalam waktu 5 hari jadi banyak kesedot ke situ. Akhirnya pasokan pasar kurang sedikit. Maka harga menjadi naik,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Zulhas membeberkan alasan lain soal kenaikan telur ayam ras yang terjadi sejak pertengahan Agustus. Menurutnya, penyebab kenaikan harga telur karena pada 2021 sempat turun sampai Rp 14.000 per kilogram (kg).
Kemudian, imbasnya para peternak memilih melakukan pengurangan induk atau afkir dini sehingga pasokan telur berkurang.
“Memang kenaikan itu, satu, dampak dari pada tahun 2021 telur itu waktu itu sampai Rp 14.000 kita masih pandemi. Rp 14.000 itu rugi karena ongkosnya telur itu Rp 24.000. Oleh karena itu, pada waktu itu terjadi apa yang kita sebut afkir dini. Induknya dipotong dijadikan ayam potong dampaknya tentu sekarang,” bebernya.
Alasan ketiga, menurut Ketua Umum Partai Amanat Nasional ini, kenaikan harga telur ayam ras disebabkan banyaknya permintaan di tengah pemulihan pasca-pandemi Covid-19. “Sekarang kita ini walaupun belum pengumuman resmi masih harus pakai masker tetapi kegiatan sudah hampir pulih semua. Restoran penuh. Sudah hampir pulih mengakibatkan permintaan naik,” ujarnya.
Kendati demikian, ia memastikan hingga akhir Agustus ini harga telur ayam di pasaran telah berangsur turun. Meskipun dari hasil pantauannya, kenaikan harga telur masih terjadi di Papua dan Maluku.
“Tapi hari ini kita udah cek. Jatim antara Rp 28.000-Rp 30.000, DKI Jakarta masih Rp 30.500, Sumatera di bawah Rp 30.000, Kalimantan Rp 30.000 dan memang yang paling tinggi Papua dan Maluku tapi trennya sudah menurun,” katanya.
Soal kenaikan harga telur ini, Zulhas meyakini bahwa dalam waktu dua pekan akan segera stabil di harga Rp 27.000-Rp 29.000.
“Kita sudah undang para pelaku disektor ini. Mereka, bukan kata saya, meyakinkan sekali kepada kami ‘Ini temporer nggak sampai dua minggu sudah (stabil)’. Memang harga normalnya Rp 27.000-Rp 29.000. Jadi, dia akan bergeser. Karena modalnya itu Rp 24.000,” pungkasnya.(jp/pp)