Eksekusi Sebidang Tanah di Rampoang oleh PN Palopo Dinilai Keliru

  • Bagikan

Pihak PN Palopo saat menyerahkan berita acara eksekusi lahan ke perwakilan pemohon eksekusi. --riawan junaid--

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, RAMPOANG-- Eksekusi sebidang tanah yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri (PN) Palopo yang berada di pinggir Jl. Trans Sulawesi, poros Kelurahan Rampoang, Kecamatan Bara, Palopo, dinilai tidak sah oleh 10 orang bersaudara yang mengaku ahli waris dari sebidang tanah tersebut, sekaligus selaku pihak tereksekusi. Eksekusi lahan ini berlangsung sekira pukul 09:30 Wita pagi tadi, Senin, 26 Desember 2022.

Najamuddin, SH, pendamping hukum (PH), pihak tereksekusi, ia menilai prosedur eksekusi paksa yang dilakukan oleh PN Palopo dan volume sebidang tanah di selebaran tidak sesuai dengan fakta lapangan.

"Seperti yang tertera pada selebaran perkara, disitu volume lahan 360 meter persegi. Sementara luas lahan yang dieksekusi itu kurang lebih 500 meter persegi," kata Najamuddin ditemui di lokasi.

Tidak hanya itu saja kekeliruan PN Palopo, lanjutnya. Disebutkan pula bahwa gugatan yang perna dilayangkan oleh Abdul Haliq (alm) yang kemudian dilanjutkan oleh istrinya, Nurjaya kepada Juswan Jufri itu juga dianggap sangat keliru.

"Gugatan yang diajukan oleh almarhum kepada Juswan Jufri, yang terjadi sekira sepuluh tahun lalu kemudian dilanjut oleh Nurjaya, perlu diketahui itu sangat keliru. Karena sebidang tanah tersebut merupakan hak dari 10 orang bersaudara, bukan milik pribadi Juswan Jufri," ucapnya.

Karena PN Palopo dianggap mengenyampingkan hak sembilan orang bersaudara yang juga memiliki hak atas sebidang tanah tersebut, ahli waris didampingi PH rencana akan melaporkan dugaan penyerobotan lahan dan pengrusakan tanaman yang dilakukan PN Palopo.

"Sebidang tanah yang sudah dieksekusi pagi tadi, itu tanah warisan dari pasangan suami istri almarhum Jufri dan Sitti Juhari dengan dasar bukti pembayaran pajak tahun 1977. Kemudian dari pasangan suami istri ini, mereka memiliki 10 orang anak diantaranya ST. Juhreni, Sitti Juhera, Jusman, Jumran, Jusmadi Djufri, Junaedi, Irwana, Juwita, Anti Pertiwi dan Juswan Jufri. Sepuluh orang bersaudara ini, semuanya memiliki hak atas sebidang tanah itu, jadi keliru jika pihak penggugat atau pemohon eksekusi jika hanya satu orang saja yang digugat. Karena menganggap eksekusi lahat tersebut tidak dengan prosedur yang benar, sehingga 9 orang bersaudara ini akan melaporkan penyerobotan lahan dan pengrusakan tanaman yang ada di dalam lokasi tersebut ke Polres Palopo," tegasnya.

Dari pantauan di lokasi eksekusi, menurut ST. Juhreni, salah seorang ahli waris, mengaku sama sekali tidak mendengar atau mengetahui PN Palopo melakukan pembacaan eksekusi lahan.

Kemudian, terkait lahan tersebut ia pula menambahkan bahwa gugatan yang dulu dilayangkan oleh almarhum Abdul Haliq kepada Juswan Jufri di PN Palopo, dikatakan sempat dimenangkan oleh pihak tergugat akan tetapi pihak penggugat yang banding di Kejati Sulsel dan MA, itu dimenangkan.

"Tahun 2004, saudara kami bernama Juswan Jufri menang di PN Palopo atas gugatan almarhum Abdul Haliq. Tapi tidak tahu kenapa saat banding di Kejati dan MA mereka menang. Padahal sejauh ini mereka (penggugat) tidak memiliki bukti atas kepemilikan tanah tersebut, sementara kami memiliki bukti pembayaran pajak atas yang tersebut oleh almarhum bapak kami," kata ST. Juhreni.

Selain memegang bukti pembayaran pajak, disebutkan pula bahwa pihak tereksekusi ini memiliki tulisan tangan dari penggugat yang tinggal di Jakarta yang meminta agar pihak tereksekusi menyisakan 1 meter tanah yang berbatasan dengan tanah penggugat.

"Kalau itu memang tanah mereka, kenapa almarhum Abdul Haliq mengirim surat ke Juswan Jufri, saudara kami. Dia (alm. Abdul Haliq) mengirim surat ke Juswan Jufri tahun 2012 yang isinya meminta disisakan tanah satu meter yang berbatasan dengan tanah orangtuanya sebelah Utara dan mungkin karena kami tidak memenuhi permintaan itu, sehingga gugatan dilayangkan oleh almarhum ke saudara kami," jelasnya.(Riawan)

  • Bagikan