Pelangsir Solar Terancam Hukuman 6 Tahun Penjara

  • Bagikan
ANTREAN kendaraan di SPBU Binturu mendapatkan solar, Selasa siang pukul 13.00 Wita, kemarin. Kendaraan yang antre didominasi jenis Panther plat hitam nopol DD dan DW. ALDY/PALOPO POS

Bila Kedapatan, Bahkan Bisa Kena Denda Rp60 M

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, PALOPO -- Saat ini banyak bermunculan praktik curang penyelewengan BBM solar. Disinyalir menggunakan kendaraan jenis Panther dengan nopol plat hitam. Padahal ancamannya serius hukuman pidana 6 tahun atau denda sebesar Rp60 miliar.

Solar subsidi ini diduga ditimbun dan dibawa ke luar daerah. Lalu dijual ke sektor industri dengan harga kisaran Rp10 ribu hingga Rp12 ribu per liter. Untung yang didapat pun berkali lipat.
Hingga saat ini, Polres Palopo baru satu mengungkap kasus pelangsir (penimbun) BBM solar subsidi. Bahkan empat pelaku yangs empat diamankan, tak ditahan. Kini bebas hanya dikenakan wajib lapor.

Praktik curang ini tak kunjung mendapat keseriusan dari pemerintah dan aparat kepolisian. Malah praktik ini makin merajalela.

Terpantau Palopo Pos di sejumlah SPBU di Kota Palopo, sebagian besar kendaraan yang antre mengisi solar adalah jenis Panther plat hitam. Bukan angkutan umum plat kuning.

Para pelangsir ini membeli solar subsidi dengan harga Rp6.800 per liter, lalu dijual ke sektor industri kisaran harga Rp10 ribu-Rp12 ribu per liter. Sementara, harga solar industri saat ini mencapai Rp24.450 per liter. Ada selisih harga Rp17.650 per liter. Praktik curang ini oleh pusat bisa dipenjara atau denda dengan jumlah besar.

Sesuai ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas). Penerapan denda dalam penyalahgunaan BBM juga mendapatkan dukungan dalam Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) Pasal 55, yang disebutkan bahwa "Penyalahgunaan pengangkutan BBM ataupun perniagaan BBM maka di situ akan dikenakan sanksi denda mencapai Rp 60 miliar dan hukuman pidana 6 tahun penjara".

"UU Migas juga seperti itu tertulis ada sanksi pidana itu. Setiap bulan kami melakukan verifikasi volume untuk mengajukan subsidi yang akan dibayar oleh Pemerintah. Kalau kami menjumpai sebuah penyelewengan, tentu kami tidak bayar subsidinya, dan kami laporkan ke polisi dan dilakukan pendalaman," terang Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Erika.

Erika menambahkan, misalnya Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan penyalurannya terlibat atas penyalahgunaan, maka akan diberikan sanksi dan pencabutan Izin Usaha-nya.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman mengatakan langkah yang dilakukan Polri merupakan bentuk penyelamatan hak masyarakat yang kurang mampu untuk mendapatkan BBM subsidi.

Fajriyah menyebut aparat Kepolisian terus melakukan pengawasan di seluruh wilayah Indonesia untuk memastikan BBM subsidi dipergunakan semestinya oleh yang berhak. Oleh sebab itu, setiap penyelewengan terhadap BBM bersubsidi merupakan tindakan kriminal melawan hukum.
Adapun, berdasarkan informasi yang dihimpun dari Polri, pelaku penyelewengan BBM bersubsidi dilakukan dengan berbagai modus. Di antaranya pengisian berulang oleh mobil pelangsir atau truk.

Kemudian, pembelian dengan jerigen oleh pengecer, pembelian oleh truk tambang atau galian tanpa muatan, pembelian oleh truk tambang, pembelian oleh truk sawit dan pembelian Solar melalui pihak ketiga.
Menurut dia tingginya disparitas harga Solar subsidi yang di jual Rp 6.800 per liter dengan solar non subsidi (industri) yang dijual sesuai dengan harga keekonomian Rp24.450 perliter, ditengarai menjadi pemicu berbagai modus penyelewengan tersebut. Pengawasan dan koordinasi erat dengan kepolisian pun harus terus dilakukan.(idr)

  • Bagikan