Prof Aswanto Hakim MK Asal Tana Luwu Dicopot, DPR: Kinerjanya Mengecewakan

  • Bagikan

Prof Aswanto Hakim MK

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul mengatakan, salah satu penyebab Aswanto dicopot dari jabatannya sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK) karena kinerjanya yang dinilai mengecewakan. Terutama, banyak produk undang-undang yang dibuat DPR justru dibatalkan oleh Aswanto, padahal Aswanto merupakan hakim MK dari perwakilan DPR.

“Tentu mengecewakan dong. Ya gimana kalau produk-produk DPR dianulir sendiri oleh dia (Aswanto), dia wakilnya dari DPR. Kan gitu toh,” kata Bambang di Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (30/9).

Dia lantas mengibaratkan dengan direksi yang diusulkan pada sebuah perusahaan, pasti akan mengambil kebijakan yang sesuai dengan arahan owner. Jika tidak, maka yang bersangkutan bakal dicopot dari jajaran direksi.

Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul mengatakan, salah satu penyebab Aswanto dicopot dari jabatannya sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK) karena kinerjanya yang dinilai mengecewakan. (dok JawaPos.com)

“Ya bukan kecewa. Dasarnya Anda tidak komitmen, gitu lho. Enggak komit dengan kita, ya mohon maaf-lah ketika kita punya hak, dipakai-lah,” tegas Bambang.

Apalagi, lanjut Bambang, terdapat surat konfirmasi dari MK yang memberikan penjelasan tidak ada periodisasi. Menurut Bambang, keputusan DPR tidak memperpanjang masa jabatan hakim konstitusi Aswanto merupakan keputusan politik.

“Ini keputusan politik, tentu ini nanti karena hadirnya keputusan politik juga karena hadirnya surat MK toh? Kan gitu lho, dasar-dasar hukumnya bisa dicari-lah, tapi ini kan dasar surat MK yang mengkonfirmasi, tidak ada periodesasi, ya sudah,” tegas Bambang.

Sebelumnya, DPR RI telah menyetujui dan mengesahkan pergantian Hakim Konstitusi Aswanto dari jabatannya dalam rapat paripurna DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/9) kemarin. DPR mengesahkan Sekretaris Jenderal MK Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi, menggantikan Aswanto. Pengesahan itu dilakukan secara tiba-tiba, karena tidak masuk ke dalam agenda rapat paripurna DPR RI.

Aswanto merupakan hakim MK sejak 21 Maret 2014 hingga 21 Maret 2019. Pada periode kedua, Aswanto mengadili dan menyetujui UU MK yang memperpanjang masa jabatannya sehingga menjadi pensiun pada 21 Maret 2029. Untuk jabatan struktural, Aswanto adalah Wakil Ketua MK sejak 2 April 2018.

Baca juga:Paripurna Setujui Guntur Hamzah Jadi Hakim MK Usulan DPR Gantikan Aswanto

Selain menjadi hakim MK, ia menjadi guru besar ilmu pidana di Universitas Hasanuddin Makassar. Dalam putusan-putusan MK, ia dalam posisi menolak presidential threshold 20 persen.

"Mahkamah Konstitusi harusnya melakukan peran dan fungsi konstitusionalnya mengoreksi atau melakukan review terhadap substansi undang-undang sekalipun ketika perubahan UUD 1945 (1999-2002) muncul semangat untuk menyederhanakan partai politik demi menopang sistem pemerintahan presidensial. Terkait dengan semangat tersebut, Mahkamah Konstitusi seharusnya menempatkan atau lebih memberikan prioritas pada pemenuhan hak konstitusional (constitutional rights) dari partai politik peserta pemilu dibandingkan dengan pemenuhan atas penilaian bahwa desain konstitusi (constitutional design atau constitutional engineering) menghendaki penyederhanaan jumlah partai politik peserta pemilu," kata Aswanto dalam pertimbangannya.

Secara tekstual, hak konstitusional partai politik peserta pemilu untuk mengusulkan pasangan calon presiden (dan wakil presiden) diatur secara eksplisit dalam Pasal 6A ayat (2) UUD 1945. Berbeda dengan hak konstitusional partai politik peserta pemilu, pandangan terkait design penyederhanaan partai politik tidak diatur dan lebih berada dalam wilayah pemaknaan atau tafsir.

"Tambah lagi, apabila diletakkan dalam disain sistem pemerintahan, mempergunakan hasil pemilu anggota legislatif sebagai persyaratan dalam mengisi posisi eksekutif tertinggi (chief executive atau presiden) jelas merusak logika sistem pemerintahan presidensial. Dalam sistem presidensial, melalui pemilu langsung, mandat rakyat diberikan secara terpisah masing-masing kepada pemegang kekuasaan legislatif dan kepada pemegang kekuasaan eksekutif (presiden)," ujarnya.

Saat mengadili UU Cipta Kerja, hakim konstitusi Aswanto menilai UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat. Berikut ini hakim yang sejalan dengan Aswanto:

1. Saldi Isra
2. Aswanto
3. Wahiduddin Adams
4. Suhartoyo
5. Enny Nurbaningsih

Lima hakim MK itu sepakat menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat.

Selain itu, Aswanto sepakat memperpanjang masa jabatannya sendiri sehingga sampai 2029. Berikut ini masa jabatan berdasarkan UU MK yang baru:

UU MK lama:

1. Ketua MK Anwar Usman purnatugas pada 2021.
2. Wakil Ketua MK Aswanto purnatugas pada 2024.
3. Arief Hidayat purnatugas pada 2023.
4. Wahiduddin Adams purnatugas pada 2024
5. Suhartoyo purnatugas pada 2025
6. Manahan purnatugas pada 2025
7. Saldi Isra purnatugas pada 2022
8. Enny Nurbaningsih purnatugas pada 2023
9. Daniel purnatugas pada 2025

UU MK baru, yang dikuatkan oleh hakim konstitusi sendiri:

1. Anwar Usman berakhir sampai 6 April 2026
2. Aswanto sampai 21 Maret 2029.
3. Arief Hidayat sampai 3 Februari 2026
4. Wahiduddin Adams sampai 17 Januari 2024
5. Suhartoyo sampai 15 November 2029
6. Manahan Sitompul sampai 8 Desember 2023
7. Saldi Isra sampai 11 April 2032
8. Enny Nurbaningsih sampai 27 Juni 2032
9. Daniel Pancastaki sampai 15 Desember 2034
(Jawapos)

  • Bagikan

Exit mobile version