LUWU --- Kemendikbudristek kerjasama Tim PKM Unanda Palopo berupaya mengangkat
dan meningkatkan kapasitas kelompok tani hutan Gollana Sangtandung dalam pengolahan nira aren menjadi gula semut dengan penggunaan teknologi modern berupa mesin kristalator dan sortasi.
Kegiatan PKM di Desa Sangtandung diawali dengan kegiatan sosialisasi, penyuluhan, pelatihan penggunaan alat produksi, pengemasan dan serah terima alat bantu produksi pengolahan gula semut, hingga penandatangan Mou antara Fakultas Kehutanan dengan Pemerintah Desa Sangtandung. Dasar ini kemudian menjadi tindak lanjut berupa pelaksanaan PKM dengan bermitra dengan Kelompok Tani Hutan (KTH) gollana Sangtandung.
''Kegiatan pengabdian kepada masyarakat skema program kemitraan masyarakat diselenggarakan oleh Direktorat Riset, Teknologi dan Pengabdian Kepada Masyarakat Kemendikbudristek bekerjasama dengan Tim PKM Universitas Andi Djemma,'' ujar
Ketua Tim, Witno, S.Hut.,M.Si, kepada Palopo Pos.
Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Sangtandung, Kecamatan Walenrang Utara, Kabupaten Luwu. ''Kondisi ini menjadi permasalahan dan alasan utama untuk memberikan solusi yang tepat bagi petani dengan pemanfaatan teknologi modern dalam pengolahan nira aren menjadi gula semut (granular),'' lanjutnya.
Kelompok Tani Hutan (KTH) Gollana Sangtandung yang menjadi mitra dalam kegiatan PKM ini mengharapkan adanya peningkatan pengetahuan dalam hal pengolahan maupun manajemen pemasaran dengan kemasan yang sesuai.
Ketua Tim adalah Witno, S.Hut.,M.Si. Sedangkan anggota masing-masing, Dr. Yumna, S.P.,M.P; Dr. Dewi Marwati, S.P.,M.P.
Dari analisis yang dilakukan, masyarakat Desa Sangtandung yang berada di Kecamatan Walenrang Utara, Kabupaten Luwu, memiliki potensi HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) yang cukup tinggi. ''Salah satunya adalah Nira Aren yang dapat di olah menjadi Gula semut,'' papar dia.
Peranan HHBK sudah dirasakan masyarakat sebagai salah satu sumber pendapatan meskipun pada dasarnya sistem pengelolaannya masih bersifat tradisional. Sehingga kondisi ini berpengaruh pada kualitas yang dihasilkan dengan harga yang tergolong masih rendah.
Menurutnya, pengolahan gula aren yang dilakukan oleh kelompok tani hutan “Gollana Sangtandung” dengan bahan bakunya berasal dari nira aren mengalami beberapa kendala yaitu hasil produksi yang tidak menentu disebabkan kemampuan manajemen yang kurang tepat, ketersediaan alat dan bahan produksi yang seadanya, saluran distribusi atau pemasaran yang masih tradisional. Meskipun memiliki kelompok tani, proses pengolahan gula aren masih dilakukan masing-masing.
''Sehingga secara ekonomi pengeluaran dan pendapatan kelompok tani tidak berimbang,'' urainya.
Kadang produksi tinggi tetapi harga gula merah yang sangat murah. Hasil survey di lapangan dengan bertanya ke masyarakat secara langsung gula merah dijual dengan harga Rp15.000 sampai Rp20.000. Padahal, nira aren jika diolah menjadi gula semut (granular) akan meningkatkan nilai jual sampai Rp40.000-Rp50.000 per kemasan. Hal mendasar untuk meningkatkan produksi gula semut adalah dari sudut pandang kesehatan dan banyaknya peminat dari penikmat kopi yang menjadikan gula semut sebagai pengganti gula.
''Bagi yang menghindari gula berlebih (penyakit gula) sangat cocok untuk mengkonsumsi gula semut sebagai pengganti gula pasir. Gula semut juga baik dalam hal menjaga stamina dan kesehatan,'' tandasnya.
Kondisi ini menjadi permasalahan dan alasan utama untuk memberikan solusi yang tepat bagi petani dengan pemanfaatan teknologi modern dalam pengolahan nira aren menjadi gula semut (granular). Kelompok Tani Hutan (KTH) Gollana Sangtandung yang menjadi mitra dalam kegiatan PKM ini mengharapkan adanya peningkatan pengetahuan dalam hal pengolahan maupun manajemen pemasaran dengan kemasan yang sesuai.
Tujuan kegiatan inia dalah untuk meningkatkan kapasitas kelompok tani hutan Gollana sangtandung dalam pengolahan nira aren menjadi gula semut dengan penggunaan teknologi modern berupa mesin kristalator dan sortasi.(rls/ary)