OLEH: Dr. Idawati, SP.,M.Si,
(Peneliti sekaligus pengajar pada Fakultas Pertanian Universitas Andi Djemma)
Dr Idawati kembali mengulas tentang Kakao seiring dengan perkembangan riset yang dilakukan pada wilayah Kabupaten Luwu Utara sebagai syarat yang harus dipenuhi setelah diterima sebagai peserta Postdoctoral Pada Pusat Riset Sistem Produksi Berkelanjutan dan Penilaian Daur Hidup Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) dibawah bimbingan Nugroho Adi Sasongko, ST,M.Sc, Ph.D,IPU sekaligus sebagai kepala pusat riset.
Upaya advokasi dukungan dari pemerintah untuk program pembangunan sektor kakao berkelanjutan yang dikenal Kakao Lestari pada wilayah Kabupaten Luwu Utara adalah kemitraan dengan swasta. Penyelenggaraan program swasta dalam kajian ini terdiri atas pola kemitraan melalui pembelian usaha tani, program pendampingan SNI dan penyelenggaraan pelatihan bagi petani kakao. Mari kita melihat ketiga indikator tersebut:
Pembelian Hasil Petani
Pembelian hasil biji kakao merupakan salah satu alasan petani bermitra dengan perusahaan swasta. Alasan bermitra dengan pihak swasta yaitu: (1) pemasaran terjamin, petani melakukan proses produksi secara optimal dengan harapan seluruh hasilnya dapat dipasarkan dengan harga yang memadai; (2) produksi lebih tinggi, produksi yang dimitrakan mempunyai produktivitas yang lebih tinggi dibanding produksi yang tidak dimitrakan. Produktivitas ini diukur dari hasil persatuan luas tertentu per periode waktu tertentu; (3) meniru petani lain, petani belajar dengan mengamati teman sesama petani. Petani melihat temannya bisa hidup lebih baik setelah ikut pola kemitraan. Hal itu kemudian memotivasi petani untuk mencoba ikut bermitra; (4) jenis tanaman tahan hama penyakit, petani berupaya melakukan rotasi tanaman untuk memutus siklus hama penyakit atau menjaga kesuburan tanah; dan (5) ajakan petugas pendamping, dalam hal ini petugas pendamping secara periodik melakukan kunjungan ke petani- petani di wilayah kerjanya untuk mencari petani yang mau bermitra, mau menanam jenis tanaman yang dibutuhkan. Kemitraan petani salah satunya dengan SCPP adalah dengan melakukan kegiatan ekspansi ke daerah-daerah untuk mengevaluasi dampak dari pelaksanaan kegiatan dan memastikan keberlanjutan program.
Pembelian hasil petani pada wilayah Kabupaten Luwu Utara sudah ditentukan harga pembelian perusahaan sesuai standar kakao internasional, demikian pula pada indikator harga pembelian biji sesuai standar yang ditetapkan oleh pihak mitra. Selanjutnya menurut petani pada wilayah ini, harga pembelian biji kakao oleh mitra yang diluar standar masih rendah. Hal ini berarti menurut petani, harga biji basah yang ditetapkan oleh pihak perusahaan masih sangat rendah karena biji kakao petani selama ini tidak memenuhi standar kualitas biji yang ditetapkan oleh perusahaan, meskipun rantai pemasaran menjadi lebih singkat. Rantai pemasaran dari petani ke perusahaan atau ke pedagang pengumpul semakin singkat dan keberadaan pedagang pengumpul (tengkulak) semakin berkurang.
Kemudahan petani memperoleh informasi harga dan untuk memasarkan biji kakaonya pada pihak mitra lebih baik, karena adanya pabrik pembelian biji kakao basah di wilayah ini. Keberadaan perusahaan swasta yang fokus pada pembelian biji kakao di wilayah ini, memberikan kemudahan dalam mendapatkan informasi tentang harga dan kemudahan untuk menjual, meskipun dari segi harga masih sangat rendah menurut petani. Harga menjadi rendah karena petani belum melakukan fermentasi sehingga tidak memenuhi standar kualitas dan proses fermentasi dilakukan oleh pihak pabrik. Proses fermentasi bagi mayoritas petani masih sangat rumit dilakukan, dengan alasan membutukan fasilitas fermentasi tertentu dan membutuhkan waktu tiga atau lima hari pemeraman sebelum dilakukan pengeringan. Petani merasa membutuhkan waktu lama dengan beberapa syarat yang harus dilakukan saat fermentasi dan kebutuhan dana mendesak untuk kebutuhan keluarga, sehingga lebih banyak menjual dengan biji basah yang disediakan oleh pihak pabrik. Pembelian biji basah oleh pihak mitra ini memberikan kesempatan yang banyak bagi petani untuk kembali fokus merawat usaha taninya karena tidak direpotkan lagi dalam penanganan penjemuran dan pasca panen yang lain.
Pembelian hasil petani di Kabupaten Luwu Utara masih tinggi karena luas lahan kakao yang berproduksi masih banyak dan pembelian biji juga yang dilakukan oleh cocoa doctor. Cocoa doctor ini, selain sebagai konsultan pada proses budi daya (on farm) juga sebagai collector (off farm) yang terpilih oleh perusahaan. Tempat pembeliannya disebut collection point yang ditempatkan di rumah masing masing-masing di setiap desa wilayah binaannya untuk membeli biji basah kemudian dikumpulkan pada pihak pabrik sebagai rantai pemasaran terakhir. Petani kakao selanjutnya juga merasakan adanya kemudahan memperoleh informasi harga dari perusahaan, demikian pula penentuan pembelian harga biji kakao oleh perusahaan yang mengikuti standar harga pemasaran biji kakao internasional. Para petani kakao memahami bahwa tanaman kakao merupakan tanaman ekspor sehingga penentuan harga sesuai harga biji kakao internasional, disamping itu, petani belum melakukan fermentasi dan pada proses budi daya masih menggunakan pestisida, pupuk anorganik sebagai faktor-faktor penyebab rendahnya harga biji kakaonya.
Collector sebagai pihak perusahaan akan melakukan pembelian biji basah pada collection point masing-masing sebelum dibawa ke perusahaan. Pembelian ini, menggunakan modal yang disiapkan oleh pihak collector sendiri, dengan bantuan fasilitas dan tenaga pembelian biji dari pihak perusahaan. Tenaga pembelian ini bekerja sama dengan collector dalam melakukann pengujian menggunakan tester sebelum biji diterima. Pengujian ini sesuai standarisasi (SNI) dari pihak perusahaan tentang kriteria biji kakao yang diterima atau ditolak. Biji yang sesuai standar akan diterima dan yang tidak sesuai standar ditolak oleh pihak perusahaan (collector). Biji yang ditolak ini biasanya adalah biji yang rusak dan akan dijual pada pedagang pengumpul baik berupa biji basah ataupun kering yang masih bertahan disetiap desa pada wilayah Kabupaten Luwu Utara, kemudian dijual pada pada pedagang besar berikutnya di ibukota kecamatan, kabupaten dan propinsi (eksportir). Rantai pemasaran pembelian biji kakao sebagai hasil usaha tani petani terbagi dua yakni pada pihak perusahaan ataupun pada pihak pedagang pengumpul.
Saluran pemasaran biji kakao menunjukkan kelembagaan pemasaran pada ada dua, yakni biji kering yang dijual petani ke pihak pedagang pengumpul semakin berkurang sehingga pedagang yang biasa berfungsi sebagai tengkulak yang menyediakan pinjaman modal usaha tani ke petani juga semakin berkurang. Pedagang/tengkulak semakin berkurang disebabkan karena adanya pihak perusahaan dan jumlah biji kakao semakin berkurang pula. Hal ini menunjukkan bahwa proses arus pergerakan barang dari produsen ke konsumen merupakan jasa kelembagaan pemasaran yang terlibat didalamnya. Saluran pemasaran biji kakao, ada dua saluran, saluran pertama: petani sebagai pemasok (produsen) menjual langsung ke pedagang pengumpul tingkat kecamatan, selanjutnya pedagang ini menjual ke pedagang eksportir yang ada kota propinsi. Saluran kedua: petani menjual kakao biji ke pedagang pengumpul tingkat desa, kemudian pedagang pengumpul tingkat desa menjualnya ke pedagang pengumpul tingkat kecamatan dan selanjutnya pedagang tingkat kecamatan menjual ke pedagang eksportir kota propinsi. Pasar yang terbentuk adalah bentuk pasar oligopsoni dimana perilaku pasar kakao di tingkat petani merupakan perilaku kelembagaan yang bersifat mengikat petani kakao dalam sebuah kontrak perjanjian antara petani dan pedagang dalam sistem pemasaran, yang melahirkan aturan main diantara keduanya berupa biaya kontrak dalam bentuk pembayaran biaya secara cicilan. Sistem pemasaran biji kakao seperti ini sudah berkurang bahkan terhapus dengan adanya pembelian biji kakao oleh perusahaan.
Pendampingan Pemenuhan Standarisasi (SNI)
Pendampingan pemenuhan standarisasi dari pihak swasta merupakan bagian dari program sertifikasi. Program sertifikasi merupakan salah satu jalur pemenuhan standar untuk lebih memperkuat produksi kakao berkelanjutan melalui kemitraan dan berkomitmen untuk memfasilitasi program sertifikasi di seluruh daerah pelaksanaan. Program ini melihat bahwa sertifikasi perkebunan dapat memicu perubahan dalam jangka panjang di tingkat perkebunan, mendorong kolaborasi kelompok yang lebih baik dengan pendampingan pihak mitra, dan juga mendorong penerapan praktik pertanian yang disarankan.
Pendampingan pemenuhan standarisasi (SNI) terdiri atas penyediaan informasi peralatan dan cara menggunakan sesuai standar, cara pemupukan, jenis-jenis pestisida yang ramah lingkungan, adanya tenaga pendamping tentang sertifikasi, standar biji kakao SNI, informasi pencemaran air. Pendampingan pemenuhan standarisasi (SNI) terkadang menurun apabila tenaga pendamping sertifikasi tidak aktif lagi, hal ini disebabkan kedisiplinan petani kakao dalam merawat kebunnya sesuai aturan sertifikasi mulai menurun karena tenaga pendamping tidak seperti sebelumnya, saat program pihak mitra masih berjalan aktif. Ketergantungan petani dengan kehadiran pendamping sebagai salah satu pemberi motivasi, konsultan bagi setiap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh petani dan cenderung menurun seiring kegiatan pendampingan dari pihak mitra ini berakhir pada desa-desa tertentu.
Pelayanan program sertifikasi kakao tentang standar sertifikasi biji kakao sesuai SNI, mengikuti program sertifikasi RA (Rainforest Alliance) melalui upaya pendampingan petani kakao agar lebih optimal dalam merawat tanaman kakaonya karena serangan hama yang semakin tinggi dan menjadi penyebab utama penurunan produksi usaha tani kakaonya. Selain itu, tanaman kakao yang semakin tua, dan munculnya hama baru bagi tanaman saat ini adalah dampak dari terjadinya perubahan iklim, sehingga petani semakin tidak berdaya dengan kompleksitas permasalahan usaha taninya.
Pendampingan pemberian informasi tentang jenis-jenis dan penggunaan pestisida yang ramah lingkungan sesuai anjuran pihak perusahaan, tetapi ketidakmampuan petani untuk membeli pestisida yang dianjurkan oleh pihak mitra karena kurangnya produksi usaha taninya yang berdampak pada pendapatan petani yang diterima oleh petani semakin menurun. Menurut petani, pestisida tersebut merupakan pestisida ramah lingkungan dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan pestisida yang ada di pasaran. Hal ini, menjadi penyebab mayoritas petani masih terus menggunakan pestisida yang lebih murah dan menurut petani masih lebih efektif mengurangi hama penyakit usaha taninya, meskipun semakin lama tingkat serangan hama penyakit semakin meningkat bahkan musuh alamipun ikut punah.
Pelaksanaan pendampingan sertifikasi di Kabupaten Luwu Utara menurut petani, pendampingan ini dapat membantu petani dalam memanajeman luas lahan dan produktivitas usaha taninya yang semakin meningkat. Program sertfikasi ini berasal dari Program Rainforest Alliance (RA) dengan menyediakan informasi yang dimulai dari kegiatan usaha tani dari hulu hingga hilir. Informasi program sertfikasi berawal dari pemeliharaan kebun dengan penanaman baru atau penanaman ulang mengikuti pola-pola tanaman yang sesuai GAP-GMP untuk memastikan sistem tanam yang baik. Program sertifikasi ini merupakan pola manajemen usaha tani sesuai standar RA dan suatu pola tanam GAP dengan mempertimbangkan beberapa hal. Beberapa hal tersebut merupakan persyaratan- persyaratan varietas, kondisi geografis, ekologis, agronomis, diversifikasi dan tumpang sari serta kepadatan penanaman. Pemangkasan dan pembersihan tunas serta bagian tanaman yang terinfeksi dilakukan secara teratur untuk mendapatkan struktur dan kesehatan pohon yang optimal. Alat-alat yang digunakan petani harus dalam kondisi yang higienis untuk menghindari terjadinya risiko penularan penyakit. Pengendalian gulma secara manual atau non-kimia untuk mengoptimalkan nutrisi dan daya serap air dari tanaman. Pemangkasan berat, sambung samping/pucuk, dan/atau penanaman kembali dilakukan pada kebun yang produksinya rendah atau yang tidak produktif, untuk mendorong hasil yang optimal. Selain itu, kesuburan tanah dan status nutrisi tanaman dipantau setiap tahun. Pemantauan dapat mengacu pada peta-peta tanah, analisa tanah dan/atau daun, atau gejala-gejala fisik defisiensi nutrisi. Teknik konservasi tanah melalui pencegahan erosi tanah. Tanah ditutupi ketika membuka dan/atau pada saat penanaman kembali (misalnya menggunakan penutup tanaman, jerami, dan sebagainya). Pembakaran tidak boleh dilakukan saat membuka lahan baru. Pengelolaan tanah dan kesuburan dengan menggunakan kotoran hewan sebagai pupuk yang ditempatkan minimal 25 meter dari badan air. Kotoran ini dijadikan kompos untuk meminimalkan risiko. Kondisi penempatan dan penyimpanan kotoran hewan mencegah dampak-dampak bagi lingkungan, perpindahan penyakit, dan pencemaran logam berat. Selanjutnya Langkah-langkah Pengendalian Hama Terpadu (Integrated Pest Management/IPM) dengan menggunakan pestida yang dianjurkan. Pestisida yang masuk dalam daftar pestisida terlarang, tidak boleh digunakan, informasi tentang cara penyimpanan dan penanganan wadah bekas pestisida. Sumber air yang dibolehkan misalnya air tampungan hujan atau air daur ulang/diolah. Pelaksanaan panen bagi buah kakao pada waktu yang tepat dan menggunakan metode terbaik untuk mengoptimalkan mutu dan kesehatan tanaman.
Penyelenggaraan Pelatihan oleh Pihak Swasta
Penyelenggaraan pelatihan terdiri dari manfaat pelatihan, fasilitas pelatihan, materi pelatihan, kemampuan pelatih dan keberlanjutan pelatihan. Penyelenggraan pelatihan menurut petani kakao adalah memberikan manfaat yang besar dan berharap adanya keberlanjutan dari pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan oleh pihak swasta atau pemerintah yang selama ini telah dirasakan oleh petani. Keberlanjutan pelatihan sangat dibutuhkan petani sebagai proses belajar bersama dan memberi motivasi untuk lebih giat merawat tanaman kakaonya sesuai teknik GAP. Penyelenggaraan pelatihan pendampingan sertifikasi menunjukkan bahwa manfaat pelatihan bagi petani sangat besar sekali saat pihak perusahaan mitra pada wilayah ini melakukan Praktik pelatihan yang baik (Good Training Practices-GTP) yang dikembangkan dan secara berkala mengadakan pelatihan utama untuk staf lapangan SCPP dan penyuluh pemerintah.
Penyelenggaraan pelatihan di Kabupaten Luwu Utara sangat optimal, karena adanya manfaat dan materi pelatihan sesuai kebutuhan petani. Melalui pelatihan-pelatihan, petani r dapat memperoleh informasi teknologi pengelolaan usaha taninya dan menjadi wadah pembelajaran petani secara bersama dalam menemukan solusi permasalahan usaha taninya selama ini. Hal ini dapat menjadi motivasi petani dalam meningkatkan produktivitas usaha taninya melalui penerapan-penerapan teknologi adaptif iklim.
Indikator keberlanjutan pelatihan yang dirasakan oleh petani di wilayah ini masih memungkinkan dengan hadirnya beberapa perusahaan swasta saat ini, sehingga petani masih memiliki wadah informasi dalam mengelola usaha taninya. Penyelenggaraan program dengan pengadaan proyek dan program terkait akan memberikan peningkatan produktivitas dan adaptif terhadap perubahan iklim sehingga dapat memberikan pengaruh perubahan perilaku pada petani. Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi tindakan adaptif perubahan iklim dengan penguatan kelembagaan kelompok tani untuk membangun kesamaan persepsi, komitmen, dan keterpaduan antar-subsektor lingkup pertanian, antar-sektor, serta antara pusat dan daerah dapat memberikan pembinaan secara berkelanjutan bagi petani. Pelaksanan pelatihan, sekolah lapang oleh lembaga pemerintah dan swasta sebagai upaya efektivitas pertanian untuk memberikan perspektif petani dan komunitasnya.