Oleh: obertus Bambang
(KPPN Parepare)
Desentralisasi fiskal yang berlangsung di Indonesia mempunyai tujuan untuk memeratakan pembangunan, baik pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia. Desentralisasi fiskal menyebabkan masing-masing daerah menjadi lebih leluasa dalam mengelola dan mengembangkan potensinya. Dampak lain dari desentralisasi fiskal bagi daerah adalah terjadinya ketimpangan antar daerah, karena berbagai macam daerah di Indonesia memiliki potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, karakter, budaya, geografis dan topografi yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Untuk mencegah terjadinya ketimpangan tersebut dan untuk membantu daerah dalam membiayai pembangunannya, pemerintah pusat menyalurkan dana perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada masing-masing daerah untuk mendanai kebutuhan pembangunan daerah-nya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Untuk suatu daerah, dana perimbangan tersebut akan masuk menjadi salah satu sumber penerimaan daerah, selain Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dana perimbangan terdiri atas Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH).
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto dan ditetapkan dalam APBN. Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota. Dalam hal penentuan proporsi dimaksud belum dapat dihitung secara kuantitatif, maka proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 10% dan 90%.
Dana Alokasi Umum dari suatu daerah dialokasikan berdasar pada formula yang terdiri dari celah fiskal serta alokasi dasar, celah fiskal sendiri merupakan selisih dari kapasitas dan kebutuhan fiskal. Kebutuhan fiskal sendiri diukur dengan menggunakan beberapa variabel seperti jumlah penduduk, indeks kemahalan konstruksi, luas wilayah, produk domestik regional bruto per kapita serta indeks pembangunan sumber daya manusia. Sedangkan kapasitas fiskal dapat diukur berdasarkan pendapatan asli setiap daerah dan dana bagi hasil. Kemudian alokasi dasar dihitung dari jumlah gaji PNS Daerah tersebut.
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Tujuan DAK adalah membantu daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan sarana prasarana pelayanan dasar masyarakat dan untuk mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran prioritas nasional. DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah.
Dana Alokasi Khusus dibagi menjadi 2 yaitu DAK Fisik dan DAK Non Fisik. DAK Fisik adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus fisik yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Contoh kegiatan khusus fisik tersebut adalah meliputi kegiatan di bidang air minum, Industry Kecil Menengah (IKM), irigasi, jalan, perikanan, perumahan dan pemukiman, transportasi dan pedesaan dsb. Sedangkan DAK Non Fisik adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus nonfisik yang merupakan urusan daerah. DAK Non Fisik terdiri atas Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) Pendidikan Anak Usia DIni (PAUD), Tunjangan profesi guru PNSD, Dana tambahan penghasilan guru PNSD dan tunjangan khusus guru PNSD di daerah khusus.
Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Tujuan Dana Bagi Hasil adalah untuk memperbaiki keseimbangan vertikal antara pusat dan daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil.
Pembagian Dana Bagi Hasil dilakukan berdasarkan prinsip by origin.
Penyaluran Dana Bagi Hasil dilakukan berdasarkan prinsip Based on Actual Revenue. Maksudnya adalah penyaluran Dana Bagi Hasil berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan (Pasal 23 UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah). Jenis-jenis Dana Bagi Hasil meliputi DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam. DBH Pajak meliputi Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Penghasilan dan Cukai Hasil Tembakau. Sedangkan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam meliputi Kehutanan, Mineral dan Batu Bara, Minyak Bumi dan Gas Bumi, Pengusahaan Panas Bumi dan Perikanan.
Adapun besaran dari masing-masing dana perimbangan tersebut untuk tahun anggaran 2022 ini adalah sebagai berikut:
- Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp378,00 triliun atau 28,5% PDN Neto, dialokasikan berdasarkan Alokasi Dasar dan Celah Fiskal. Penyaluran DAU berdasarkan kinerja pelaporan dan mempertimbangkan kinerja pengelolaan APBD.
- Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik) sebesar Rp60,87 triliun, yang mencakup 6 (enam) Bidang DAK Fisik Reguler dan 12 (dua belas) Bidang DAK Fisik Penugasan, termasuk penambahan 2 (dua) bidang baru, yakni: (i) Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan (ii) Bidang Perdagangan.
- Dana Alokasi Khusus Nonfisik (DAK Nonfisik) sebesar Rp128,72 triliun, yang mencakup 16 (enam belas) jenis dana, dengan penambahan 1 dana baru, yakni Dana Penguatan Kapasitas Kelembagaan Sentra IKM (PK2SIKM).
- Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp105,26 triliun terdiri dari DBH Pajak sebesar Rp53,86 triliun, DBH SDA sebesar Rp43,50 triliun, dan Kurang Bayar sebesar Rp7,90 triliun, anggaran Kurang Bayar DBH merupakan komitmen pemerintah untuk mempercepat penyelesaian Kurang Bayar DBH dengan memperhatikan kondisi keuangan negara.
Keseluruhan penggunaan dana perimbangan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia dari tahun ke tahun, sehingga nantinya diharapkan dapat dicapai Sustainable Development Goals (SDGs) di tahun 2030 mendatang. Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan suatu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. SDGs berisi 17 tujuan dan 169 target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030.
Untuk lebih mudah memahami SDGs ini, terdapat 4 pilar yang menyusun 17 tujuan SDGs ini, antara lain: - Pilar pembangunan sosial
Pilar ini mencakup poin (1) Tanpa Kemiskinan, (2) Tanpa Kelaparan, (3) Kehidupan Sehat dan Sejahtera, (4) Pendidikan Berkualitas, dan (5) Kesetaraan Gender. Pada intinya, bertujuan tercapainya pemenuhan hak dasar manusia yang berkualitas secara adil dan setara untuk meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. - Pilar pembangunan ekonomi
Pilar ini mencakup poin (7) Energi Bersih dan Terjangkau, (8) Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi, (9) Industri, Inovasi, dan Infrastruktur, (10) Berkurangnya Kesenjangan, dan (17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. Pada intinya, bertujuan tercapainya pertumbuhan ekonomi berkualitas melalui keberlanjutan peluang kerja dan usaha, inovasi, industri inklusif, infrastruktur memadai, energi bersih yang terjangkau, dan didukung kemitraan. - Pilar pembangunan lingkungan
Pilar ini mencakup poin (6) Air Bersih dan Sanitasi Layak, (11), Kota dan Pemukiman Layak, (12) Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab, (13) Penanganan Perubahan Iklim, (14) Ekosistem Laut, dan (15) Ekosistem Darat. Pada intinya, bertujuan tercapainya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang berkelanjutan sebagai penyangga seluruh kehidupan. - Pilar hukum dan tata kelola
Pilar ini mencakup poin (16) Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Kuat. Pada intinya, bertujuan terwujudnya kepastian hukum dan tata kelola yang efektif, transparan, akuntabel dan partisipatif untuk menciptakan stabilitas keamanan dan mencapai negara berdasarkan hukum.
Dengan penerapan desentralisasi yang optimal dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan penggunaan dari dana perimbangan tersebut oleh pemerintah daerah secara baik dan berkesinambungan, diharapkan dapat tercapai semua tujuan dari pembangunan berkelanjutan, yaitu mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. Hal ini juga sesuai dengan prinsip utama SDGs yaitu Tidak Meninggalkan Satu Orangpun (Leave No One Behind). Dengan prinsip tersebut setidaknya SDGs harus bisa menjawab dua hal yaitu, Keadilan Prosedural yaitu sejauh mana seluruh pihak terutama yang selama ini tertinggal dapat terlibat dalam keseluruhan proses pembangunan dan Keadilan Subtansial yaitu sejauh mana kebijakan dan program pembangunan dapat atau mampu menjawab persoalan-persoalan warga terutama kelompok tertinggal.