URGENSI ANTARA KOMUNITAS, PENDIDIKAN DAN NEGARA

  • Bagikan

* Oleh: RUSDY MAISENG


Komunitas berasal dari bahasa Latin yang berarti "kesamaan".
Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa individu dari berbagai lingkungan, dan pada umumnya memiliki ketertarikan dan tempat yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko, kegemaran dan sejumlah kondisi lain yang serupa.

Sejatinya komunitas adalah wadah atau basis utama dalam berkomunikasi, berinteraksi yang berintegritas dalam rangka menunjukkan kemampuan, sekaligus melindungi kapasitas intelektual seseorang. Dengan kata lain komunitas itu adalah bagian penting dari pendidikan. Maka dari itu pendidikan dan pengetahuan dapat diraih dari perspektif interaktif melalui rangkaian pergaulan dalam rangka menguji kapasitas pikiran kritis sekaligus dalam rangka ikut menjaga Moral Bangsa.

Perspektif komunitas sebagai basis sipil diharapkan mampu menjadi bagian kritis sebab dia dirancang untuk menjadi wadah veritas (kebenaran), Probitas (kejujuran) dan justisia (menyuarakan keadilan). Bahkan dapat dikatakan, bahwa komunitas itu adalah bagian yang lahir pada masyarakat dan menjadi wadah kedua setelah lembaga formal, Eksekutif, Legislatif serta Yudikatif, yang dibentuk melalui UU untuk mengatasi bila mana ada sumbatan atau ketidakmampuan mengasuh atau mengaktifkan jalan pikiran (Civilian Value atau Nilai sipil). Semua itu dimulai dari komunitas terkecil yang ada ditengah tengah masyarakat sampai pada komunitas yang paling terbesar, yaitu Negara dan Dunia.

Sesungguhnya sejarah akan selalu mengajarkan dan mengingatkan kepada kita bahwa, pendidikan yang bermutu atau bermoral itu bukan saja dapat diraih dari komunitas formal (sekolah), namun melainkan juga dapat diraih dari berbagai macam cara misalnya, berkumpul dan berinteraksi pada orang orang yang senantiasa menjaga dan memelihara pikiran kritis mereka, inilah salah satu makna dari sebuah perkumpulan atau komunitas.

Kritik yang lahir dari sebuah komunitas adalah manifestasi dari keberadaan mereka yang secara terang terangan terus ditunjukkan, sebab basis kebenaran dan keberadaan serta landasan penerapannya selalu menjunjung tinggi moral dan etika bukan oportunistik.

Bahkan di berbagai Negara, sejarah telah
banyak mencatat jika gerakan kritis yang konsisten dari komunitas sangat banyak menyumbangkan ide dan gagasannya kepada Negara dan kelompok penguasa atau the ruling class sekalipun itu tidak jarang harus berbenturan dengan pihak aparat.

Jalan pikiran serta perilaku komunitas, harus tetap menjadi mandiri dan Independen. Ini artinya tidak tergantung oleh apapun dan siapapun, sekalipun kepada pemerintah, kecuali menjadi bagian dari mitra kritis, saling mengkritik dan mengingatkan tanpa harus bermusuhan. Sebab sejatinya komunitas itu bukan tempat untuk mendapatkan hidup namun melainkan tempat untuk menghidupkan pikiran. Bukan pula tempat tukar tambah kepentingan, sogok menyogok, jilat menjilat, bebek membebek.

Bukti dari kemandirian komunitas itu adalah ketika tahun 1928 dimana sekelompok komunitas atau elemen pemuda (Jong Java, Jong Ambon, Jong Selebes, Jong Sumatera dan masih banyak lagi lainnya) yang sangat berintegritas dan bermoral tinggi berusaha menyatukan berbagai etnis dan suku bangsa yang ada di Nusantara ini untuk berikrar atau mengkristalisasikan semangat mereka dalam rangka menyatukan Nusantara, agar nantinya masuk dan bergabung dalam Bingkai NKRI. Sehingga peristiwa itu dikenal dengan sebutan Hari Sumpah Pemuda, dimana hal itu pulalah yang menjadi embrio atau cikal bakal lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dan ketika disepakatinya ide serta gagasan dari pikiran pikiran kritis dan dari berbagai macam komunitas saat sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI, untuk dijadikan sebagai acuan dan rumusan dalam rangka mendirikan NKRI berdasarkan Ideologi Pancasila sebagai dasar pundamental Negara, oleh sebab mereka yang terlibat didalamnya faham betul bahwa Negeri ini sangat majemuk, oleh sebab itu disepakatilah PANCASILA dan UUD 1945, sebagai Pondasi utama Ber-negara, sekaligus sebagai Identitas Bangsa Indonesia. Identitas atau jati diri Bangsa yang sangat memuliakan PRINSIP KEADILAN, KESETARAAN DAN KEMAMFAATAN.....

Olehnya itu bagi kalian yang ada disudut sudut jalan, yang ada di warung warung kopi, yang ada diruang ruang kampus, bahkan dimanapun kalian berada, yang telah membentuk sebuah komunitas dan telah mengerti serta memahami apa yang dimaksud dengan Nasionalisme, Integritas serta berwawasan Kebangsaan dengan benar, maka; Jagalah pikiran kalian untuk selalu menjadi waras dari setiap kegilaan yang ada, agar kalian tetap bisa menjadi penyeimbang atau kelompok penjaga keseimbangan. Sebab ketika semuanya sudah tidak lagi menjadi waras, maka kita tidak lagi bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada Generasi Berikutnya di Bangsa ini.

Tulisan ini saya akhiri dengan mengutip sebuah pesan bijak;
Menulis agar generasi berikutnya tahu bahwa kita memang pernah ada dimasa lalu. Dan cobalah untuk berbicara, agar kelak jika kita ditanya, apakah selama kita hidup, kita menggunakan lidah kita untuk berbicara kebenaran.

Sebab pada akhirnya kita semua akan dimintai pertanggung jawaban di HADAPAN TUHAN YANG MAHA KUASA. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version