- Kepsek Harbi: Biayanya Sebagian dari Sharing BOS dan Kesepakatan Orang Tua Siswa
PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID LUWU -- Pihak SMK Negeri 5 Luwu saat ini membantu 191 siswanya untuk melakukan Praktek Kerja Industri (Prakerin). Hanya saja, ini butuh biayanya. Jika mengandalkan anggaran dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sangat tidak mencukupi. Demikian disampaikan Kepala Sekolah SMKN 5 Luwu, Drs Harbi saat dihubungi PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, Kamis 24 November 2022.
Kepsek Harbi menjelaskan, prakerin ini wajib dilakukan untuk siswa kelas 3. Dan pihaknya membatasi lokasi prakerin hanya di dalam wilayah Kabupaten Luwu dan Kota Palopo.
"Per siswa itu sudah dihitung anggarannya dan sudah dilakukan penghematan keperluan. Per siswa itu sebesar Rp370 ribu. Jumlah ini juga sudah dilakukan sharing dengan dana BOS Rp100 ribu. Tersisa Rp270 ribu yang masih harus ditutupi. Jadi, kami bersama para orang tua siswa dan komite melakukan rapat. Hasil rapatnya disepakati untuk penambahan Rp270 ribu itu," kata Kepsek SMKN 5 Luwu ini.
Saat ditanyakan untuk keperluan apa saja uang Rp270 ribu itu? Kembali dijelaskan Drs Harbi, kalau, prakerin ini sebenarnya bisa dari siswa atau orang tua siswa sendiri yang mencarikan tempat. Hanya saja, saat ditawarkan kebanyakan tidak ada yang mau mencari. Orang tua siswa mintanya dari pihak sekolah yang mencarikan.
Untuk itu, setelah adanya kesepakatan dengan orang tua siswa dan komite, dari pihak sekolah lalu selama 2 bulan terakhir kesana-kemari mencarikan lokasi prakerin bagi 191 siswa di dalam wilayah Kota Palopo dan Kabupaten Luwu.
Kenapa hanya di Kabupaten Luwu dan Kota Palopo? Kata Kepsek Drs Harbi, pihaknya tidak ingin memberatkan siswa dan orang tuanya dalam hal pengeluaran. Jika lokasinya jauh, biayanya juga banyak.
"Orang tua siswa sepakat dicarikan tempat prakerin bagi anaknya. Nah, selama kegiatan pencarian ini tentunya butuh biaya dan waktu. Tidak sekali turun langsung dapat. Terus nantinya para siswa akan dicetakkan sertifikat prakerin. Lalu, ongkos transport siswa ke lokasi prakerin, biaya guru turun memeriksa siswa ke lokasi prakerin (kunjungan sekali guru) untuk memastikan apakah PKL-nya jalan, dan terakhir biaya penarikan siswa dari tempat PKL. Hal inilah yang membutuhkan biaya tambahan tersebut. Biaya tambahan ini kesepakatan orang tua siswa Kelas 3 sendiri. Bahkan sudah sharing pakai dana BOS, tetapi itu juga masih kurang. Kami tidak berani mengambil keputusan tanpa persetujuan orang tua siswa dan komite. Jika perlu bukti ada hasil rapat saat itu," jelasnya.
Dituding Pungli
Sebelumnya pihak SMK Negeri 5 Luwu diberitakan oleh sejumlah media daring melakukan dugaan pungutan liar atau pungli.
Seperti dikutip dari media daring berandasulsel.com. “Pungutan yang semacam itu biasa dilakukan pihak sekolah dengan modus disetujui pihak Komite. Dalih disetujui Komite sebenarnya yang usulkan pihak sekolah, dan yang upayakan hal itu disepakati adalah pihak sekolah. Secara logika saja, anak kita tidak pernah guru memantau saat praktek kerja industri atau Prakerin. Paling tunjukkan tempat PKL. Dengan biaya sebesar itu, apakah mungkin secara logika ongkosnya harus dibayar hingga ratusan ribu. Dikali berapa siswa ? Sudah berapa keuntungan secara pribadi pihak sekolah?,” kata salah seorang wali siswa dan meminta namanya tidak dicantumkan, Rabu (23/11).
Ditempat terpisah, salah seorang siswa asal SMK Negeri 5 Luwu menyampaikan bahwa uang PKL diakui dirinya dikutip oleh oknum guru. Tahun lalu 2021, siswa juga dibebankan biaya PKL.
“Abang kelas kami juga tahun lalu ada dikutip uang PKL pak. Tahun ini kami yang dikutip. Saya membayar sekaligus saja pak. Karena didesak guru agar langsung lunas pak,” kata siswa dan meminta namanya tidak tercantum.
Dugaan pungutan liar (Pungli) diduga masih tumbuh subur di beberapa sekolah di Kabupaten Luwu. Salah satunya di Sekolah Menengah Kejuruan atau SMK Negeri 5 Luwu, Jalan Trans Palopo Sulawesi Selatan, Kecamatan Ponrang Selatan, Kelurahan Pattedong.
Wali murid melaporkan bahwa setiap siswa dipungut Rp. 150.000 hinga Rp. 200.000 untuk biaya Praktik Kerja Lapangan (PKL). Pihak sekolah mengatakan, biaya tersebut untuk administrasi, operasional, sertifikat dan baju Almamater. Bagi guru yang mencarikan lokasi PKL bagi siswa.
“Besaran itu tidak rasional. Seharusnya kalau untuk administrasi dan transport tidak sebesar itu, karena paling beberapa kali berangkat saja,” kata Wali Murid dan meminta namanya tidak dicantumkan, Senin (22/8/2022).
Pungutan uang PKL itu sejatinya tidak hanya terjadi di tahun ini. Di tahun sebelumnya pungutan kepada siswa juga diberlakukan.
“Para orang tua siswa ini terima-terima saja meskipun pahit. Dan tidak ada yang berani mempertanyakan atau melapor,. Hanya saja, pihak sekolah menggiring pihak kami para orangtua untuk ikuti dan sepakati anjuran pihak sekolah,” ujarnya.
Selain itu, salah seorang siswa yang ikut PKL saat di konfirmasi awak media Berandasulsel.com ditempat PKL nya, ia mengatakan kami dimintaki uang Rp 200.000 untuk biaya sertifikat pak, kami bayar dibendahara sekolah ibu Habsa. Ungkap siswa SMK Negeri 5 Luwu yang enggan disebut namanya.
Di tempat terpisah, seorang siswa yang enggan disebut juga namanya saat dikonfirmasi awak media, ia mengatakan kami dimintaki Rp 150.000 untuk biaya antar jemput ke tempat PKL pak dan ternyata kami tidak diantar jemput (berangkat dan pulang sendiri). Terangnya.(idr)