* Penulis: Rusdy Maiseng, SH
(Pengamat Demokrasi dan Hukum Internasional)
Detoksifikasi Demokrasi atau Membersihkan dan membuang sekaligus memulihkan kembali sistem demokrasi yang terpapar oleh racun politik oligarki, (para penunggang politik untuk tujuan Ekonomi lewat Mafia Perundang Undangan) tentu bukanlah hal mudah bagi kita, sebab kita akan berhadapan langsung dengan mereka yang tengah menikmati buah dari Demokrasi yang tidak berpihak pada rakyat.
Maka sangat jelas bahwa racun yang dimaksudkan disini salahsatunya adalah Parlementary Threshold 20% yang sangat rentan atau berpotensi bahkan teridentifikasi sebagai sumber masalah dan menjadi sumbatan aspirasi politik masyarakat saat ini. Parlementary Threshold yang menjadi syarat untuk dipenuhi oleh setiap pertai politik dalam mengajukan setiap calon yang akan diusung ke dalam Kancah Kepemimpinan Nasional adalah cara yang bertolak belakang dengan asas demokrasi, sehingga mengakibatkan terjadinya kanalisasi Politik Demokrasi. Hal semacam ini juga berlaku pada setiap daerah namun dengan istilah yang berbeda.
Parlementary Threshold akan membuka peluang bagi setiap calon atau kontestan yang akan menggunakan pasilitas Politik untuk dibuat sibuk mencari modal dari para cukong, serta sibuk memperjanjikan atau mempertukar tambahkan kepentingan yang kesemuanya apabila dicermati dengan baik maka sesungguhnya mereka tidak lagi membicarakan kepentingan Rakyat dan Negara, melainkan kepentingan kelompok tertentu saja. Bahkan tidak jarang didapatkan seorang pemimpin di daerah terjebak pada kasus kasus korupsi dan berakhir pada jeruji besi, sekalipun pada awalnya mungkin saja mereka adalah orang orang yang jujur namun disisi lain mereka berkewajiban mengembalikan modal yang telah digunakan dalam kompetisi tersebut.
Semua ini merupakan lingkaran setan, sebab rentan akan mendorong seorang pemimpin untuk menjadi korup. Awal dari semua ini adalah saat di diberlakukannya PT 20% bagi setiap partai politik yang akan mengajukan kandidatnya, kecuali ada satu partai yang saat ini memang memenuhi syarat tersebut, itupun tidak ada jaminan untuk tidak terpapar racun politik oligarki. Namun bagi partai lain suka ataupun tidak suka mereka harus melakukan koalisi untuk masuk pada Pilpres mendatang. Sehingga yang akan terjadi adalah pasilitas politik akan makin sangat terbatas yang disebabkan tidak semua orang punya kesempatan yang sama untuk tampil sebagai calon Pemimpin. Begitupun terhadap orang-orang atau kelompok yang sama sekali tidak punya wibawa terhadap moral etiks politik, maka mereka akan selalu berpikir untuk mendominasi pasilitas sumberdaya yang ada dengan berbagai macam cara dan alasan untuk melanggengkan kekuasaan sekalipun harus menabrak konstitusi yang ada. Mungkin karena mereka takut untuk mempertengkarkan setiap argumentasi politik yang lebih rasional. Atau takut kehilangan kekuasaan atau yang biasa disebut Post Power Syndrome.
Memberlakukan aturan PT 20% adalah merupakan cara untuk memproteksi orang orang hebat atau dengan kata lain memagari orang-orang yang mampu melihat masa depan Bangsa dan Negara melalui pikiran pikirannya, dan apabila itu dibiarkan maka sama saja kita sedang menanamkan racun dalam demokrasi, maka siapapun yang akan ikut dalam kompetisi pastinya diawali dengan kesepakatan dari berbagai macam aspek kepentingan. Bila hal itu terjadi maka dipastikan dia tidak akan pernah membuat perubahan yang berarti sebab disitu akan ada banyak tekanan dari setiap kepentingan pribadi atau kelompok yang bermain didalamnya, paling tidak akan membuat kebijakan yang saling menyandera. Kecuali nantinya pemimpin yang terpilih punya nyali (Rasa Nasionalisme, Integritas serta Wawasan Kebangsaan dalam Pengertian memiliki Konsep Ber-negara yang mumpuni) untuk membatalkan semua perjanjian atau kesepakatan tukar tambah kepentingan dan fokus terhadap Rakyat dan Negara. Harus dapat diingat bahwa setiap peristiwa politik yang didalangi oleh sesuatu yang buruk maka rentetan peristiwa tersebut janganlah sekali-kali diteruskan, sebab dampaknya akan bertambah buruk bagi Bangsa dan Negara.
Di dalam konteks Ber-Negara, sistem yang tidak sehat dan tanpa adanya koreksi yang lebih rasional, maka apabila dibiarkan terutama oleh mereka yang saat ini berkecimpung didalam Partai Politik, bukan tidak mungkin dia akan menjelma menjadi sebuah dogma kebenaran didalam masyarakat. Membiarkan hal semacam ini terus-menerus terjadi adalah merupakan sikap yang sangat keliru. Namun kitapun tetap harus menghargai dan mempersilahkan bagi mereka yang percaya pada apa yang mereka yakini saat ini, sekalipun mereka tanpa mau mengetahui bagaimana seharusnya Politik itu di jalankan dengan benar, agar tidak terpapar racun Politik yang akan mengakibatkan pemburukan Demokrasi.
Dalam peradaban politik dunia istilah believe sistem sudah tidak menjadi asing lagi, yaitu doktrin keyakinan pundamental yang sengaja bahkan secara sadar seringkali ditanamkan pada pikiran setiap orang, tentang keyakinannya pada suatu hal agar diyakini tanpa harus memperhatikan, mempertanyakan bahkan memikirkan ulang apakah sistem tersebut sudah benar atau mungkin sebaliknya memerlukan koreksi total. Ataukah kita pernah berpikir bahwa dari manakah sistem tersebut dihasilkan, apakah sistem tersebut sengaja diciptakan oleh sebuah kekuatan tertentu dalam hal mencuci otak atau pikiran kita agar nantinya kita percaya dan yakin hingga pada akhirnya kita dengan mudah dikuasai melalui sistem yang telah di ciptakan. Olehnya itu setiap kader dari partai politik wajib mempunyai pengetahuan secara Universal.
Selama ini sepertinya kita memang telah terjebak pada sistem yang samasekali tidak mencerminkan selera politik atau figur yang masyarakat inginkan, namun mereka hanya bisa pasrah menerimanya. Biasanya masyarakat hanya disuguhkan pada apa yang menjadi pilihan atau selera dari partai politik. Bahkan tidak jarang terjadi ada seseorang yang tiba tiba muncul dari daerah yang tidak kita kenali sebelumnya, namun bisa saja orang itu mempunyai kapital atau penyokong dana dari belakang agar dapat mereka gunakan dalam rangka mempengaruhi suara publik dan atas kebijakan yang akan diambil oleh partai politik, maka peluang bagi mereka untuk diajukan dan di pilih tentu akan sangat besar.
Padahal dalil tentang demokrasi mengatakan bahwa, Demokrasi itu akan selalu menuntun kita untuk saling mengenal dan saling memuliakan, tidak menindas dan tidak anti kritik sekeras apapun kritikan itu. Untuk mewujudkan kemuliaan dalam Demokrasi maka diperlukan sirkulasi dikalangan elite untuk membuka ruang kompetisi yang sehat. Jadi untuk mencapai kemuliaan dalam demokrasi maka sirkulasi dikalangan elite tidak boleh terhambat dengan alasan apapun, sekalipun hambatan itu menggunakan narasi perubahan legalitas aturan. Sebab bila mana elite yang dihasilkan dari kompetisi yang tidak sehat maka sudah pasti dia tidak akan mencerminkan atau bisa menjadi faham terhadap keadaan yang sedang terjadi di masyarakat.
Salahsatu penyebab dari keadaan Politik kita saat ini adalah CIRCLE politik yang dimainkan dan hanya bertumpu pada orang-orang tertentu saja, sekalipun mereka tidak juga mampu menunjukkan kemampuan kepemimpinan dengan cara yang tepat dan benar. Dimana hal tersebut mungkin memang sengaja diciptakan agar tidak semua orang berkesempatan untuk tampil sebagai calon pemimpin, padahal sesungguhnya ajaran demokrasi itu selalu mendorong kepada semua orang bahwa peluang dalam kompetisi politik itu jangan sampai dibatasi atau dengan kata lain bahwa syarat pengajuan itu harusnya menjadi 0% agar terbuka peluang dan kesempatan bagi orang orang yang akan ikut berkompetisi untuk mendapatkan ruang sekaligus menunjukkan kwalitas dan kapasitasnya lewat saluran Partai Politik yang ada.
Racun kecil namun bilamana terus menerus dibiarkan maka yang akan terjadi adalah pemburukan terhadap Demokrasi atau bahkan berakibat matinya Demokrasi yang barang tentu hal ini sangatlah fatal. Itulah sebabnya mengapa hal tersebut kita anggap sangat serius, sebab dia akan menjadi sumbatan aliran atau penghambat sirkulasi yang seharusnya mampu menghubungkan semua aspek kepentingan namun tersumbat dan dihalangi dengan dalil yang tidak rasional yaitu Parlementary Threshold.
Mengetahui serta memahami inti dari Kepemimpinan Demokrasi akan menjadi sangat penting, bahwa semua orang mempunyai hak dan kesempatan yang sama atas setiap peluang yang ada, terbuka bagi semua orang melalui kapasitas atau kemampuan yang mereka miliki agar diuji, diseleksi serta dievaluasi, apakah mereka memang punya kapasitas pikiran atau keilmuan terutama kapasitas moral etik yang mereka miliki. Sehingga nantinya kwalitas kepemimpinan seseorang dapat diukur melalui kapasitas pemerintahannya, apakah mereka memang bermanfaat bagi Rakyatnya ataukah justru menjadi momok dan otoritarian terhadap Pemerintahan dan Negara yang dipimpinnya.
Maka peran Partai Politik sebagai Mesin Industri Intelektual yang senantiasa menyiapkan Sumber Daya dari keadaan riil masyarakat akan menjadi sangat diperlukan, sebab sebagai Organisasi Politik diikat di dalam satu simpul Moral Etik sebagai landasan utamanya untuk tetap teguh memegang amanah dalam melahirkan atau memunculkan setiap calon pemimpin yang wajib mempunyai kriteria kemampuan pikiran diatas rata rata, agar nantinya bagi mereka yang ada pada posisi pemerintahan senantiasa dapat memperlihatkan keberpihakannya kepada Bangsa dan Negara, bukan bagi mereka yang hanya mementingkan kepentingan individu dan kelompok saja, dengan cara membuat Narasi terbalik dan seolah olah semua yang mereka lakukan tujuannya adalah kepentingan Bangsa dan Negara.
Tujuan demokrasi dapat diraih melalui kepemimpinan yang lebih berkwalitas. Membangun peradaban Politik yang berkwalitas atas dasar KEPENTINGAN NASIONAL atau NATIONAL INTEREST, yang dimulai dari seleksi calon Pemimpin Nasional, adalah langkah awal yang sangat baik, oleh sebab itu merupakan momentum yang sangat diperlukan bagi KELANGSUNGAN KEHIDUPAN POLITIK BER-NEGARA atau Survival Of The Nation, tentunya dengan cara mematuhi atau tunduk serta taat agar melaksanakan amanat konstitusi secara sadar, konsisten dan sungguh-sungguh. Semua itu demi menghindari terjadinya budaya kemunafikan, keserakahan, kerakusan dan ketamakan, sebab semua itu taruhannya adalah Negara dan Bangsa.
Bagi semua elemen Bangsa tanpa terkecuali agar kiranya dapat memahami bahwa kekuasaan atau kepemimpinan atas suatu jabatan yang apabila dihasilkan dari praktek tukar tambah kepentingan atau suap menyuap, maka praktek tersebut tidak akan pernah melahirkan Negarawan. Terlebih lagi ketika kita semua membiarkan praktek politik dan birokrasi yang mengabaikan perintah KONSTITUSI, maka sesungguhnya saat itu kita sedang membangun KEBIADABAN Bukan PERADABAN.
Akhirnya kita dapat menarik kesimpulan bahwa Detoksifikasi atau membuang racun yang mengakibatkan adanya gangguan medis demokrasi sangat diperlukan dalam rangka pemulihan dan demi perubahan serta pertumbuhan Politik yang lebih BERKWALITAS, dengan cara MEMERDEKAKAN KEMBALI MANUSIA, DARI EKSPLOITASI POLITIK MANUSIA YANG LAIN, AGAR SELURUH RAKYAT INDONESIA TANPA TERKECUALI DAPAT KEMBALI BERMIMPI DAN MENG-IMAJINASIKAN CITA CITA BER-NEGARA MELALUI KEDAMAIAN DAN PERSAHABATAN DI ANTARA SESAMA ANAK BANGSA. (*)