Jusuf Kalla Belum Melihat Ancaman Gelombang PHK Massal di 2023

  • Bagikan

JUsuf Kalla. --ist--

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Mantan Wakil Presiden RI ke 10 dan 12, Jusuf Kalla belum melihat terjadinya potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akbat ancaman resesi di tahun 2023 ini.

Bagi pria yang akrab dengan panggilan JK itu, meski potensi itu ada tapi bukan berarti bisa dikatakan massal.

"Saya belum melihat gelombang PHK yang besar," ujar JK yang ditemui usai menghadiri kegiatan Dies Natalis ke 25 Universitas Paramadina di Kampus Universitas Paramadina, Jalan Gatot Subroto, Selasa, 10 Januari 2023.

Sebaliknya, JK menuturkan, baru saja berbicara dengan sejumlah pelaku industri garmen di Indonesia. Dalam perbincangaan tersebut, ada yang justru kekurangan buruh atau tenaga kerja.

"Lima perusahaan garmennya di Jawa kekurangan buruh sehingga harus didatangkan dari Sumatera, Batam dan daerah lainnya," ujar JK lagi.

Pendiri Kalla Group itu juga menyadari adanya keluhan dan kekhawatiran dari sejumlah pengusaha. Namun itu umumnya terlihat dari sejumlah perusahaan-perusahaan baru yang bergeraka di sektor digital dan e-commerce.

"Itu karena orang-orang kembali ke toko, mall untuk melihat kembali barang yag diinginkan. Usaha itu di masa-masa covid kan maju pesat," kata pria kelahiran Bone, Sulawesi Selatan tersebut.

"Tapi dibidang-bidang lain saya belum melihat suatu ancaman PHK yag massal. Jadi jangan semua dikatakan massal, di mana massalnya, sektor apa," imbuhnya.

Pada kesempatan sama, JK juga menanggapi soal kontroversi undang-undang cipta kerja yang saat ini ditolak oleh para buruh. Menurut JK, semua pihak perlu mempelajari dengan baik tentang RUU tersebut. "Itu kan 1000 halaman dan belum beredar. Saya juga mohin maaf karena belum membaca secara keseluruhan," ungkap JK.

JK juga menceritakan pengalamannya saat masih di pemerintahan. Saat itu ia mengusulkan sistem upah buruh sesuai dengan dua hal, yaknii berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

"Kan wajar, inflasi artinya, supaya daya belinya tetap. Kalau harga-harga naik, upah juga dinaikkan. Jadi itu stabil untuk pendapatan," sebutnya.

Kemudian, lanjut JK, Jika berdasarkan pertumbuhan ekonomi, maka buruh juga mendapatkan hasil dari kegiatannya serta menikmati pertumbuhan ekonomi yang ada.

"Jadi dua hal itu yang menjadi faktor yang menurut saya lebih adil," tutup JK. (*/pp)

  • Bagikan

Exit mobile version