PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID JAKARTA -- Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang menghukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda pemilu 2024, langsung menuai perhatian sejumlah pihak.
Salah satunya datang dari Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi), Jeirry Sumampow. Dia menilai, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) berlebihan yang meminta Pemilu 2024. Menurutnya, putusan tersebut melebihi batas kewenangan pengadilan.
Hal ini setelah PN Jakpus mengabulkan gugatan perdata atas hasil verifikasi administrasi yang diajukan Partai Prima. “Saya kira, putusan PN Jakarta Pusat ini berlebihan. Bahkan melebihi kewenangan pengadilan,” kata Jeirry dalam keterangannya, Kamis (2/3).
Koordinator Komunitas Pemilu Bersih itu juga memandang, substansi putusan PN Jakarta Pusat bertentangan dengan UUD 1946, yang juga bertentangan dengan konstitusi, khususnya terkait dengan pasal yang mengatur bahwa Pemilu harus 5 tahun sekali dan pasal terkait dengan masa jabatan Presiden yang 5 tahun. “Sehingga, mestinya tak ada kewenangan PN Jakpus untuk melakukan penundaan Pemilu,” tegas Jeirry.
Ia memandang, jika KPU mengikuti putusan tersebut tentu akan mengacaukan tahapan Pemilu yang sudah berjalan. Karena itu, sudah tepat jika KPU akan melakukan banding.
Menurut Jeirry, jika KPU melanggar proses administrasi dalam hasil verifikasi Partai Prima, semestinya hanya hak dari Partai Prima dalam tahapan verifikasi yang dipulihkan. Bahkan, bisa cukup KPU yang dijatuhkan sanksi.
“Tidak tepat jika masalahnya ada di tahapan verifikasi, tapi semua tahapan harus ditunda. Bisa repot kita jika banyak putusan seperti ini. Disamping tak ada kepastian hukum, juga bisa jadi ruang politik untuk menciptakan ketidakstabilan demokrasi,” cetus Jeirry.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mengabulkan gugatan yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), terkait gugatan perdata atas hasil verifikasi administrasi partai politik untuk Pemilu 2024. PN Jakpus menghukum KPU untuk menunda penyelenggaraan Pemilu.
“Menerima gugatan penggugat (Partai Prima) untuk seluruhnya. Menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat (KPU RI),” demikian bunyi putusan PN Jakpus, Rabu (2/3).
Putusan itu dibacakan pada Rabu (2/3) oleh Ketua Majelis Hakim T. Oyong dengan Hakim Anggota Bakri dan Dominggus Silaban. Serta, panitera pengganti Bobi Iskandardinata.
PN Jakpus meminta KPU sebagai pihak tergugat untuk tidak melanjutkan proses tahapan Pemilu 2024. Sehingga, KPU diminta untuk melakukan penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024. “Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024, sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari,” pinta Hakim PN Jakpus.
Selain menunda proses tahapan Pemilu, PN Jakpus juga meminta KPU sebagai pihak tergugat untuk melakukan ganti rugi sebesar Rp 500 juta kepada pihak penggugat, dalam hal ini Partai Prima. “Menghukum tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 500 juta kepada penggugat,” demikian putusan PN Jakpus.
Merespons putusan itu, Ketua KPU Hasyim Asy’ari menegaskan akan mengajukan upaya hukum banding. Sebab, KPU sudah mulai melakukan proses tahapan Pemilu 2024. “KPU akan upaya hukum banding,” tegas Hasyim merespons putusan tersebut. (jpg/