Cegah Harga Beras Naik dengan Sistem Terbaik

  • Bagikan

* Oleh : Sitti Hidayah
(Ketua Komunitas Dakwah Majelis Qolbun Salim Kota Palopo)


Lonjakan harga pangan jelang bulan suci ramadhan sudah menjadi kisah klasik di tanah air. Rakyat bersuka-cita menyambut bulan mulia namun harus menghadapi kenaikan harga. Khususnya beras mengalami kenaikan di seluruh daerah.

Di Kota Palopo lonjakan harga beras terpantau di beberapa tempat. Kenaikan harga beras di Pasar Sentral Palopo misalnya mencapai Rp.3000 per kilogram (kg). Harga beras yang awalnya Rp. 9000 naik menjadi Rp. 12 ribu per kg. Harga beras yang tertinggi Rp 14 per kg. Kenaikan ini terjadi sejak akhir Februari. (data media online).

Mirisnya, kenaikan harga beras terjadi di negeri subur, agraris. Untuk komoditas beras, Indonesia menjadi produsen beras terbesar keempat di dunia, nomor satu di Asia Tenggara dengan estimasi produksi 34,6 juta MT di tahun 2022/2023. Sulawesi Selatan memproduksi paling banyak keempat yaitu 6%. Namun, saat ini Cadangan Beras Pemerintah merosot hingga akhir 2022. Tidak mencapai target seharusnya yaitu 1,2 juta ton pada Desember 2022. (data media online).

Penurunan stok beras di Perum Bulog Palopo jelang Ramadhan menyebabkan harga melonjak. Ramadhan tahun lalu stok beras sebanyak 2000 ton, sementara tahun ini hanya 750 ton. Sub Divre Perum Bulog Palopo, Lisna mengatakan, stok beras aman, bahkan hingga Juni 2023. Dibanding tahun lalu, tentu stok tahun ini jauh dari memadai.

Salah Kelola

Naiknya harga tidak hanya disebabkan permintaan meningkat, namun juga pengelolaan beras yang kapitalistik di negeri ini. Kapitalisme menjauhkan kehidupan dari tuntunan agama. Pengaturan kebutuhan pangan ini dalam kendali pelaku usaha, para kapital. Pengelolaan beras tak lagi berorientasi menjamin kebutuhan rakyat, tapi berorientasi bisnis. Harga dalam kendali para kapital, ditetapkan sesuai kehendak mereka. Rakyat harus membeli beras dengan harga mahal.

Ini nampak dari tidak berdayanya pemerintah menurunkan harga beras meski sudah mengimpor beras untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Telah dua tahap Bulog mengimpor beras yaitu sebanyak 300 ribu ton beras pada bulan Desember 2022 dan 200 ribu ton beras pada Februari 2023.

Disinyalir mafia beras penyebab harga beras merangkak naik. Ini berdasarkan pernyataan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin meminta adanya penelusuran dugaan mafia beras. Hal ini merespon Direktur Utama perum Bulog Budi Waseso, mafia telah menjadi biang-keladi operasi pasar beras yang dilakukan Bulog tak efektif turunkan harga (news.republika.co.id 31/01/2023).

Para pedagang besar menjual beras dari Bulog dalam jumlah besar dan menjadi penyalur ke pedagang eceran, menjual dengan harga tinggi. Budi Waseso mengatakan, jika ada oknum karyawan Bulog yang juga turut bermain, bakal dipecat. Seperti di Sulawesi Selatan beras hilang dipinjam, alasan apapun itu salah.

Negara menjadi nihil peran. Pemenuhan kebutuhan beras menjadi lahan meraup keuntungan bagi para kapital. Perum Bulog sebagai stabilisator harga beralih menjadi lembaga provit. Lagi-lagi kekurangan pasokan beras dimanfaatkan oleh oknum pedagang. Walhasil rakyatlah yang menjadi korban.

Kenaikan harga beras berdampak inflasi tahunan saat ini sebesar 5,42 persen. Ini semakin menyulitkan perekonomian rakyat terutama rakyat miskin.

Saatnya potensi umat dikerahkan untuk mencegah kenaikan harga. Bahkan bisa menjamin kebutuhan beras, dengan harga murah dan kualitas terbaik. Ini hanya bisa dengan tata kelola yang benar dalam sistem terbaik.

Islam Stabilkan Harga

Islam menjamin kebutuhan pokok tiap individu rakyat, termasuk kebutuhan pangan. Negara dalam Islam (khilafah) sebagai pelayan dan ra’in (pengurus) urusan rakyat menjalankan fungsinya sesuai tuntunan syariat.

Jaminan tersebut mampu menstabilkan harga pangan, mencegah kenaikan harga dengan beberapa mekanisme:
Pertama, negara dengan sistem ekonomi Islam memiliki pengaturan khas, meliputi: pengaturan kepemilikan lahan, hukum seputar perdagangan dan industri, dan sebagainya. Negara dalam politik ekonominya akan menjamin kebutuhan pokok tiap warga negaranya.

Kedua, negara sebagai pelaku utama pengelolaan pangan, tidak menyerahkannya kepada swasta atau koorporasi. Negara menjalankan peran politiknya dengan benar. Ini akan menjaga pangan tidak menjadi objek komersial.

Ketiga, negara menjaga stok pangan tetap memadai, dengan optimalisasi produksi pangan. Baik dengan ekstensifikasi, intensifikasi maupun diversifikasi. Begitu pula pemanfaatan teknologi dan riset. Semua akan didanai oleh baitul mal. Jika ada gangguan atau kekurangan bahan pangan, negara mensuplai daerah yang surplus ke daerah yang kekurangan. Ini akan menjaga harga tetap stabil.

Keempat, negara memastikan distribusi pangan merata, adil dan tidak tersumbat dari hulu ke hilir. Negara melarang praktek kecurangan seperti: penimbunan, penipuan. Jika ada yang menimbun, negara akan memaksanya untuk memasukkan barangnya ke pasar. Negara memberi sanksi ta’zir kepada penimbun dan pelaku kecurangan lainnya. Pengawasan dilakukan oleh Qodhi Hisbah yang bertugas di pasar-pasar dan menindak tegas siapapun yang melanggar.

Kelima, suasana ketaqwaan selalu dijaga oleh negara melalui sistem pendidikan Islam dan pengelolaan media berdasarkan syariat. Demikian pula amar ma’ruf nahi mungkar antar individu, yang akan menjaga dan mengontrol warga negara berada dalam kebaikan dan jauh dari keburukan. Baik ia sebagai rakyat maupun yang diberi amanah kekuasaan.

Demikianlah Islam telah berhasil menstabilkan harga pangan dalam kondisi apapun. Yaitu dengan penerapan Islam dalam pengelolaan pangan. Dibuktikan pada masa kekhilafahan Islam yang berjaya selama 13 abad. Saatnya umat serius dan sungguh-sungguh mengelola pangan berdasarkan syariat agar menjadi rahmat. Wallahua’lam. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version