PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID KENDAL -- Kasus dugaan pungutan liar (pungli) di sekolah dasar kembali terjadi di Kendal. Kali ini, terjadi di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 Kendal di Kelurahan Kalibuntu Wetan, Kota Kendal. Modusnya, dengan meminta infak pendidikan kepada wali siswa dengan besaran yang telah ditentukan.
Ada dua jenis sumbangan dengan modus Infak wali murid. Yakni, kelas 1 sebesar Rp 700 ribu per siswa. Sedangkan kelas 2-6 ditarik infak sebesar Rp 500 ribu per siswa. Besaran infak ini turun dibanding tahun ajaran sebelumnya. Pada tahun ajaran lalu, besaran infak untuk kelas 1 atau siswa baru sebesar Rp 965 ribu per siswa. Sedangkan untuk siswa kelas 2-6 membayar infak sebesar Rp 332 ribu.
“Jadi, semua dimintai. Itu tanpa sosialisasi sebelumnya. Kami hanya diajak rapat sekali, dan langsung disodori rencana anggaran sekolah,” ujar salah satu wali murid berinisial JM, dikutip dari Jawa Pos Radar Semarang, Selasa (11/4). Dikatakan JM, pungutan berkedok uang infak itu sudah harus dibayarkan sebelum ujian kenaikan kelas. Kalau belum bayar, lanjut dia, maka bisa dipastikan guru atau pihak sekolah akan menagih dana infak tersebut kepada siswa.
JM menyayangkan adanya pungutan tersebut. Sebab, seharusnya infak dana pendidikan dari wali murid tidak boleh ditentukan besarannya. Pun waktu menyumbang, sesuai undang-undang tidak diperkenankan pihak sekolah maupun komite menentukan batasan waktu. “Sebab, untuk sekolah dasar, itu sudah dibiayai pemerintah. Apalagi ini sekolah negeri,” katanya.
Dijelaskan, sesuai rincian pengeluaran dari uang infak tersebut, justru banyak digunakan untuk di luar kepentingan pendidikan. Seperti untuk belanja minum harian guru dan karyawan sebesar Rp 7,3 juta, dana pensiun guru Rp 2 juta, dan pembelian Smart TV Rp 15,8 juta.
“Itu semua menurut kami, di luar kepentingan kebutuhan pendidikan anak-anak kami di sekolah,” tegasnya.
Lebih janggal lagi, lanjut dia, dana infak pendidikan itu juga digunakan untuk pengadaan bingkisan Hari Raya sebesar Rp 12 juta. “Ada juga kegiatan halalbihalal yang didianggarkan Rp 7 juta,” bebernya.
Selain itu, ada juga pengeluaran untuk pembayaran gaji dan sertifikasi bagi guru tidak tetap (GTT), termasuk gaji ke-13 GTT dan pegawai tidak tetap (PTT). Jumlahnya mencapai puluhan juta rupiah. Kepala MIN 1 Kendal Subiyono mengatakan, penarikan infak itu sudah melalui rapat komite sekolah yang melibatkan orang tua siswa. “Semua wali murid menyetujuinya, tidak ada yang protes,” tegasnya.
Terpisah, Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kendal Langgeng Prabowo mengatakan, sumbangan ke satuan pendidikan dasar sebenarnya masih diperbolehkan.
“Tapi sifatnya harus sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat jumlah atau besaran sumbangan dan jangka waktunya pemberian sumbangan juga tidak dibatasi atau ditentukan,” jelasnya.
Sebaliknya, kata dia, sumbangan dalam bentuk apapun bisa masuk kategori pungutan pendidikan jika penarikan uang oleh sekolah kepada peserta didik, orang tua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan. Dijelaskan, dalam hukum pidana secara umum mengatur bagi pihak kepala sekolah atau komite sekolah yang melakukan pungutan pendidikan kepada wali murid, maka dapat dianggap menyalahgunakan jabatan. Sehingga bisa diancam pasal 423 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang dan jabatan. “Ancaman hukumannya maksimal 6 tahun penjara,” tandasnya.
Begitu pula jika dikaitkan dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, lanjut dia, pungutan sekolah bisa dikategorikan korupsi. Yakni, dengan unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara menyalahgunakan wewenang dan jabatan. “Hukumannya paling singkat empat tahun dan maksimal 20 tahun penjaara serta denda paling banyak Rp 1 miliar,” jelasnya.(int)