PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal mengurangi jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dari sekitar 1.600 menjadi 1.000.
Langkah itu akan dilakukan selama lima tahun ke depan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan pengurangan dilakukan seiring semakin luasnya peran BPR dalam Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Dalam UU itu, BPR bisa terlibat dalam sistem pembayaran dan dapat listing di pasar saham.
“Kita tidak bisa dengan peran BPR yang diperkuat itu kemudian setiap BPR bisa melakukannya,” ujar Dian dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2023 beberapa waktu lalu, dikutip Senin (17/4).
“OJK melihat jumlah BPR terlalu banyak sekitar 1.600, kemungkinan dalam waktu 5 tahun ke depan kita akan mengurangi jadi hanya 1.000 saja dengan melakukan konsolidasi, dan menutup BPR-BPR yang bermasalah, lanjutnya.
Dian menjelaskan meski BPR dapat melantai di pasar saham, tidak semua BPR akan diizinkan melakukannya.
BPR harus memenuhi syarat tertentu karena menyangkut keamanan investor.
Begitu juga dengan BPR yang akan terlibat dalam sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank Indonesia (BI) juga harus memenuhi syarat tertentu.
Di sisi lain, UU P2SK mengubah istilah BPR dari sebelumnya Bank Perkreditan Rakyat menjadi Bank Perekonomian Rakyat.
“Nomenklatur “Bank Perkreditan Rakyat’ yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku dimaknai sama dengan Bank Perekonomian Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini,” bunyi pasal 314 bagian a.
Sementara nomenklatur Bank Pembiayaan Rakyat Syariah diubah menjadi Bank Perekonomian Rakyat Syariah dalam UU P2SK.
Perubahan nama tersebut dilakukan paling lama dua tahun terhitung sejak UU P2SK diundangkan.(int)