Jika Lebaran Sabtu, Bolehkah Jumat Ikut Tidak Berpuasa?

  • Bagikan

ilustrasi

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Perayaan Hari Raya Idul Fitri 1444 H tahun ini, berpotensi mengalami perbedaan antara pemerintah dan Muhammadiyah.

Seperti diketahui, Muhammadiyah sebelumnya lebih dulu telah menetapkan 1 Syawal 1444 H jatuh pada Jumat (21/4/2023), berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal.

Ketentuan tersebut tertuang di dalam Hasil Hisab Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada 23 Desember 2022.

Sementara lebaran versi pemerintah berpotensi akan jatuh pada Sabtu (22/4/2023).

Hal ini berdasarkan hasil perhitungan astronomi, bahwa posisi hilal pada saat pelaksanaan rukyatul hilal berada pada 1-2 derajat di atas ufuk, dengan sudut elongasi di bawah 3 derajat.

Angka itu masih jauh di bawah kriteria baru MABIMS, yakni ketinggian hilal 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat.

Dengan adanya potensi perbedaan ini, bolehkah umat Islam tidak berpuasa pada Jumat, meski baru mengikuti lebaran atau Shalat Ied pada Sabtunya?

Penjelasan MUI Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammad Ziyad mengatakan, umat Islam yang lebaran atau Shalat Ied pada Jumat tidak boleh berpuasa.

Hal ini disebabkan karena hari raya Idul Fitri termasuk hari yang diharamkan untuk berpuasa.

Bagi umat Islam yang lebaran pada Sabtu, juga diperbolehkan untuk tidak berpuasa pada hari Jumat. "Boleh (tidak puasa), karena sudah ada saudara Muslim yang merayakan Idul Fitri," kata Ziyad, seperti dilansir kompas, 18 April 2023.

Kendati demikian, Ia menambahkan umat Islam yang lebaran pada Sabtu juga diizinkan untuk berpuasa sesuai keyakinannya.

"Dalam konteks ini, kalau keyakinannya ikut Hari Raya Sabtu jika ingin tetep berpuasa, maka berpuasalah seperti yang menjadi keyakinannya," jelas dia.

Menurutnya, baik lebaran pada
Jumat maupun Sabtu, keduanya merupakan hasil ijtihad masing-masing.

Meski berpotensi beda, Zayid berharap agar umat Islam merayakan Idul Fitri dengan saling menghargai dan menghormati.

Selan itu, Ia juga berharap agar ke depannya ada kesepakatan kalender Hijriah secara global agar tidak terjadi perbedaan Hari Raya.

"Selama hasil ijtihad belum menemukan titik temu, maka perbedaan Hari Raya ini akan tetap terjadi. Mudah-mudahan kita bisa saling berlebaran dengan penuh toleransi," pungkasnya.

Ikuti Pihak yang Berilmu

Habib Rizieq Shihab mengungkapkan bagaimana perhitungan penetapan 1 Syawal atau hari raya Idulfitri.

"Beliau memiliki ilmu dan mempraktikkan ilmu yang beliau miliki terkait ilmu falak dan perhitungan jatuhnya 1 Syawal 1444 H,” kata Juru Bicara Habib Rizieq, Aziz Yanuar, Senin (17/4/2023).

Kendati pandai dalam ilmu falak namun pihaknya menyerahkan penetapan hari raya Idulfitri kepada pemerintah dan ormas lainnya.

"Namun beliau menyerahkan kepada masyarakat untuk ikut pemerintah ataupun ormas lain yang berkompeten dalam hal tersebut sesuai dengan ijtihad pihak yang berilmu tersebut,” tuturnya.

Aziz Yanuar menegaskan bahwa perbedaan dalam menentukan lebaran Idul Fitri merupakan kekayaan khazanah dalam ilmu fiqih dan dunia islam.

"Tapi perlu digaris bawahi bahwa perbedaan pendapat dalam penentuan tersebut bukan merupakan masalah karena membuktikan khazanah ilmu dan kedewasaan masyarakat dalam menyikapi perbedaan dalam hal fiqih dalam dunia Islam,” ujarnya. (*/net/pp)

  • Bagikan

Exit mobile version