* Oleh : Sitti Hidayah, ST
(Aktivis Majelis Qolbun Salim kota Palopo)
SEA Games telah digelar. Persiapan untuk event ini tak tanggung-tanggung. Dilansir dari CNN Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan telah menggelontorkan Rp852,2 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk Indonesia pada perhelatan SEA Games 2023.
Hal tersebut ia ungkapkan melalui akun Instagram resmi @smindrawati, Rabu (17/5). Bendahara negara menyebut APBN ldikucurkan melalui DIP Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora).
Anggaran Rp852,2 miliar itu terdiri dari Rp522 miliar untuk pembinaan atlet-atlet sebelum berlaga di multi-event internasional, Rp55,2 miliar untuk bantuan pengiriman kontingen menuju Kamboja, dan Rp275 miliar untuk pemberian bonus bagi peraih medali (atlet/pelatih/asisten pelatih). https://www.cnnindonesia.com
Pemerintah berharap kontingen Indonesia berprestasi dalam event ini. Dana fantastis pun dikucurkan. Namun dengan dana milyaran, di saat kemiskinan mendera, utang meroket, stunting yang genting dan aneka infrastruktur yang tidak memadai. Menjadi tidak logis, layakkah event ini menjadi prioritas?
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat tingkat kemiskinan September 2022 sebesar 9,57 persen atau lebih tinggi dari Maret 2022 yang 9,54 persen, yaitu sebanyak 26,36 juta orang berada di bawah garis kemiskinan. Mirisnya, 4 persen dari jumlah tersebut atau 10,86 juta mengalami kemiskinan ektrem. Jumlah yang cukup besar.
Sedangkan stunting berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) terbaru angka stunting Indonesia 21 persen. Begitupun masalah gizi, berdasarkan laporan The State of Food Security and Nutrition in the World yang dirilis Food and Agriculture Organization (FAO), pada 2021, Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah penduduk kurang gizi tertinggi di Asia Tenggara. Jumlah penduduk Indonesia yang kekurangan gizi mencapai 17,7 juta jiwa.
Di tingkat balita, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan 2018, sebanyak 17,7% balita di Indonesia masih mengalami masalah gizi. Angka tersebut terdiri dari balita yang menderita gizi buruk sebesar 3,9% dan yang mengalami gizi kurang sebesar 13,8%. (Katadata, 25-1-2019).
Data tersebut menunjukkan kemiskinan, stunting dan gizi buruk menjadi persoalan penting dan mendesak yang seharusnya diprioritaskan. Apalagi ini terkait kelangsungan hidup rakyat. Tentu tak sebanding dengan event olahraga yang tidak berdampak langsung kepada rakyat. Hanya demi prestise dan mendapat kebanggaan di mata dunia.
Olahraga ala Kapitalisme
Kapitalisme materialisme yang mendominasi dunia saat ini menjadikan kehidupan termasuk penguasa jauh dari standar agama yang mutlak kebenarannya, terutama dalam memandang prioritas masalah umat yang krusial untuk diselesaikan.
Mirisnya, negara bangga jika para atletnya bisa memboyong banyak medali namun jutaan rakyatnya terancam kelaparan dan gizi yang buruk, terancam keselamatannya karena jalan rusak, atau karena kemiskinan, banyak yang tidak mendapat layanan kesehatan yang memadai.
Benar bahwa seluruh dunia berada dalam perangkap "prestise, trend" ala kapitalisme yang membuat dunia lalai dari persoalan krusial yang mutlak harus diselesaikan. Olahraga pun tak luput, menjadi hiburan yang mengasyikkan dan menjadi ajang unjuk prestasi sekedar untuk dibanggakan di mata dunia. Lalu sumbangsih kepada dunia seperti apa?
Di samping itu, pesta olahraga dikemas menjadi lahan industri untuk meraup keuntungan materi bagi para pelaku bisnis yang terlibat di dalamnya. Karena kapitalisme menjadikan segala sesuatu dinilai seberapa manfaat materi yang akan diperoleh, minim bahkan jauh dari nilai kebenaran dan kebaikan. Disokong oleh paham kebebasan berprilaku, kepemilikan, berpendapat dan beragama.
Inilah penyebab mengapa dana begitu besar dikucurkan untuk Sea Games? Mirisnya, dana diambil dari APBN, namun kepentingan rakyat dipinggirkan. Kemiskinan, stunting, infrastruktur yang tidak memadai tidak menjadi prioritas, padahal menyangkut keselamatan jiwa rakyat.
Oleh karenanya, penting untuk mengembalikan cara pandang umat tentang olahraga dan bagaimana penguasa dalam mengurus rakyatnya, sehingga tidak salah dalam prioritas kebijakan, masalah apa yang seharusnya mendesak untuk diselesaikan. Dan harus mengacu pada tuntunan yang benar. Tidak terperangkap konsep kapitalisme yang menyengsarakan.
Olahraga dalam Islam
Olahraga penting untuk kebugaran tubuh yang menjadikan tubuh sehat. Dalam hadits Rasulullah Saw dinyatakan, "Orang mukmin yang kuat lebih baik dan dicintai Allah daripada mukmin yang lemah". Dengan tubuh sehat dan kuat, seorang bisa optimal melaksanakan rangkaian ibadahnya sebagai hamba Allah SWT.
Dalam Islam potensi umat yang sehat dan kuat diarahkan untuk menyebarkan dakwah dan berjihad fi sabilillah. Dasarnya adalah firman Allah Swt., “Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang mampu kalian upayakan.” (QS Al-Anfal: 60). Rasulullah Saw pun memerintahkan umatnya untuk belajar berenang, berkuda dan memanah, berlari, bela diri, perang-perangan dan angkat berat.
Dengan begitu, penguasa dalam Islam sebagai ra'in (pengurus) urusan umat (Khalifah) akan menuntun, mengarahkan, memastikan rakyatnya menjadi mukmin yang kuat dan sehat melalui serangkaian kebijakan.
Kebijakan politik ekonomi dalam Islam memberi jaminan terpenuhinya kebutuhan pokok tiap rakyat, berupa pangan, sandang, papan. Demikian pula kebutuhan pendidikan, kesehatan yang memadai dan keamanan. Sehingga tak ada seorang rakyatpun yang tidak terpenuhi kebutuhan pokoknya. Ini menjadi prioritas, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Saw dan Khalifah berikutnya.
Khilafah menyiapkan sarana dan fasilitas olahraga yang memadai untuk kebutuhan rakyatnya, semata agar rakyatnya sehat, kuat dan siap untuk berjihad dan melakukan ibadah lainnya, bukan karena mengejar popularitas di mata dunia, bisnis dan tujuan lainnya. Sehingga energi umat, termasuk harta tidak akan terkuras untuk membuat atau mendanai event olahraga unfaedah sebagaimana hari ini.
Ini karena Islam peradaban bervisi mulia, sebagai penyebar kebaikan dan rahmat bagi seluruh alam. Dituntun dengan tuntunan terbaik dari zat yang Maha Baik lagi Mulia yaitu Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, "Islam itu tinggi, dan tidak ada yang melebihi ketinggiannya". Wallahu a'lam bissawab. (*)