Oleh : Dr. Syahiruddin Syah, M. Si
SISTEM pemilu terbuka di Negeri ini mengundang para pakar akademisi, para praktisi dan politisi untuk bersuara dan menyampaikan pandangan mereka terhadap sistem pemilu terbuka sehubungan dengan adanya wacana sistem pemilu dengan model proporsional tertutup.
Mengamati dan mempelajari pemilu terbuka yang dilaksanakan oleh negara/ pemerintah selama ini mengundang polemik di tengah-tengah masyarakat bangsa ini, disatu sisi ada yang setuju dengan sistem pemilu terbuka disisi lain ada yang setuju dengan sistem tertutup dengan perbandingan plus qminusnya.
Sebagai pengamat saya berpandangan bahwa pemilu terbuka di negeri tercinta ini sarat dengan politik uang, sehingga banyak caleg yang cerdas tapi tidak memiliki uang yang banyak mengeluh terhadap adanya permainan uang pada saat pemilu, pada hal mereka juga ingin berpartisipasi dan mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara melalui pileg dengan harapan ketika terpilih akan melakukan perbaikan-perbaikan sistem dan tata kelola pemerintahan dan pembangunan. Akan menjalankan tugas dan fungsi- legislatif sesuai dengan tingkatannya, namun karena keterbatasan biaya kampanye dan biaya penyerangan sebagai upaya membeli suara pada hari pelaksanaan pemilu sangat terbatas sehingga sangat berpotensi gagal dalam meraih cita-cita.
Demokrasi yang kita anut selama ini syarat dengan konflik, baik itu konflik dengan partai lain maupun dengan internal partai. Bahkan konflik terjadi antara pendukung sesama caleg dengan melibatkan beberapa keluarga yang berbeda dukungan, sehingga hal ini berpotensi konflik yang berkepanjangan.
Selain itu demokrasi terbuka tidak memberikan edukasi (mendidik ) bangsa ke arah yang lebih maju. Oleh karena didalam berpolitik hanya uang yang ada dipikirannya, bukan visi dan misi para caleg yang ada dalam benaknya, sehingga inilah yang menjadi tuntutan sebagian masyarakat menginginkan untuk kembali ke sistem tertutup.
Sistem pemilu terbuka dapat memiskinkan caleg juga mengeluarkan biaya negara yang sangat besar nilainya sampai trilyunan yang nota Bene adalah utang negara.
Karena rakyat Indonesia dominan masih miskin maka demokrasi terbuka sangat tidak layak diterapkan, oleh karena akan memunculkan kapital oligarkhi, dimana pihak kapital meliberalisasi rakyat untuk mau melakukan praktek politik uang (money politik).
Negara kita adalah negara kesatuan yang berbentuk republik dengan menganut idioligi Pancasila sebagai dasar negara. Demokrasi yang diamanahkan oleh pendiri bangsa ini adalah demokrasi yang berdasarkan Pancasila, dimana lebih menekankan musyawarah mufakat seperti yang tercantum pada sila ke 4 (empat) pada pancasila.
Berikutnya dampak yang ditimbulkan sistem pemilihan terbuka adalah adanya pergeseran nilai budaya selama ini dianuti yaitu sistem gotong royong, hampir-hampir sudah tidak didapatkan lagi, setiap akan melakukan kegiatan partisipasi gotong royong masyarakat akan menghitung/ menilai tenaganya dengan uang. Pada hal Gotong royong adalah suatu budaya persatuan bangsa yang tercantum pada sila ke3 (tiga) dari Pancasila.
Selain itu hak azasi manusia belum dapat diwujudkan sebagaimana dengan konsep demokrasi, juga seperti yang tertuang pada sila ke 5 (Lima) Pancasila.
Demokrasi terbuka juga berpengaruh pada nilai -nilau karakter budaya bangsa yang sudah tidak ada lagi saling menghargai baik dari sikap, tutur kata dan lainnya. Bahkan saling menghujat, dan tidak mencerminkan lagi nilai--nilai Pancasila pada sila ke 2(dua).
Selain itu dari segi pandangan agama tidak pas dengan sistem terbuka karena rawan jual beli suara yang menimbulkan dosa (haram). Sehingga kesemua alasan itu menjadi sangat potensi sistem pemilu tertutup diterapkan dengan beberapa catatan yang harus dipenuhi.
Namun bila sistem pemilu terbuka dilanjutkan dengan strategi pemilihan yang berubah dengan tidak menimbulkan konflik dan pembiayaan yang besar, baik itu caleg maupun pembiayaan negara dengan berpedoman kepada idiologi bangsa sebagai dasar negara maka kemungkinan bisa sj dilanjutkan dengan beberapa catatan pula. Selamat membaca semoga bermanfaat. Wassalam. (***)