CAWE-CAWE POLITIK

  • Bagikan

Catatan : Syamsu Nur

Akhir-akhir ini istilah Cawe-cawe menjadi ramai. Kali ini Presiden kita menjadi sasaran sindiran. Istilah cabe-cawe pun digunakan dalam sindiran itu. Para pengkritik cawe-cawe di dunia politik saat ini - menilai Presiden RI ikut mengatur calon-calon Presiden 2024.

Kalau kita membuka kamus Purwadarminta, istilah Cawa-cawe bisa ditemukan. Cabe-cabe berarti ikut membantu-ikut menangani, membereskan atau merampungkan.

Sebagai contoh: apabila melihat ada kepincangan generasi muda, orang-orang tua cawe-cawe mengatasinya. Contoh kalimat ini bisa diterjemahkan kendati ada perbedaan dengan cabe- cawe dalam politik masa kini.

Bagaimana dalam dunia politik saat ini, komentar macam-macam muncul di mana-mana. Kritik adanya cawe-cawe dalam dunia politik.

Dalam berbagai penampilan, Presiden Joko Widodo sebagai pejabat politik tetap teguh akan melakukan cawe-cawe demi kesinambungan pembangunan. “Presiden, boleh berganti tapi pembangunan untuk kepentingan nasional dan rakyat tetap jalan,”begitu komentarnya.

Di balik itu, bagaimanapun alasannya, kendati sebagai pejabat politik - para pengkritik beranggapan agar Presiden tidak terlalu jauh terlibat dalam pemilihan presiden.

Istilah jauh atau dekat pada arti cabe-cawe, sayang Kamus Putwadarminta tidak menjelaskan secara lengkap. Tapi kalau dimaknai kondisi saat ini, menuju Pemilu yang semakin dekat, tidaklah sesuai harapan kita.

Adanya perbedaan pendapat yang dibumbui kata cawe-cawe dalam politik kita, sebaiknya bisa semakin mereda. Kita harapkan adanya tokoh bangsa yang berpikiran common sense.

Berpikir kebangsaan dan netral. Ada kekhawatiran perbedaan ini bisa makin panas dan berkepanjangan. Tokoh- tokoh yang banyak berkomentar, masing-masing punya pendukung. Bisa saja ramai-ramai ikut bersuara.

Sebagai suatu bangsa yang dicita-citakan melangkah semakin maju, kondisi yang terjadi akhir-akhir ini, tidak menguntungkan. Maka sebaiknya kalau ada kritik, yah kritik lunaklah. Hendaknya “tensi diturunkan”. Baik dari pihak yang bercawe- cawe, maupun dari pihak pengkritik cawe-cawe. Kita yang bisa berada dalam berpikiran sehat, tetap mengharapkan pihak Pemerintah menempatkan diri pada posisi netral. Semua pihak kembali ke “lap top”.

Kembali ke aturan main. Suatu pesta demokrasi yang melibatkan banyak partai, beberapa koalisi politik dan kelompok masyarakat, sangat membutuhkan adanya wasit yang kredibel dan tidak memihak. Yaitu lembaga independen yang netral. Dan yang paling tepat untuk posisi ini adalah Pemerintah dan seluruh aparatnya. Termasuk lembaga netral kebanggaan kita, yaitu TNI dan Polri. (×××)

  • Bagikan