Kawasan Hutan Penelitian Kayu Lara di Luwu Rusak Parah. Diduga aktivitas ilegal logging terjadi di hutan endemik tersebut. --andrie islamuddin--
PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, BELOPA-- Kawasan Hutan Penelitian dan Wisata di Desa Temboe Kecamatan Larompong Selatan mengalami rusak parah akibat adanya oknum yang menerobos areal yang menurut Kepres 32 tahun 1990 kawasan tersebut masuk dalam istilah Kawasan Lindung.
Kepala KPH Latimojong, Hasrul S.Hut, yang dikonfirmasi Palopo Pos terkait status Hutan Penelitian dan Wisata Kayu Lara di Temboe, Larompong Selatan, Rabu (7/6) mengungkapkan, lokasi tersebut tidak masuk Kawasan Hutan Lindung, melainkan masuk sebagai Kawasan Lindung sebagai mana yang diatur dalam Kepres RI Nomor 32 tahun 1990 Tentang Kawasan Lindung.
"Hutan Penelitian Kayu Lara di Temboe itu memang bukan Kawasan Hutan lindung, tetap masuk Kawasan Lindung, karena didalamnya terdapat tanaman endemik yang dilindungi jenis plasma nutfah yaitu Kayu Lara. Pasal 1 Kepres 32 Tahun 1990 menyatakan, yang dimaksud kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan, " kata Hasrul.
Selanjutnya, kata Hasrul, Pada Kepres yang sama pada pasal 23 ayat 4.a dinyatakan, kriteria daerah perlindungan plasma nutfah adalah areal yang ditunjuk memiliki plasma nutfah tertentu yang belum terdapat didalamnya kawasan konservasi yang telah ditetapkan.
"Karena Hutan Penelitian Kayu Lara tidak masuk dalam wilayah hutan lindung, namun menjadi kawasan lindung, maka pengawasannya dibawah kendali langsung Pemerintah Kabupaten Luwu yang diatur dalam Perdanya," kata Hasrul.
Terpisah pemerhati lingkungan, Ismail Ishak, mengatakan, Pemkab Luwu sebagai pihak yang berwenang melindungi Kawasan Lindung harus melaporkan ke pihak berwajib penebangan adanya pohon-pohon Kayu Lara dengan membuka lahan tersebut, dimana hal itu adalah bentuk pengrusakan hutan yang dikategorikan kegiatan ilegal logging dimana pelakunya terancam hukuman berat.
"Pengrusakan hutan tersebut sangat jelas diatur dalam Pasal 83 Ayat 1 Huruf b, Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dimana ancaman pidana penjara maksimum 15 tahun dan denda maksimum Rp 100 miliar," kata Ismail Ishak, seraya menambahkan jika Pemkab Luwu tidak membawa kasus ini ke ranah hukum, maka ada kesan Pemkab Luwu melakukan pembiaran. (andrie islamuddin)