PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Ini analisa yang dilontarkan Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu. Ia menyebut Sirkuit Mandalika lebih memenuhi syarat untuk diusut kasus korupsinya jika dibandingkan dengan Sirkuit Formula E.
Pasalnya, kata dia, Mandalika adalah yang merugikan negara. Sedangkan Formula E yang menguntungkan justru dibidik.
“Yang merugikan negara Mandalika tapi formula E yg menguntungkan justru dibidik @KPK_RI,” kata Said Didu dalam unggahannya di Twitter, Kamis, (22/6/2023).
Menurutnya, ada tiga unsur syarat korupsi yakni, melanggar hukum, merugikan negara, dan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
“Ingat harus ada 3 unsur syarat korupsi, melanggar hukum, merugikan negara menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Justru dilihat dari hal tersebut Mandalika lebih memenuhi syarat,” tandasnya.
Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana menyebut Bacapres Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) segera jadi tersangka korupsi di KPK. Hal ini disebutnya untuk menjegal Anies di Pilpres 2024.
“Kabar itu sudah menjadi informasi yang beredar di banyak kesempatan. Bukan hanya saya, banyak yang sudah menyatakannya. Feri Amsari, Zainal Arifin Mochtar, misalnya, dalam beberapa podcast sudah menyatakan, pentersangkaan adalah salah satu skenario pamungkas Istana untuk menjegal Anies Baswedan menjadi kontestan dalam Pilpres 2024,” kata Denny, kemarin.
Dia mengatakan, setelah KPK 19 kali ekspose, ini pemecah rekor, seorang anggota DPR menyampaikan, Anies segera ditersangkakan.
Bahkan dikatakan, semua komisioner sudah sepakat. Makin terbaca, masa jabatan para pimpinan KPK diperpanjang MK satu tahun. Untuk menyelesaikan tugas memukul lawan-oposisi, dan merangkul kawan-koalisi, sesuai pesanan kuasa 𝑠𝑡𝑎𝑡𝑢𝑠 𝑞𝑢𝑜.
“Sebenarnya, saya tidak terkejut. Dalam tulisan, ‘Bagaimana Jokowi Mendukung Ganjar, Mencadangkan Prabowo, dan Menolak Anies’,” tuturnya.
Mantan Stafsus Presiden era SBY ini membeberkan 9 strategi 10 sempurna yang digunakan Jokowi.
𝙋𝙚𝙧𝙩𝙖𝙢𝙖, di tahap awal, Presiden Jokowi dan lingkaran dalamnya mempertimbangkan opsi untuk menunda pemilu, sekaligus memperpanjang masa jabatan Presiden.
𝙆𝙚𝙙𝙪𝙖, masih di tahap awal, segaris dengan strategi penundaan pemilu, sempat muncul ide untuk mengubah konstitusi guna memungkinkan Presiden Jokowi menjabat lebih dari dua periode.
𝙆𝙚𝙩𝙞𝙜𝙖, menguasai dan menggunakan KPK untuk merangkul kawan dan memukul lawan politik.
𝙆𝙚𝙚𝙢𝙥𝙖𝙩, menggunakan dan memanfaatkan kasus hukum sebagai 𝑝𝑜𝑙𝑖𝑡𝑖𝑐𝑎𝑙 𝑏𝑎𝑟𝑔𝑎𝑖𝑛𝑖𝑛𝑔 yang memaksa arah parpol dalam pembentukan koalisi pilpres.
𝙆𝙚𝙡𝙞𝙢𝙖, jika ada petinggi parpol yang keluar dari strategi pemenangan, maka dia beresiko dicopot dari posisinya.
𝙆𝙚𝙚𝙣𝙖𝙢, menyiapkan komposisi hakim Mahkamah Konstitusi untuk antisipasi dan memenangkan sengketa hasil Pilpres 2024.
𝙆𝙚𝙩𝙪𝙟𝙪𝙝, adalah tidak cukup hanya mendukung pencapresan Ganjar Pranowo, Jokowi juga memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto.
𝙆𝙚𝙙𝙚𝙡𝙖𝙥𝙖𝙣 Jokowi adalah membuka opsi mentersangkakan Anies Baswedan di KPK. Ini sudah menjadi rahasia umum, terkait dugaan korupsi Formula E.
𝙆𝙚𝙨𝙚𝙢𝙗𝙞𝙡𝙖𝙣 adalah mengambil alih Partai Demokrat melalui langkah politik yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
𝙆𝙚𝙨𝙚𝙥𝙪𝙡𝙪𝙝 yang menyempurnakan adalah dengan berbohong kepada publik. Presiden Jokowi berulang kali mengatakan urusan capres adalah kerja para Ketum Parpol, bukan urusan Presiden. Belakangan, baru Beliau akui akan cawe-cawe dalam Pilpres 2024.
“S𝑎𝑡𝑢-𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑡𝑢, tulisan saya di 24 April 2023 itu mulai terbukti. Saya berharap, Presiden Jokowi menghentikan cawe-cawenya, termasuk mentersangkakan dan menjegal Anies. Kalau masih diterus-teruskan, menjadi pertanyaan apa maksud dan tujuannya? Salah satu hipotesis yang tidak terhindar terlintas di kepala saya adalah, Presiden Jokowi justru mengundang ketidakpastian dan kegaduhan, yang ujungnya menunda pemilu, dan memperpanjang masa jabatannya sendiri. Semoga hipotesis saya keliru,” tandas Bacaleg Demokrat ini. (fajar/pp)