PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Untuk kali ketiga, Kaukus Timur Indonesia menggelar Focus Group Discussion (FGD), Jumat, 14 Juli 2023. Kali ini berpindah ke Maluku Utara. Di provinsi dengan delapan kabupaten dan dua kota itu, Kaukus mengangkat tema Mendengar Suara dari Maluku Utara.
Untuk FGD seri III yang disiarkan melalui podcast Upi Show, Kaukus Timur menyiapkan tiga narasumber utama. Yakni Dr M Tauhid Soleman, MSi (Walikota Ternate), Thamrin Ibrahim (Project Director Literasi Digital Maluku-Papua), dan Hendra Kasim (Direktur Eksekutif Pandecta Maluku Utara).
Sayang memang, Walikota Tauhid tidak dapat bergabung karena sedang mengikuti kegiatan APEKSI di Kota Makassar, sebagai permohonan maaf Ia mewakilkannya ke Kepala Dinas Infokom Ternate, Damis Basir, SE.,ME Hanya saja, sang Kadis Infokom juga gagal bergabung lantaran pesawat yang ditumpanginya delay mendarat di Ternate karena faktor cuaca.
Hal sama juga menimpa narasumber lainnya, Hendra Kasim. Sampai FGD seri Maluku Utara berakhir, yang bersangkutan gagal bergabung.
Thamrin Ibrahim dalam pemaparannya mengakui bahwa keandalan jaringan di wilayah Ternate khususnya, dan Maluku Utara pada umumnya, masih terbilang menyedihkan. Jaringan data (internet) masih timbul tenggelam. Apalagi dalam kondisi cuaca buruk seperti angin kencang dan hujan deras seperti saat FGD berlangsung.
Di era Johnny G Plate sebagai Menkominfo (sebelum ditangkap karena kasus korupsi, red), dinyatakan bahwa seluruh wilayah nusantara, khususnya hingga ibukota desa/kelurahan, akan terpenuhi kebutuhan jaringan data (internet) sebelum Pemilu 14 Februari 2024. Hanya memang, faktanya sampai kemarin, diakui Thamrin, di Maluku Utara keandalan jaringan internet masih jauh panggang dari api.
“Padahal di Maluku Utara ini banyak content creator dengan followers yang luar biasa. Ratusan ribu atau bahkan jutaan, seperti Pak Upi ini atau Pak Doktor Hasrullah. Itu pasti bisa memicu atau merangsang perbaikan atau pertumbuhan ekonomi masyarakat,” ungkap Thamrin.
Problem mendasar lainnya di provinsi yang terkenal dengan tambangnya itu adalah sarana transportasi yang masih memprihatinkan. Bukan hanya di udara. Tapi bahkan di darat dan laut sekalipun. Padahal, sebagai provinsi kepulauan, sejatinya transportasi laut bisa menjadi prioritas.
Bukankah ada program nasional tol laut dari pemerintah pusat? Dengan enteng, Thamrin menyebutkan bahwa program utama nawacita Presiden Jokowi tersebut tidak lebih dari lips service belaka. “Paling ada kapal (fasilitas utama tol laut, red) yang melayani pulau-pulau di Maluku Utara, sekali dalam sepekan. Lebih sering tidak adanya. Pokoknya tidak jelas jadwalnya,” ungkapnya.
Tol laut yang sedianya menjadi sarana utama dalam memastikan arus distribusi kebutuhan pokok dan sebaliknya produk sumber daya di dan ke pelosok, jadinya tidak maksimal. Dan itu, rupanya turut berpengaruh signifikan pada pemanfaatan potensi perikanan tangkap. Dari 10 daerah kabupaten/kota di Maluku Utara, yang terpantau potensinya tereksplorasi baik hanya dua kabupaten saja, yakni Halmahera Utara dan Halmahera Utara.
“Secara eksistin, untuk potensi perikanan tangkap, baru Halmahera Selatan dan Halmahera Utara saja yang pendapatannya dari perikanan cukup besar. Selebihnya masih jauh,” ungkap Thamrin yang juga seorang akademisi itu.
Dari sektor tambang, juga setali tiga uang. Halmahera Timur yang dikenal sebagai daerah penghasil tambang dan sumber devisa bagi daerah dan negara, justru terbilang sebagai daerah dengan tingkat kesejahteraan warganya yang masih memprihatinkan. “Yang kaya hanya pemilik dan pengelola tambang saja, sementara warga masih berkutat dengan kemiskinannya,” sebut Thamrin.
Yang tidak kalah memprihatinkannya adalah dari sektor politik, setiap jelang pemilu atau pemilihan, Maluku Utara selalu diposisikan dalam zona merah. Hal itu menjadi keprihatinan tersendiri, mengingat penduduk dan pemilih di provinsi hasil pemekaran dari Provinsi Maluku itu tidak sampai satu juta. Untuk pemilu 2024 nanti, total pemilih Maluku Utara hanya 953.978 yang tersebar dalam 4.192 TPS, 10 kabupaten dan kota, 118 kecamatan dan 1.185 desa/kelurahan.
Dari sederet problem yang diungkap Thamrin, Komunikolog Unhas, Dr Hasrullah menegaskan bahwa tidak bisa tidak, para tokoh Maluku Utara harus mau dan berani terjun ke palagan politik. Karena berbagai problem yang mencuat itu, semuanya bermuara pada kebijakan politik negara. Dia pun menantang para tokoh dari Maluku Utara khususnya dan Kawasan Timur Indonesia untuk berani bersuara keras di tingkat nasional.
“Untuk bisa mendapat perhatian Jakarta (pemerintah pusat), harus berani dan mau bersuara keras. Dan itu hanya bisa serta efektif dengan terjun ke palagan politik. Tanpa itu, ya bakal sia-sia saja,” Hasrullah mengingatkan.
Tantangan itu direspons tuntas Thamrin dengan mengatakan bahwa era digitalisasi sekarang juga bisa dijadikan sebagai sarana perjuangan. Tentu dengan melibatkan para content creator lokal dengan follower melimpah. “Dengan catatan, fasilitas jaringan internet tersedia. Masalahnya, di daerah seperti Maluku Utara, jaringan internetnya belum stabil,” keluh Thamrin.
Di akhir sesi, Uslimin Usle sebagai Presidium Kaukus Timur menyampaikan bahwa segala hal yang mencuat dari FGD Seri III ini akan dirangkum dengan FDG seri lainnya untuk dijadikan rekomendasi dan bahan masukan buat pemerintah pusat di Jakarta. Tidak terkecuali dengan problem keandalan jaringan internet yang belum merata di semua wilayah.
Apakah itu ada kaitannya dengan kasus hukum terkait pembangunan BTS (Base Transceiver Station) yang menyeret (mantan) Menkominfo Johnny G Plate dan sejumlah pengusaha dan tokoh lainnya? Entahlah. Yang pasti, total kerugian negara dari skandal pembangunan BTS tersebut, disebut-sebut sampai Rp8 triliuan. Jauh di atas kerugian negara dari kasus atau skandal Bank Century pada 2008-2009 yang “hanya” Rp6,76 triliun namun DPR RI melalui Komisi III membentuk pansus dan bekerja dengan semangat 45. Sekarang, sampai saat ini, Senayan masih diam membisu alias bungkam. Atau dibungkam? (*/rls/uce)