* Oleh : Ainayyah Nur Fauzih
(Aktivis LDK Majelis Pencinta Masjid IAIN Palopo
Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) buka suara terkait mahasiswa menjadi korban perdagangan orang dengan modus magang ke Jepang. Pasalnya, mahasiswa yang menjalani program tersebut malah menjadi buruh tanpa mendapatkan libur saat sudah berada di Jepang. Adapun aksi perdagangan orang ini dilakukan oleh salah satu perguruan tinggi di politeknik di Sumatra Barat. (Indopos, 2-7-2023)
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Umum (Dir Tipidum) Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan, kronologi TPPO itu berawal saat korban berinisial ZA dan FY bersama sembilan mahasiswa lainnya dikirim oleh politeknik untuk magang di Jepang, tetapi ternyata mahasiswa tersebut malah dijadikan buruh.
Korban yang merasa dipekerjakan sebagai buruh bukan magang kemudian melaporkan peristiwa dialaminya ke KBRI Tokyo, Jepang. Polisi yang mendapat laporan dari KBRI Tokyo kemudian menangkap G dan EH, selaku direktur Politeknik di Sumatera Barat tempat para korban kuliah dan menetapkan keduanya sebagai tersangka.
Miris, Kasus ini menambah permasalahan di dalam dunia pendidikan. Magang pada pelajar mahasiswa ternyata rawan menjadi celah tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Magang seharusnya menjadi jalan pembelajaran secara langsung bagi siswa/mahasiswa. Magang jelas berbeda dengan bekerja. Namun Sayangnya, magang disalahgunakan akibat kerakusan oknum.
Hal yang serupa juga patut untuk kita waspadai seperti PKL (praktik kerja lapangan) atau Prakerin (praktik kerja industri) yang tidak lain adalah program wajib siswa SMK agar dapat naik kelas, dimana peserta didik seharusnya belajar langsung, namun faktanya banyak dipekerjakan dan tanpa digaji karena dianggap sedang magang. Justru dengan begitu, mendatangkan peluang dieksploitasi orang lain untuk mendapatkan keuntungan sendiri.
Berdasarkan kutipan di laman resmi Kemendikbudristek, program magang atau yang secara resmi disebut Magang Bersertifikat merupakan bagian dari program Kampus Merdeka yang bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar dan mengembangkan diri melalui aktivitas di luar perkuliahan.
Dalam program Magang Bersertifikat, mahasiswa akan mendapatkan pengalaman kerja di dunia industri/profesi nyata selama 1—2 semester. Dengan pembelajaran langsung di tempat kerja mitra dagang, mahasiswa akan mendapatkan hard skills maupun soft skills yang akan menyiapkan mereka agar nantinya lebih mantap untuk memasuki dunia kerja dan kariernya.
Namun dengan begitu, Sistem pendidikan sekuler-kapitalis akan selalu berpeluang ditunggangi oleh motif-motif kapitalistik. Kendati peserta didik tidak magang, saat memasuki dunia kerja di masa selanjutnya mereka juga tidak akan jauh dari status sebagai buruh pintar.
Hal ini berkebalikan dengan sebagian mereka yang lahir dari keluarga kaya atau keturunan pemilik modal yang sering kali menganggap pendidikan tidak terlalu penting. Bagi mereka, lebih penting untuk pintar mencari uang.
Jadi, tetap saja, magang versi kapitalis justru bisa dibajak oleh narasi ekonomi khas kapitalisme itu sendiri, yakni meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya. Akibatnya, spirit sistem pendidikan justru hilang karena motivasi besar untuk menjadi manusia yang terdidik selama mengenyam pendidikan hanyalah demi bisa bekerja mencari uang setelah lulus sekolah/kuliah.
Dalam sistem pendidikan Islam, target besarnya adalah mencetak generasi berkepribadian Islam (syahsiah islamiah), bukan menjadi pekerja. Ilmu pengetahuan dan tsaqafah Islam yang diperoleh selama masa pendidikan dijadikan sebagai bekal untuk memberi solusi bagi permasalahan kehidupan, tak sekadar meraih gelar saja. Oleh karena itu, jelas sistem Islam menjadikan sistem pendidikan terbaik sehingga mampu menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Demikian pula dalam menyediakan pendidikan praktis guna menguatkan pembelajaran. (*)