PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID WAJO -- Tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan melakukan penggeledahan di kantor ATR Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Wajo di Jalan Pahlawan, Kota Sengkang, Rabu (2/8/2023). Penggeledahan berlangsung sekitar pukul 13.00 WITA.
Penggeledahan terkait kasus dugaan korupsi pembebasan lahan bendungan Passeloreng, Wajo yang tengah diusut kejaksaan. Kasus ini sebelumnya telah diekspose Kejati dengan estimasi kerugian negara mencapai Rp75 miliar.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Sengkang Kabupaten Wajo, Mirdad yang dihubungi terpisah di sela sela proses penggeledahan mengakui ini adalah bagian proses penanganan yang dilakukan Kejati. Kata dia, penggeledahan untuk mencari sejumlah dokumen atau bukti bukti terkait hal tersebut di atas.
"Penggeledahan ini dilakukan lansung oleh pihak tim penyidik dari Kejati Sulsel dalam hal ini dipimpin oleh lansung oleh Kasii Penyidikan Kejati Sulsel Hari Surahman bersama sejumlah tim dari Kejati Sulsel. Dan ini sudah sesuai dengan SOP ijin dan instruksi pimpinan Kejati Sulsel dengan ijin Pengadilan Tipikor Sulsel," jelasnya.
Sebelumnya Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menyebut ada dugaan korupsi pada proses pembebasan lahan. Meski belum menetapkan tersangka, penyidik menduga ada keterlibatan secara kolektif dari pihak pihak yang mengatur proses pembebasan lahan dan pembayaran.
"Akan dilakukan pengumpulan bukti-bukti yang dengan bukti tersebut membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan menemukan siapa yang bertanggungjawab secara pidana," ujar Kepala Kejati Sulsel Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada wartawan, beberapa waktu lalu.
Leonard menjelaskan Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BBWS) di tahun 2015 melaksanakan pembangunan Bendungan Passeloreng di Kecamatan Gilireng. Proyek itu membutuhkan lahan yang masih masuk dalam kawasan hutan produksi tetap (HPT) Lapaiepa dan Lapantungo.
Belakangan, dilakukanlah perubahan kawasan hutan dalam rangka Review Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Sulsel termasuk untuk kepentingan pembangunan Bendungan Panselloreng. Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesian kemudian terbit pada 28 Mei 2019 tentang perubahan kawasan hutan menjadi bukan hutan.
"Kawasan hutan seluas 91.337 hektare lebih, perubahan fungsi kawasan hutan seluas 84.032 hektare lebih dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 1.838 hektar lebih di Provinsi Sulawesi Selatan," jelasnya.
Namun setelah SK itu keluar, terdapat oknum yang diduga memerintahkan beberapa honorer di BPN Wajo untuk membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) kolektif sebanyak 246 bidang tanah pada tanggal 15 April 2021. Sporadik tersebut kemudian diserahkan kepada masyarakat Kepala Desa Paselloreng dan Kepala Desa Arajang untuk ditandatangani.
"Sehingga dengan sporadik tersebut seolah-olah masyarakat telah menguasai tanah tersebut padahal diketahuinya bahwa tanah tersebut adalah kawasan hutan," tuturnya.
BBWS Pompengan Jeneberang kemudian meminta Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) melakukan pembayaran terhadap bidang tanah sebanyak 241 bidang tanah seluas 70,958 hektare lebih yang diketahui bukan tanah milik negara. Atas perbuatan oknum tersebut diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 75,6 miliar.
"Sehingga berpotensi merugikan keuangan negara sebesar Rp 75.638.790.623," ungkapnya.(int)