* Oleh : Sitti Hidayah, S.T
(Aktivis Majelis Qolbun Saliim Kota Palopo)
Bak gayung bersambut, kunjungan Presiden Joko Widodo ke China berbuah komitmen investasi di IKN yang didapatkan dari perusahaan asal China, Xinyi International Investment Limited senilai US$ 11,5 miliar atau setara Rp 175 triliun (asumsi kurs Rp 15.107 per US$) (https://www.cnbcindonesia.com/29/07/2023)
Presiden Jokowi juga mempromosikan 34.000 ha lahan di IKN ke pengusaha China. Pemerintah Indonesia telah menyiapkan 34.000 hektare (ha) lahan di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, bagi sektor usaha. Khususnya bisnis di sektor kesehatan dan pendidikan (https://www.cnbcindonesia.com/30/07/2023).
Investasi China di IKN: Menambah Masalah
Investasi menjadi jurus cepat membiayai proyek IKN. Sayangnya, investasi China di IKN, berujung setumpuk masalah yang membelit negara. Patut diwaspadai, adanya peningkatan utang dari investasi IKN. Utang Indonesia saat ini sudah mencapai Rp7.805,19 triliun (APBN KiTa yang dikutip Jumat 28/7/2023). Jika bertambah, beresiko semakin menyulitkan ekonomi negara, di samping potensi China semakin kuat menancapkan pengaruhnya di Indonesia.
Selain itu, Indonesia berpotensi jadi negara gagal karena melihat rasio utang Indonesia tahun 2023 masih di angka 38,15 persen dari Product Domestic Bruto (PDB). Bagaimana jika bertambah? Dan Indonesia gagal bayar? Ancaman fiskal, keamanan, hingga kedaulatan negara membayang.
Sebagaimana pernyataan seorang peneliti China-Indonesia di Center for Economic and Law Studied (Celios) Muhammad Zulfikar Rakhmat mengingatkan Indonesia akan seperti Srilangka, Zimbabwe. " Saya tidak akan mengatakan Indonesia tidak akan seperti itu, tetapi tanda dari indikasi tersebut ada,” ujarnya saat acara Diskusi Pakar Ekonomi Makro di Jakarta, Rabu (26/7/2023)(bisnis.com).
Intervensi China juga tampak dalam masalah pembiaran kapal China berlayar di Laut China Selatan. Diamnya Indonesia atas konflik di Uighur. Masalah kerusakan lingkungan yang akan timbul, konflik dengan masyarakat adat. Ditambah jika China menyertakan tenaga kerjanya dalam proyek, ini akan meminggirkan kesempatan kerja tenaga kerja lokal. Diprediksi pula konflik tenaga kerja yang mungkin muncul.
Terlebih Indonesia dan China yang telah menandatangai Local Currency Settlement (LCS), di mana dua negara menggunakan yuan dan rupiah dalam transaksi. Pemerintah pun melakukan kebijakan yang berubah-ubah terkait ekspor, khususnya komoditas mineral, karena pengaruh investasi China.
Nyaris tak ada keuntungan bagi Indonesia, apalagi investasi ini utang ribawi. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang seharusnya untuk melayani kebutuhan krusial rakyat, dialihkan membayar utang. Dampaknya, lagi-lagi tarif pajak naik, harga BBM naik, harga sembako naik, subsidi dicabut, dibarengi naiknya harga semua kebutuhan. Kehidupan rakyat makin sulit. Sementara para investor diberi kemudahan berinvestasi, lahan-lahan diobral murah, investor dirayu dengan berbagai janji manis dan regulasi. Inilah buah pahit penerapan kapitalisme di negeri ini.
Oleh karenanya, penting untuk berkaca kepada sistem terbaik dan benar dalam membangun proyek ibukota negara sehingga kita terbebas dari perangkap utang investasi yang menyengsarakan.
Model Terbaik
Islam memiliki risalah khas, terbaik, sekaligus peradaban unggul dan terdepan dalam segala aspek kehidupan. Pembangunan dalam Islam tak sekedar megah dan mengagumkan. Namun tetap mengedepankan sisi kemanusiaan, efektif dan solutif sesuai kebutuhan negara, dan tidak merusak lingkungan. Islam bahkan mumpuni dalam pengelolaan kekayaan negara. Sehingga pembangunan sarana pelayanan dan inftastuktur dikelola negara tanpa investasi asing dan utang.
Setiap proyek ditujukan untuk kebutuhan dan kemaslahatan umat dan berlandaskan aturan Allah, Pemilik alam semesta. Bukan tanpa perhitungan, untuk kepuasan materi, mengejar ambisi, karena gengsi, atau mengejar angka pertumbuhan ekonomi ala kapitalisme.
Negara dalam Islam secara mandiri menyiapkan kota yang layak menjadi ibukota dengan perencanaan matang, dengan pertimbangan politik, geopolitik dan kepentingan rakyat. Melibatkan para ahli, seperti: ahli tata kota, ahli konstruksi bangunan, arsitek, ahli lingkungan, ekonom, dan ahli lainnya yang dibutuhkan. Sehingga Ibukota benar-benar terbangun dengan desain mengagumkan, menjadi mercusuar peradaban Islam, sekaligus simbol wibawa dan kekuatan negara. Bahkan, tak ditemukan dampak negatif dari pembangunan tersebut. Baik kepada manusia maupun lingkungan sebagaimana pembangunan ala kapitalisme hari ini.
Proyek dibiayai dari kas penyimpanan negara (baitul mal) yang berasal dari dua sumber yaitu: pos kepemilikan negara, yakni berupa fa'i, kharaj, dan lain-lain. Dari pos kepemilikan umum, berupa hasil Sumber Daya Alam (SDA) yang dikelola secara mandiri oleh negara. Sehingga proyek mampu didanai tanpa investasi dan utang. Ini akan membebaskan negara dari intervensi asing.
Terbukti di masa Abbasiyah, Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur, berhasil membangun ibukota dengan desain terbaik, di Baghdad, Irak, pada 762 M. Tentu dengan pertimbangan geopolitik, ekonomi, tata kota, konstruksi dan arsitektur, pendanaan, pertahanan, keamanan, dan aspek lainnya.
Pembangunan Ibukota negara didanai oleh kas negara yang melimpah, bahkan surplus. APBN ditetapkan sesuai syari'at, steril dari utang, apalagi utang ribawi dan tak mengandalkan investasi asing dan pajak. Inilah pengelolaan ekonomi dan keuangan yang dijalankan oleh Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur kala itu. Wajarlah kekayaan melimpah, rakyat sejahtera, bahkan menjadi negara adidaya. Inilah model terbaik yang layak kita contoh.
Jika saja negara mengelola SDA yang berlimpah secara mandiri sesuai syari'at, misal: tambang emas di Papua, yang sekarang dikelola PT. Freeport. Pendapatan Freeport Rp.141 triliun (CNBC 07/02/2023), ditambah pendapatan dari SDA lainnya, niscaya mampu mendanai pembangunan IKN yang anggarannya Rp.501 Triliun (nasional.kompas.com 18/01/2022). Bahkan dana melimpah tersebut mampu mendanai pendidikan, kesehatan, dan sektor lainnya. Indonesia akan sejahtera, bebas utang dan investasi.
Alhasil, inilah warisan terbaik peradaban Islam yang menyejahterakan, membebaskan negeri dari jeratan investasi dan dilimpahi keberkahan Sang Pencipta. Semoga ummat segera sadar dan mengambil peran untuk mewujudkannya. Wallaahua'lam. (*)