Hemat Waktu, Biaya Lebih Murah, dan Mendukung Swasembada Beras
Teknologi sudah masuk dalam segala bidang. Termasuk di sektor pertanian. Untuk kali pertama di Luwu Raya, sejumlah petani di Dusun Tetewaka, Desa Paccerakang, Kec. Ponrang Selatan (Ponsel), Luwu, menerapkan sistem pertanian modern. Yakni, menggunakan drone pada penyemprotan hama.
Idris Prasetiawan, Ponrang Selatan
Cuaca mendung pagi hari, Rabu 23 Agustus 2023. Pukul 08.00 Wita, sejumlah petani sudah berkumpul di salah satu belakang rumah warga dekat sawah. Rumah tersebut milik Randau Manurun, ketua salah satu kelompok tani di sana.
Ternyata pagi itu akan ada sosialisasi penerapan teknologi penyemprotan menggunakan pesawat nirawak (drone) oleh tim dari Maxxi Tani yang berkantor di Sidrap.
Tak lama kemudian, mobil gran max terparkir dekat tempat kumpul. Turunlah empat orang berbaju kaus polo hijau dengan tulisan kecil Maxxi Tani di bagian kiri.
Bagasi belakang dibuka, dua orang tim Maxxi Tani menurunkan drone ukuran raksasa secara hati-hati dan membawanya ke salah satu pematang sawah yang cukup luas.
Drone tersebut memiliki empat lengan. Tiap lengan mempunyai dua helai baling-baling dan di tiap lengan tersebut terpasang dua nozel keluarnya air penyemprotan. Di bagian ekor terdapat bagian tempat baterai. Di tengah lubang besar untuk menaruh tangki air yang mampu menampung air sebanyak 22 liter.
Koordinator Maxxi Tani Area Sultanbatara, Ahmad Syaiful saat diwawancara Palopo Pos di lokasi penyemprotan menjelaskan, untuk Sulsel saat ini salah satu perusahaan yang pertama bergerak menyiapkan drone canvasser pertanian adalah Maxxi Tani. Selain itu, pihaknya juga siap mendampingi petani dalam perawatan padi. Mulai penanaman hingga panen.
Lalu apa saja keunggulan menggunakan drone pada pertanian? Dijelaskan Ahmad Syaiful, efisiensi waktu, hemat air, efisiensi tenaga, dan hemat biaya.
"Satu drone ini bisa menyelesaikan penyemprotan 1 hektare dalam waktu 25 menit. Bahkan dalam sehari bisa menyelesaikan sampai 60 ha jika cuaca mendukung. Juga air yang digunakan hemat untuk 1 hektare itu hanya 40 sampai 60 liter. Sedangkan cara konvesional minimal menghabiskan sampai 150 liter air.
Hemat tenaga sehingga tidak repot lagi menyemprot mengelilingi sawah. Kadang itu ada bagian yang terlewatkan disemprot. Lalu dari segi biaya yang dikeluarkan juga lebih hemat," kata Ahmad yang saat itu ditemani Dosen Fakultas Pertanian UNCP, Dr Masluki, MP.
Dikatakan Ahmad, dalam penyediaan jasa penyemprotan sistem drone Maxxi Tani mematok harga Rp300 ribu per hektare di luar obat-obatan yang digunakan. Namun, pihaknya juga memiliki paket penyemprotan mulai Rp500 ribu sampai Rp650 ribu, itu sudah masuk dengan obat (pestisida).
Selain harga di atas, pihkanya juga menyiapkan paket satu musim untuk 1 hektare senilai Rp3 juta. "Kami lima kali datang melakukan penyemprotan untuk merawat padi petani. Mulai dari penyemprotan keong, gulma, fungisida, insektisida, dan padi jos-nya. Dengan nilai itu petani tidak perlu repot lagi untuk merawat secara konvensional," jelas Ahmad.
Penerapan drone pertanian sendiri baru mulai booming awal tahun 2023 ini. Ahmad mengaku ia sudah melakukan penyemprotan sawah untuk luas 130 hektare di sejumlah kabupaten di Sulsel.
Di tempat yang sama, Dosen Fakultas Pertanian UNCP, Dr Masluki, MP menyampaikan, inovasi teknologi drone penyemprotan pada padi menjadi jawaban atas permasalahan yang dialami petani saat ini. Kita melihat kondisi buruh tani semakin kurang. Makin susah sekali kita dapati orang yang mau bekerja di bidang pertanian. Terutama anak-anak muda (petani milenial), juga ini untuk mencegah risiko kegagalan panen.
"Selama ini kan, petani gagal panen karena serangan hama penyakit dan pemupukan yang tidak tepat waktu," kata Dr Masluki peraih gelor doktor dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
Selanjutnya, kata Dr Masluki, dengan teknologi drone berbasis digital ini juga mendorong Indonesia sebagai lumbung pangan dunia 2045.
"Teknologi ini sangat cocok diadopsi petani kita di Luwu Raya. Cuman, kendalanya saat ini, karena sifatnya masih percontohan sehingga masih kekurangan pilot drone, SDM, suku cadang ketika ada kerusakan, kemudian skema kemitraan pentahelix juga sangat bagus. Ada pemerintahan, swasta, kampus (akademisi), dan media agar informasi ini bisa cepat diketahui masyarakat," kata Dr Masluki.
Ia juga mengharapkan, ke depan dari pihak pemerintah membuat pelatihan khusus petani milenial. Agar SDM lokal tersedia yang bisa mengoperasikan teknologi ini nantinya. "Ketika nanti ada pemodal yang kerja sama dengan pemerintah mendatangkan alat ini, di situlah anak muda ini tampil. Jangan sampai nasibnya seperti bantuan yang lalu-lalu, seperti rice transplanter (alat tanam padi) itu banyak tinggal jadi besi tua karena bisa untuk mendampingi serta petani tidak tahu cara operasikannya," ungkap Dr Masluki yang merupakan lulusan dari SMAN 3 Palopo ini.
Dari pihak kampus juga terus mempersiapkan mahasiswa yang andal di pertanian. Salah satunya di kampus UNCP baru-baru ini mengirim 15 mahasiswa belajar pertanian dan teknologi ke Sidrap.
Dari pihak petani, Randau Manurun mengaku sangat berterima kasih dengan adanya penerapan teknologi drone di sawahnya. Pihaknya ingin mengajak anak-anam muda mau menjadi petani milenial.
Drone ini bisa membantu petani dalam penyemprotan secara menyeluruh dan hemat waktu.
Ia awal mulanya melihat sistem pertanian di luar negeri sudah maju. Seperti di Jepang dan China yang menggunakan drone. Ini adalah tantangan ke depan bagi kita, serta membantu pemerintah dalam swasembada beras. (*)