Firli Bahuri
PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri kini menjadi tersangka kasus pemerasan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Sebelum jadi tersangka, sepak terjang Firli Bahuri banyak menuai kontoversi sejak diangkat sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 20 Desember 2019.
Pria kelahiran 8 November 1963 ini, beberapa kali diadukan ke Dewan Pengawas. Termasuk aktivis korupsi terkait dugaan pelanggaran etika yaitu pembocoran dokumen – dokumen dugaan korupsi tunjangan kinerja Tahun Anggaran 2020-2022 di Kementerian ESDM.
Mesin kecerdasan artifisial ChatGPT merekam sepak terjang Firli sejak menjadi orang nomor satu di Komisi Antirasuah. KBA News menulis pernyataan “Firli Bahuri banyak diadukan terkait pelanggaran etik di KPK.”
“Ya, benar. Selama menjabat sebagai Ketua KPK, Firli Bahuri banyak menghadapi kritik dan aduan terkait dugaan pelanggaran etik di KPK,” tulis jawaban ChatGPT.
ChatGPT melanjutkan jawabannya dengan menulis beberapa Tindakan kontroversial Firli di antaranya terkait Tindakan dianggap kontroversial dalam menangani beberapa kasus korupsi. Contoh-contohnya adalah penonaktifan beberapa pegawai KPK dan penanganan kasus dugaan korupsi yang melibatkan politisi dan pejabat publik.
Firli juga diadukan terkait dengan hubungan dirinya dengan beberapa pihak yang terlibat dalam kasus korupsi. Hal itu diduga menimbulkan dugaan konflik kepentingan dan merusak citra independensi KPK.
Seperti dilansir CNN, Firli pernah juga dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK karena diduga membocorkan dokumen hasil penyelidikan di Kementerian ESDM,
Laporan itu dilayangkan oleh mantan pimpinan KPK Abraham Samad dan Saut Situmorang hingga Bambang Widjojanto pada Senin, 10 April.
Saut menyebut ada indikasi dagang perkara di balik kebocoran dokumen tersebut. Menurutnya, hal itu tampak dari sepak terjang Firli selama bertugas di KPK.
Salah satunya, rentetan kebocoran penanganan kasus dugaan korupsi dan operasi tangkap tangan (OTT) saat Firli menjabat Deputi Penindakan KPK. Saat itu, Saut sebagai pimpinan KPK menerima banyak laporan dari jajaran penindakan KPK.
Kemudian, Firli sempat bertemu dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) yang diduga terkait dengan kasus dugaan korupsi dana divestasi Newmont. Saut pun mempertanyakan kepentingan Firli di setiap penanganan perkara yang ditangani KPK.
Kini, Firli menjadi salah satu pimpinan KPK yang paling sering dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku ke Dewas KPK.
Berikut deret kasus dugaan pelanggaran etik Firli Bahuri.
SMS blast antikorupsi
KPK menggelontorkan hampir Rp1 miliar terkait pengadaan SMS masking atau SMS blast dengan misi menyampaikan pesan-pesan antikorupsi. Pemenang tender adalah PT Elpia Internusa Sistematika dengan nilai penawaran Rp851.554.000.
Namun, sejumlah pihak mempersoalkan SMS blast tersebut, karena isi pesan yang disampaikan tidak berkaitan dengan program antikorupsi dan cenderung bersifat personal.
Pesan itu misalnya berbunyi, 'Manusia sempurna, bukanlah manusia yang tidak pernah berbuat salah, tetapi manusia yang selalu belajar dari kesalahan. Ketua KPK RI.'
Persoalan ini kemudian dibawa Indonesia Memanggil (IM57+) Institute ke Dewas KPK. Terlapor dalam hal ini adalah Firli selaku Ketua KPK.
Senior Investigator IM57+ Institute, Rizka Anungnata, mengatakan Firli diduga telah menggunakan anggaran negara terkait SMS blast yang tidak berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab sebagai Ketua KPK.
Firli diduga melanggar Nilai Dasar Integritas sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d, ayat (1) huruf o, dan ayat (2) huruf i Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Firli sempat dilaporkan oleh Akademi Jurnalistik Lawan Korupsi (AJLK) 2020 yang diwakili oleh Korneles Materay kepada Dewas KPK pada 9 Maret 2022. Ia dilaporkan karena diduga terlibat dalam konflik kepentingan di balik pemberian penghargaan kepada istrinya, Ardina Safitri, yang membuat mars dan himne KPK.
Namun, Dewas KPK menyatakan Firli tidak melanggar kode etik terkait pemberian penghargaan kepada istrinya itu.
Ketua Dewas Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan pihaknya telah memeriksa sejumlah pihak, termasuk Firli selaku terlapor. Dari pemeriksaan itu, terang dia, disimpulkan tidak ada pelanggaran kode etik dan perilaku yang dilakukan Firli.
Sewa helikopter mewah
Pada 24 September 2020, Firli dinyatakan terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku karena menggunakan helikopter mewah untuk kepentingan pribadi.
Firli menggunakan helikopter dalam perjalanan Palembang-Baturaja, Baturaja-Palembang, serta Palembang-Jakarta. Total biaya sewa helikopter tersebut Rp28 juta.
Perilaku Firli tersebut dinilai melanggar peraturan Dewas Nomor 1/2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK, yang meminta agar tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme sebagai bentuk empati kepada masyarakat terutama kepada sesama insan Komisi
Firli dijatuhi sanksi ringan berupa teguran tertulis II yang berlaku selama enam bulan. Atas putusan tersebut, Firli pun meminta maaf kepada masyarakat Indonesia dan berjanji tidak akan mengulang perbuatan serupa.
Bertemu pihak terkait perkara
Saat masih menjabat sebagai Deputi Penindakan pada 2019, Firli dinyatakan terbukti melakukan dugaan pelanggaran berat. Ia bertemu dengan Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang sebanyak dua kali.
Padahal, KPK sedang melakukan penyelidikan dugaan korupsi terkait kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT Newmont pada 2009-2016.
Pertemuan pertama terjadi pada 12 Mei 2018 dalam acara peringatan hari lahir (harlah) GP Ansor ke-84 dan launching penanaman jagung 100.000 hektare di Bonder Lombok Tengah. Dewan Penasihat KPK Mohammad Tsani Annafari mengatakan Firli berangkat tanpa surat tugas dan menggunakan uang pribadi.
Keesokan harinya dilakukan pada acara Farewell and Welcome Game Tennis Danrem 162/WB di Lapangan Tenis Wira Bhakti. Acara bermain tenis sebagai perpisahan dengan Korem setempat. Tsani menuturkan acara itu berbeda dengan serah-terima jabatan yang dilakukan pada April 2018 di mana Pimpinan memberi izin.
Pelanggaran etik selanjutnya adalah ketika Firli bertemu pejabat BPK Bahrullah Akbar di Gedung KPK. Saat itu, Bahrullah akan menjalani pemeriksaan dalam kapasitas sebagai saksi untuk tersangka Yaya Purnomo perihal kasus suap dana perimbangan.
Tsani mengungkapkan Firli didampingi Kabag Pengamanan menjemput langsung Bahrullah di lobi Gedung KPK. Ia kemudian masuk ke lift khusus dan langsung masuk ke ruangannya.
Setelah itu, Firli memanggil penyidik yang terkait kasus yang diduga melibatkan Bahrullah Akbar.
Kemudian, Firli pernah bertemu dengan pimpinan partai politik di sebuah Hotel di Jakarta pada 1 November 2018. Tsani mengatakan Firli tidak pernah meminta izin melakukan pertemuan dengan pihak yang terkait perkara dan tidak pernah melaporkan ke pimpinan.
Minta BAP pemeriksaan Wali Kota Tanjungbalai
Firli disebutkan sempat meminta berita acara pemeriksaan (BAP) Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial yang menyeret nama Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Menurut keterangan, upaya tersebut dilakukan Firli untuk 'mengunci' Lili.
Firli meminta BAP itu melalui staf pribadinya, Jeklin Sitinjak. Pada 5 Mei 2021, Jeklin disebutkan menemui Kasatgas Penyidik yang menangani kasus dugaan suap Syahrial. Namun, Kasatgas Penyidik menolak permintaan Jeklin.
Kasatgas Penyidik menyampaikan bahwa tidak bisa memberikan BAP dan hanya bisa memberikan laporan perkembangan penanganan kasus saja.
Sementara itu, Firli membantah tudingan tersebut dan menyebutnya sebagai fitnah. Ia mengatakan tak pernah meminta BAP perkara suap tersebut.
Berhentikan Brigjen Endar
Terkini, kisruh di KPK kembali mengemuka setelah Firli memberhentikan dengan hormat Direktur Penyelidikan Brigjen Endar Priantoro. Ia beralasan masa penugasan Endar telah habis per 31 Maret 2023.
Padahal, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengirimkan surat kepada Firli cs untuk memperpanjang penugasan Endar di KPK. Surat itu diteken pada 29 Maret 2023.
Namun, Firli mengabaikan surat itu dan justru menunjuk jaksa Ronald Ferdinand Worotikan untuk menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Penyelidikan KPK.
Keputusan ini diduga berkaitan erat dengan sikap Endar yang menolak menaikkan status Formula E ke tahap penyidikan karena belum menemukan niat jahat atau mens rea. Sikap itu berbeda dengan keinginan Firli yang disebut 'ngotot' agar status Formula E dinaikkan ke tahap penyidikan.
Pemberhentian ini membuat Endar melaporkan Firli dan Sekretaris Jenderal KPK Cahya Hardianto Harefa kepada Dewas KPK pada Selasa (4/4).
Endar mempermasalahkan surat keputusan terkait pemberhentian dengan hormat yang ditandatangani Sekjen KPK dan surat penghadapan ke instansi Polri yang ditandatangani Firli.
Tak hanya oleh Endar, Firli juga dilaporkan ke Dewas KPK oleh kelompok Aktivis 98 Nusantara atas dugaan pelanggaran kode etik.
Profil dan Sepak Terjang Ketua KPK Terpilih Irjen Firli
- Biodata Irjen Firli Bahuri
Irjen Firli Bahuri lahir di Prabumulih, Sumatera Selatan, pada 7 November 1963.
Ia pertama kali menjadi anggota Polri sebagai lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1990.
Firli kemudian masuk di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) tahun 1997.
Pada 2004, dia kemudian menempuh Sekolah Pimpinan Menengah (Sespimen).
- Riwayat jabatan
Pada 2001, Firli menjabat Kapolres Persiapan Lampung Timur.
Kariernya berlanjut dengan ditarik ke Polda Metro Jaya menjadi Kasat III Ditreskrimum pada 2005-2006.
Pada 2004, dia kemudian menempuh Sekolah Pimpinan Menengah (Sespimen).
Selanjutnya dua kali berturut turut menjadi Kapolres, yakni Kapolres Kebumen dan Kapolres Brebes pada 2008 saat pangkatnya masih AKBP.
Karirnya semakin moncer ketika ditarik ke ibu kota menjadi Wakapolres Metro Jakarta Pusat, tahun 2009 lalu.
Kepercayaan terus mengalir padanya ketika didapuk menjadi Asisten Sespri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2010.
Keluar dari Istana, lantas memegang jabatan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Jateng tahun 2011.
Firli kembali ke Istana dan kali ini menjadi ajudan Wapres RI tahun 2012, saat itu Boediono.
Dengan pangkat komisaris besar, membawanya Firli menjabat Wakapolda Banten tahun 2014.
Firli juga sempat mendapat promosi Brigjen Pol saat dimutasi jadi Karo Dalops Sops Polri pada 2016.
Setelah itu, bintang satu (Brigjen) berada di pundaknya kala menjabat Wakapolda Jawa Tengah pada 2016.
Berturut-turut, mulai 2017, Firli menjabat sebagai Kapolda Nusa Tenggara Barat untuk menggantikan pejabat sebelumnya Brigjen Pol Umar Septono.
Tak lama kemudian, Firli dilantik pimpinan KPK sebagai Deputi Penindakan KPK pada 6 April 2018.
Firli juga sempat mendapat promosi Brigjen Pol saat dimutasi jadi Karo Dalops Sops Polri pada 2016.
Setelah itu, bintang satu (Brigjen) berada di pundaknya kala menjabat Wakapolda Jawa Tengah pada 2016.
Berturut-turut, mulai 2017, Firli menjabat sebagai Kapolda Nusa Tenggara Barat untuk menggantikan pejabat sebelumnya Brigjen Pol Umar Septono.
Tak lama kemudian, Firli dilantik pimpinan KPK sebagai Deputi Penindakan KPK pada 6 April 2018.
Saat di KPK, Firli masih berpangkat Brigjen Pol, pada April 2018 lalu.
Tak berselang lama, kenaikan pangkat pun diterimanya menjadi bintang dua (Irjen).
Diangkatnya Firli sebagai Deputi Penindakan KPK pun sempat mengundang tanya.
Sebab, Firli merupakan bekas ajudan mantan Wakil Presiden Boediono yang sempat tersandung beberapa kasus dugaan korupsi.
Selama kurang lebih setahun di KPK, Firli kemudian ditarik kembali ke Polri pada 20 Juni 2019.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang menjelaskan, penarikan itu dilakukan lantaran Firli telah mendapat jabatan baru di Korps Bhayangkara.
Ternyata, Firli didapuk menjadi Kapolda Sumatera Selatan.
- Rekam Jejak Pemberantasan Korupsi
Penyidik terbaik Polri ini pernah mengungkapkan kasus mafia pajak dengan tersangka Gayus Tambunan.
Saat itu, Firli masih berpangkat AKBP merupakan mantan anggota tim independen Polri mengungkap kasus mafia pajak tersebut.
- Ditolak 500 pegawai KPK
Sebanyak 500 pegawai KPK telah menandatangani penolakan calon pimpinan KPK Irjen Firli untuk menjadi pimpinan KPK peridoe 2019-2023.
Hal itu disampaikan oleh pegiat antikorupsi, Saor Siagian dalam diskusi di Gedung KPK, Rabu (28/8/2019).
Menurut Saor, penolakan tersebut harus menjadi alarm bagi Pansel Capim KPK dalam menyaring 10 nama capim KPK yang diserahkan kepada Presiden.
"Saya bayangkan saya bisa suarakan ini bukan hanya 200 tetapi 500, barangkali ini pesan kepada Pansel apakah dia akan memilih orang yang akan ditolak, ya terserah, tetapi itulah peran-peran yang bisa kita lakukan sebagai publik," kata Saor.
Saor mengatakan, penolakan itu berasal dari penyidik dan pegawai lainnya yang merasa gelisah karena Firli pernah melanggar kode etik saat menjabat sebagai Direktur Penindakan KPK dan tidak mengakuinya. (*/Berbagai sumber)