PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Mantan Sekretaris BUMN Muhammad Said Didu, memberikan reaksi terkait pengakuan Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Raharjo mengenai kasus 'Papah Tiang Listrik' Setyo Novanto.
Agus blak-blakan menceritakan momen saat Presiden Jokowi meminta untuk menghentikan kasus tersebut.
"Setelah pak Agus Raharjo bicara apa adanya, tidak tertutup kemungkinan beliau dan keluarga akan diganggu," ujar Said Didu dalam keterangannya di aplikasi X @msaid-didu (1/12/2023).
Pria kelahiran Pinrang itu kemudian meminta publik untuk mendoakan Agus agar tidak ada pihak yang mengusik kehidupannya setelah pernyataan tersebut viral.
"Mohon berkenan agar kita semua ikut mengawal keselamatan beliau," tandasnya.
Sebelumnya, dalam beberapa video yang beredar di aplikasi X, terdapat pernyataan mantan Ketua KPK Agus Raharjo yang menceritakan ketika mendapat tekanan langsung dari Presiden.
"Waktu zaman saya, KPK mau dicoba untuk dijadikan alat kekuasaan, tapi waktu itu masih independen. Masih tidak di bawah Presiden, kita masih bisa menyangkal, bisa tidak mengikuti apa yang diinginkan Presiden," kata Agus dalam video tersebut.
Dibeberkan Agus, pernyataan itu baru pertama kali dia ungkapkan di media. Selama ini dia hanya memendam sembari mengikuti setiap perkembangan.
"Mohon maaf ini perlu saya ungkapkan karena semuanya harus jelas dan saya pikir baru sekali ini saya mengungkapkan di media yang kemudian ditonton orang banyak," ucapnya.
"Bicara kepada beberapa teman sudah, tapi kalau di media belum. Mohon maaf, saya terus terang pada kasus e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh Presiden," Agus menuturkan.
Diceritakan Agus, saat dipanggil oleh Presiden, bukan melalui ruang wartawan, melainkan di ruang masjid kecil.
"Dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi di ruang masjid kecil," imbuhnya.
Tambahnya, saat memasuki ruangan tersebut, dia sudah disambut Presiden dengan wajah yang marah.
"Di sana begitu saya masuk, Presiden sudah marah. Karena baru saya masuk, beliau sudah teriak hentikan!," tukasnya mengikuti gaya bicara Jokowi.
Awalnya, Agus mengaku masih belum mengerti kasus apa yang diminta Presiden untuk dihentikan.
"Setelah saya duduk yang suruh hentikan itu ternyata kasusnya pak Setyo Novanto, ketua DPR waktu itu yang mempunyai kasus e-KTP. Mengingat Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) telah diterbitkan," ingatnya.
Karena KPK tidak punya SP3, kata Agus, dia mengatakan tidak mungkin dirinya menghentikan atau membatalkan kasus tersebut.
"Saya bicara apa adanya saja, sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu, saat itu di KPK tidak ada SP3, tidak mungkin saya memberhentikan itu," terangnya.
Hingga pada akhirnya, dikatakan Agus, dilakukan revisi Undang-undang. KPK pada hasil revisi tersebut menjadi di bawah kendali Presiden.
"Tapi akhirnya kan dilakukan revisi Undang-undang, intinya itu SP3 jadi ada, kemudian di bawah (kendali) presiden. Presiden mungkin waktu itu berpikir ini diperintah Presiden kok gak mau," kuncinya. (fjr/pp)