Tujuh puluh delapan tahun negeri ini telah merdeka dengan berbagai macam problematika dan dinamikanya. Dimana keberadaan Negara dan Pemerintah adalah sarana dimana semua orang dapat menggantungkan harapan dan cita-citanya agar dapat hidup layak dan terbebas dari setiap ancaman yang tiap saat mengintai. Semua itu menjadi fakta bahwa harapan dan cita-cita harus tetap terawat dengan baik demi tujuan bersama. Untuk itu siapapun pemimpin yang ada seharusnya punya kemampuan atau ketajaman berpikir agar dapat melakukan evaluasi total terhadap setiap keadaan dimana didalamnya tidak hanya menyangkut evaluasi yang didasarkan pada kepentingan politik praktis namun lebih kepada keadaan yang didasari oleh prinsip prinsip etis bernegara.
Problematika dasar atas kejadian sebelum kemerdekaan tentu semua orang telah mengetahuinya dan dengan cara apa mengatasinya. Dimana ketika itu para founding parents berkumpul, berpikir bahkan bertengkar pada wilayah intelektual demi menyatukan ide serta gagasan dalam hal cita-cita ber-Negara. Tentunya hal itu membutuhkan kewarasan berpikir dari semua pihak untuk memastikan negara ini merdeka dan akan tetap ada. Maka yang dibutuhkan saat itu adalah kompromi pikiran sehat dari semua elemen utamanya pada sektor ego agar dapat menemukan jalan berkesadaran kolektif untuk semua orang.
Problematika politik biasanya lahir dari sebuah fenomena baru atas sesuatu yang tak lazim namun dibuat menjadi lazim. Dalam berpolitik sebuah fenomena adalah hal yang semestinya dapat diperhatikan, sebab dia bisa menjadi sesuatu yang sangat merusak. Dan akan sangat di sayangkan ketika fenomena itu membuat kebanyakan orang menjadi kehilangan sikap kritisnya hingga terjebak pada kesesatan berpikir. Kesesatan berpikir yang dimaksud adalah ketika orang-orang terserang dan terpapar pada fenomena KAPALSUAN dari perilaku politik palsu sehingga membuat kebanyakan orang melupakan hal yang paling penting untuk dinilai pada sebuah produk politik, yaitu penonjolan atas kapasitas dan kemampuan seseorang yang seharusnya dipragmentasikan dalam bentuk narasi intelektual yang berkaitan atas tanggung jawab etis seorang pemimpin dalam ber-Negara.
Fenomena politik palsu tentu akan menjadi hal yang sangat serius sebab akan melahirkan budaya politik palsu. Dimana budaya tersebut memang sengaja diproduksi untuk kepentingan mesin politik dalam rangka mempengaruhi masyarakat utamanya pada kaum muda yang dianggap sangat tidak peduli pada ide dan gagasan. Sehingga nantinya mereka akan menentukan pilihan yang tidak lagi menggunakan standar kwalitas pada diri seorang calon namun berdasarkan standar kwantitas saja.
Fenomena dari kepalsuan politik atau seringkali kita sebut citra palsu akan sangat menyesatkan sebab ketika telah menjadi budaya atau tradisi berpolitik maka akan sangat buruk bagi generasi selanjutnya. Dimana semua itu akan menjadi ancaman bagi keberlangsungan politik ber-Negara. Kepalsuan politik atau pencitraan sesungguhnya adalah bagian untuk menutupi ketidakmampuan nalar atau pikiran seseorang yang dicitrakan dengan cara mendengungkan serta memvisualisasikan sesuatu secara berulang ulang sehingga nantinya dapat menghipnotis pikiran kita. Padahal konstitusi kita memerintahkan kepada semua orang agar tunduk dan taat pada norma konstitusi, yang salah satunya adalah MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA.
Politik palsu seringkali di bangun lewat budaya atau tren yang sedang populer dan di internalisasikan atau disuntikkan lewat media sosial atas kebiasaan kebiasaan yang berkembang dimasyarakat. Tujuannya agar orang-orang terhipnotis dan tidak lagi menjadi rasional dalam hal memilih. Dimana hal itu sangat tidak mempunyai relevansi terhadap pembangunan kesadaran pengetahuan politik bangsa. Panggung Politik adalah panggung dimana ide dan gagasan dipertarungkan lewat narasi sehingga rakyat dapat menilai mana pemimpin yang berani melakukan perubahan untuk menghasilkan kemajuan.
Panggung politik bukan panggung musik atau panggung yang dipersiapkan untuk joget joget, lawakan, flexing maupun gimmic atau pemampaatan tampilan yang dikemas dalam adegan untuk mengelabuhi orang lain. Dimana hal itu sesungguhnya sangat mencederai kecerdasan setiap orang dalam proses politik. Memahami hal seperti ini tentu menjadi sangat penting, sehingga nantinya kita semua dapat terhindar dari sasaran kebuasan para predator politik.
Kepalsuan politik biasanya tidak akan digaungkan apalagi dipentaskan pada panggung panggung akademik, dia akan selalu berusaha untuk menghindar dari panggung-panggung tersebut. Sebab panggung akademik bukan sarana untuk mengeksploitasi kepalsuan. Ketika kepalsuan politik mencoba untuk masuk pada panggung akademik maka pencitraan atau kepalsuan tersebut akan tertolak dengan sendirinya, bukan karena ditolak namun ketidakmampuannyalah yang menolaknya. Sebab panggung akademik adalah panggung dimana orang orang yang terlibat didalamnya adalah mereka yang punya kapasitas membaca dan menterjemahkan potensi.
Dengan memberikan ruang pada kepalsuan politik atau pencitraan politik terus menerus berevolusi maka kita sudah dapat membayangkan bagaimana wajah negeri ini kedepannya. Dimana masyarakat dan generasi mudanya yang seharusnya diajarkan cara yang lebih etis, intelektual dan ilmiah namun hanya dijadikan sebagai pasar politik, bukan produk politik yang berkwalitas, maka selanjutnya yang akan terjadi adalah kemunduran dan kekacauan terhadap paradigma politik bangsa. Padahal bangsa ini utamanya pada generasi mudanya adalah generasi yang seharusnya di persiapkan untuk memegang kendali ber-Negara dimasa yang akan datang.
Menemukan dan menempatkan kembali akal sehat pada kejernihan pikiran maka kita dapat menghindar dari gelombang pasang kebodohan, agar Bangsa ini dapat dituntun kembali pada cita cita awal kemerdekaan. Sebab hanya dengan cara itu kita dapat terhindar dari pembodohan politik sekaligus kita dapat menyelamatkan Bangsa dan Negara ini dari ancaman keterpurukan yang bisa saja menjadi awal keruntuhan ber-Negara…..
Wassalam…..
Palopo 4 Desember 2023
Rusdy Maiseng