Menang Curang Atau Kalah Terhormat

  • Bagikan

Oleh : Nurdin (Dosen IAIN Palopo)

Sejak memasuki tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) hingga mendekati tahap pencoblosan, ramai di sosial media baik dalam bentuk tulisan atau dalam bentuk video yang diteruskan berkali-kali ke grup-grup WhatsApp (WA)

Yang menurut sebagian orang, termasuk saya yang berkecimpung di dunia ilmu hukum pidana dan tidak begitu paham dengan politik, meragukan kebenaran tulisan-tulisan atau video yang beredar di grup WA yang mungkin juga saat ini ada di ponsel Anda.

Mereka yang berkecimpung di bidang ilmu hukum pidana dan memahaminya, tidak mudah percaya dengan sesuatu sampai akhirnya ditemukan alat bukti yang menguatkannya. Oleh karena, ilmu hukum pidana tujuannya jelas dan yang dicari dan hendak dicapai adalah kebenaran materil.

Lain halnya politik, yang bertujuan bagaimana para politisi itu bisa memenangkan kontestasi dalam Pemilu, entah bagaimana caranya atau caranya bagaimana, pokoknya harus menang meski (ibaratnya) harus menempuh cara-cara yang curang seperti kata kawan saya, bahwa "Lebih baik menang curang daripada kalah terhormat"

Termasuk (kalau perlu) penyebaran atau menyebarkan berita bohong atau yang dalam bahasa kerennya "Hoaks". Kata hoaks ini sudah menjadi kata yang sangat populer di kalangan pengguna sosial media selain kata "Viral".

Berita bohong atau hoaks dampaknya sangat berbahaya, sebab dapat menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat, apalagi (mohon maaf) pada masyarakat kita yang pendidikan formalnya tidak memadai sehingga apapun yang dibaca dan ditonton, akan ditelan mentah-mentah tanpa menyaringnya lebih dahulu.

Dan harus diakui, bahwa salah satu masalah sosial yang muncul sebagai akibat dampak negatif dari perkembangan teknologi yang sangat pesat adalah munculnya informasi yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya atau bisa dibuktikan ketidakbenarannya. Itulah, hoaks.

Hoaks sudah menjadi masalah nasional sehingga dibutuhkan cara yang masif untuk mengatasi muncul dan berkembangnya beragam pendekatan, metode, dan langkah taktis, tidak lain karena konten hoaks itu sudah sangat meresahkan.

Apalagi menjelang hari "H" pencoblosan, tidak sedikit berita yang masuk kategori hoaks mengemukakan sisi kehidupan atau latar belakang kehidupan seorang tokoh dari sumber yang diputarbalikkan, dicampur dengan aneka bumbu dan rempah yang mana jenis rempah dan bumbu tergantung siapa yang diberitakan, kawan atau lawan politik, tokoh pujaannya atau sebaliknya.

Sehingga diharapkan peran penting para elit politik turut serta dalam mengedukasi selain kepada masyarakat tetapi paling utama adalah Tim Sukses (Timses) mereka agar selalu mengedepankan cara-cara yang santun, beretika.

Dan kepada masyarakat, agar tidak mudah percaya dengan apa yang ditonton atau dibaca di sosial media apalagi dengan ringan tangan menyebarkannya, pastikan dulu kebenarannya jangan sampai asal main share saja tanpa mempertimbangkan dampaknya.

Toh, kalaupun berita itu benar adanya, pastikan lagi apakah dengan di share atau disebarkan dapat memberi manfaat atau malah sebaliknya, berpotensi menimbulkan perpecahan di kalangan umat. Untuk itu, mari kita senantiasa menjaga kondusifitas agar tetap aman dan damai menjelang Pemilu. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version