Nurdin Halid, Supriansa, dan Taufan Pawe (IST)
PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Kejayaan Partai Golkar di Sulsel berakhir.
Khusus di lumbung Partai Golkar yakni daerah pemilihan Sulsel 2, hanya bisa mendapat satu kursi DPR RI di daerah pemilihan
(dapil) Sulsel 2. Dua petahana kandas.
Hal ini mengejutkan, karena sebelumnya partai berlambang pohon beringin ini diprediksi bakal mendapatkan minimal dua kursi. Sebab dari komposisi calegnya, itu dipenuhi tokoh.
Selain diisi dua petahana, yaitu Andi Rio Idris Padjalangi dan Supriansa juga diperkuat tiga mantan kepala daerah dua periode. Masing-masing mantan Wali Kota Parepare Taufan Pawe, mantan Bupati Bone A Fashar Mahdin Padjalangi, dan mantan Bupati Pangkep Samsuddin A. Hamid.
Namun, dua petahana maupun ketiga mantan kepala daerah ini tak satupun yang lolos. Satu kursi hanya diperoleh caleg nomor urut satu, Nurdin Halid (NH).
Supriansa yang sebelumnya diprediksi lolos karena memiliki suara tertinggi kedua setelah NH. Namun disalip PKB.
Data yang dihimpun FAJAR dari hasil rekapitulasi penghitungan suara tingkat kabupaten kota di dapil Sulsel 2, petahana PKB Andi Muawiyah Ramly dipastikan mendapatkan kursi terakhir. Suara PKB unggul hanya selisih 1.550 dengan Golkar untuk pembagian kursi kedua.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPD 1 Golkar La Kama Wiyaka, mengaku belum mengetahui data secara keseluruhan di dapil Sulsel 2. Namun, ia mengakui bahwa suara Golkar untuk pembagian kursi kedua itu beda tipis dengan PKB.
"Tapi hitungan terakhir kami unggul. Updatenya kami belum tahu kalau kami diungguli (disalip)," katanya.
Dia pun masih yakin bahwa Golkar mendapat dua kursi. "Kami masih yakin. Jadi tunggu saja rekapan KPU provinsi," katanya.
Sekretaris DPW PKB Sulsel, M Haekal memastikan partainya mendapat kursi di dapil Sulsel 2. Setelah mengumpulkan data, PKB mengungguli Golkar.
"Kami (PKB) dapat dan itu sudah kunci data itu karena sudah kami sandingkan dengan data internal dengan data KPU," katanya.
Haekal mengaku tak hafal jumlah suara yang diperoleh, namun ia memastikan angkanya di atas 100 ribu. Capaian ini kata dia diperoleh karena hampir semua kabupaten, PKB mendapat suara tinggi.
"Suara tertinggi itu Bone dan Bulukumba, kalau yang lainnya rata-rata hampir sama," ungkapnya mengakui bahwa caleg yang lolos masih petahana, A Muawiyah Ramly.
Analis politik Unhas, Andi Ali Armunanto menduga, gagalnya Golkar meraih dua kursi akibat ketatnya persaingan. Khususnya gerakan Gerindra yang sangat eksistensifitas, sehingga mengganggu Golkar.
Gerindra dinilai menghancurkan basis-basis suara.
Bone misalnya kata dia, dengan masuknya A Amar Ma'ruf (putra Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman) membuat suara Fashar Padjalangi bersaudara dan ponakannya hancur.
"Andi Rio hancur (tumbang,red), Fashar hancur, dan Yaqkin Padjalangi hancur," katanya.
Gerakan Gerindra dinilai memang tampak berdampak ke Golkar. Sebab PKS, walaupun petahananya juga tumbang, tetapi ada Ismail Bachtiar yang lolos.
"Dan kalau diperhatikan suaranya tidak terlalu jauh dengan pencapaian yang kemarin (Pemilu 2019). Malah suara PKS bertambah," katanya.
Lolosnya Muawiyah Ramly ini kata dia menegaskan bahwa PKB tidak terlalu terganggu di Bone. Tetapi kalau melihat Golkar, itu tumbang di mana-mana. Kemudian jika dilihat perolehan suaranya itu tidak terlalu jauh antara NH, Supriansa, dan Taufan Pawe. Meskipun jika digabung cukup besar.
Sehingga ia melihat bahwa tumbangnya Golkar ini akibat pergerakan Amar Ma'ruf dan Andi Iwan Darmawan Aras yang memiliki suara yang sangat tinggi sehingga mendapat dua kursi untuk Gerindra. Bahkan, kata Ali, itu bisa disebut pecah rekor.
Apalagi kata dia, sumber daya yang selama ini dikelola Golkar itu diambil alih Gerindra. Di Bone misalnya, bupati dan birokrasinya itu di dikte sama Gerindra.
Hal ini membuat Golkar hancur, karena Bone ini dahulunya salah satu gudangnya Golkar. "Begitu juga di tempat lain," ujar Ali.
Menariknya karena dua petahana Golkar yang tak lolos. Sehingga memang itu sangat dipengaruhi oleh kendali A Amran Sulaiman yang mengendalikan pemerintahan melalui Pj kepala daerah.
"Karena kita tahu bahwa ada korelasi antara penunjukan Pj dengan lingkaran istana. Sehingga kita bisa asumsi bahwa orang-orang ini yang dulunya dikendalikan petahana-petahan Golkar ternyata berbalik ke Gerindra," terang Ali.(*/fjr)