RUU Masyarakat Adat Hanya Jadi Jualan Politik: 10 Tahun tak Kunjung Disahkan

  • Bagikan

Foto bersama pengurus AMAN Tana Luwu bersama para aktivis mahasiswa dan pemerhati masyarakat adat. --riawan--

PALOPOPOS.FAJAR.CO.ID, PAOPO-- Rancangan Undang- undang (RUU) masyarakat adat Nusantara (AMAN) yang dari tahun ke tahun diperjuangkan oleh masyarakat adat itu, tak kunjung disahkan.

Hal ini membuat AMAN merasa dijadikan "anak tiri" oleh pemerintah.

Seperti diungkap para pengurus AMAN Tana Luwu dalam pertemuan yang diselenggarakan di salah satu cafe di Jl. Sungai Rongkong, Kelurahan Sabbamparu, Kecamatan Wara Utara, Palopo, Sulsel, Ahad, 17 Maret 2024.

Pertemua ini juga merupakan momen peringatan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara (HIKMAN) dan 25 Tahun Aliasi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).

Hadir dalam kegiatan HIKMAN dan 25 tahun AMAN tersebut, diantaranya Damanas, Bata Manurun, Ketua Damanwil Tana Luwu, P. Tandigau, Ketua AMAN Tana Luwu, Irsal Hamid, Direktur Dadan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) Sulsel, Sainal Abidin, Direktur Yayasan Bumi Sawerigading (YBS), Abdul Malik Saleh, pengurus Daerah AMAN Walenrang, Kabupaten Luwu, Bakti, Huma Indonesia, Halim, Pospera, Ilham dan sejumlah aktivis mahasiswa Kota Palopo.

Bertepatan di hari peringatan HIKMAN dan 25 tahun AMAN di Palopo tersebut, para pengurus serta pemerhati dan aktivis masyarakat adat meluapkan keluhan dan kekesalannya terhadap pemerintah yang terkesan menyepelehkan keberadaan masyarakat adat.

Keluhan tersebut, tentu dianggap sangat berdasar lantaran keberadaan dan hak- hal masyarakat adat sampai saat ini belum diakui secara nasional oleh pemerintah. Terbukti dengan RUU masyarakat adat yang 10 tahun telah diperjuangkan dari tahun ke tahun, namun tak kunjung disahkan.

"Kita ketahui bersama bahwa isu soal pangkuan masyarakat adat ini selalu dijadikan jualan politik setiap momen politik dan dijanjikan akan jadi diprioritaskan. Termasuk janji Jokowi, kemudian yang terbaru ini hampir setiap Capres dan Cawapres membawa isu tersebut. Akan tetapi sampai saat ini juga hanya sebatas isu dan janji- janji politik saja (tanpa realisasi)," tegas Halim, HuMa Indonesia dalam pertemuan tersebut.

Selam 10 tahun ini masyarakat adat terus memperjuangkan kedudukannya dan legal di hadapan hukum, akan tetapi banyak hambatan yang didapati untuk menjadikan RUU tersebut menjadi UU.

Seperti disebutkan mantan Ketua AMAN Tana Luwu, Bata Manurun yang saat ini menduduki posisi Damanas di AMAN.

Dalam pertemuan itu, ia menyebutkan salah satu hambatan yang nampak dihadapi untuk pengesahan RUU masyarakat adat ialah terhalang kepentingan Korporasi.

"Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, kami catat sebanyak 8,5 juta HA lahan masyarakat adat di rampas oleh pihak korporasi. Dan ini menjadi catatan bagi kami juga, bahwa pengesahan RUU tersebut terhalang atau diduga dihalangi oleh kepentingan korporasi," kata Bata Manurun.

Selain lahan masyarakat adat yang dirampas oleh pihak korporasi, lanjut Caleg terpilih di Dapil 4 Palopo ini, juga menyebut masyarakat juga menjadi korban kekerasan atas kepentingan pihak korporasi.

"Selain lahan masyarakat yang dirampas secara paksa oleh para korporasi itu, masyarakat adatnya juga dikriminalisasi. Dan kami catat kurang lebih 300 orang masyarakat adat dikriminalisasi. Padahal masyarakat adat ini sedang memperjuangkan hak mereka atas dasar memiliki peta, SK terkait lahan atau hutan adat yang dikeloh," ucapnya.

"Kedepannya dengan suasana baru di kursi Legislatif saat ini, termasuk saya yang telah duduk menjadi salah satu anggota DPRD di Kota Palopo. Akan berjuang di tingkat Kota Palopo untuk pengakuan masyarakat adat di tingkat Kota Palopo. Tidak berhenti sampai disitu, kedepannya kami akan membangun komunikasi dengan teman- teman di pusat agar kembali berjuang untuk pengesahan RUU tersebut," tambahnya.

Menutup pertemuan tersebut, para pengurius AMAN Tana Luwu beserta pemerhati masyarakat adat, sekali lagi menekankan agar pemerintah serius memperhatikan masyarakat adat.

"Kami tekankan kembali, jika pemerintah tidak memperhatikan kami selaku masyarakat adat dengan mengakui atau mengesahkan RUU masyarakat adat itu. Jangan harap kami juga akan mengakui keberadaan pemerintah,"kompak para pengurus AMAN Tana Luwu.(Riawan)

  • Bagikan

Exit mobile version