Oleh : H. Irwan. ST
Data kemiskinan merupakan salah satu komoditas politik yang paling laku dikalangan politisi, terutama menjelang pemilu atau Pilkada.
Data-data resmi yang biasanya dikeluarkan oleh BPS sebagai lembaga paling otoritatif dalam mengeluarkan data statistik pusat dan daerah, disajikan dengan sedikit bumbu retorika sehingga sesuai dengan target politis.
Seperti yang terbaru, pernyataan seorang poltisi, yang menggunakan data BPS tahun 2023 tentang angka kemiskinan Sulsel dan meyakinkan audiensnya bahwa kemiskinan sulsel meningkat dari tahun 2022 sebesar 8,63%, naik menjadi 8,70% pada tahun 2023.
Berdasarkan angka statistik tersebut, beliau mencoba meyakinkan masyarakat bahwa pertumbuhan ekonomi Sulsel tidak mengurangi angka kemiskinan.
Betulkah demikian? Atau ini hanya penyesatan informasi publik alias politik data? Mari kita cek fakta-faktanya.
Pertama, dalam kurun waktu 20 tahun terakhir (berdasarkan data website BPS dari tahun 2000-2023) angka kemiskinan terus menurun. Dari angka 15,9% pada tahun 2000 menjadi 8,70% pada tahun 2023. Ini menunjukkan bahwa kinerja pertumbuhan ekonomi berkontribusi langsung pada penurunan angka kemiskinan secara konsisten.
Kedua, angka kemiskinan terendah Sulawesi Selatan dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, bahkan mungkin sepanjang sejarah Sulsel, berhasil dicapai pada tahun 2022 (8,63%) yaitu di era kepemimpinan Gubernur Andi Sudirman Sulaiman.
Padahal masa-masa ini adalah periode paling sulit dalam pertumbuhan ekonomi nasional dan global akibat wabah Covid-19. Tetapi Sulsel justru berhasil menurunkan angka kemiskinan dan kontras dengan daerah lain yang malah naik.
Ketiga, grafik normal tingkat kemiskinan mengalami fluktuasi setiap tahun dalam persentase yang kecil, kadang turun lalu naik, lalu turun kembali. Tetapi secara kumulatif lima tahunan, tingkat kemiskinan secara umum terus mengalami penurunan. Ini bisa terlihat dari grafik dan angka-angka yang disajikan oleh BPS.
Keempat, BPS selalu menggunakan data cut off bulan maret sebagai rujukan angka-angka tahunan karena menganggap berbagai program intervensi pemerintah dalam satu tahun anggaran telah selesai di Desember sehingga dampaknya dapat diukur. Sementara data bulan september belum mampu menggambarkan dampak dari intervensi program pemerintah karena masih/sedang berjalan.
Kelima, Data angka kemiskinan BPS (Data 2017-2023) menunjukkan bahwa angka kemiskinan Sulawesi Selatan secara konsisten selalu lebih rendah dari angka kemiskinan rata-rata nasional. Artinya, dibandingkan rata-rata provinsi lain, kemiskinan di Sulsel relatif lebih rendah.
Berdasarkan fakta-fakta ini kita bisa menyimpulkan bahwa kerja keras pengentasan kemiskinan oleh pemerintah melalui upaya mendorong pertumbuhan ekonomi sudah membuahkan hasil. Hanya saja perlu terus menerus didorong dengan menghadirkan program-program berkelanjutan dan tepat sasaran agar angka kemiskinan semakin berkurang.
Dari sini juga kita bisa menilai bahwa politik data masih menjadi langganan sebagian politisi untuk memasarkan dirinya atau menjatuhkan lawan politiknya. Hanya saja, metode seperti ini sangat berbahaya karena dapat menjurus kepada pembodohan masyarakat dan bukannya mengedukasi masyarakat.(*)